Fanatisme agama atau pada klub sepakbola tentu bukan hal baru, tp fanatisme pd birokrat adalah fenomena baru. Fanatisme pd umumnya sering membuat "kebutaan" irasionalitas.
Fanatisme pd KPK membuat sekian banyak aktivis, politisi akademisi seolah buta pd kekurangan KPK. Mereka tdk mau tahu bhw pd
2010 KPK habiskan anggaran Rp. 535 Milyar utk selesaikan 35 kasus Korupsi atau rata2 habiskan Rp. 15 Miliar utk selesaikan 1 kasus. Mereka jg buta pd kejanggalan penggunaan anggaran KPK yg rata2 habiskan Rp. 3 Miliar utk selamatkan tiap Rp. 1 Miliar uang negara.
Fanatisme pd KPK semakin irasional aneh krn mereka ini justru bersorak-sorai pd Pidato SBY yg dianggap mendukung KPK tp kata2 dlm isi pidato itu 100% sesungguhnya memangkas kewenangan KPK spt jelas terlihat dari susunan kata kalimat pidato itu:
"....oleh krn itu solusi yg kita tempuh adalah penanganan korupsi kpd Djoko Susilo ditangani oleh satu lembaga yaitu KPK, ...."
Paragraf itu berisi dukungan SBY pd KPK utk kasus Simulator. Selanjutnya coba cermati baik2 tiap kata di paragraf berikutnya :
"Tetapi kalau ada kasus pengadaan barang di Polri saya dukung diselesaikan di Polri....."
Di paragraf ke-2 di atas, dukungan SBY pd KPK ternyata tdk utk semua kasus, tp hanya utk kasus simulator sim krn utk kasus (korupsi) pengadaan barang lainnya di selesaikan di Polri bukan di KPK.
Jadi sebenarnya SBY tdk mendukung KPK, tp memangkas kewenangan KPK. Dgn demikian bisa dikatakan SBY melakukan barter kasus Korupsi simulator senilai Rp 143 Miliar utk KPK dgn kasus Rekening Gendut yg capai Rp 8,6 Trilyun sederet kasus pengadaan barang lain di Polri yg diserahkan pengusutannya ke Polri.
Jadi jelas yg didukung SBY bukan KPK tapi Polri. KPK kalah, tp anehnya kenapa para pendukung KPK bersorak? Membingungkan, sebenarnya mereka mendukung KPK atau SBY?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H