Mohon tunggu...
XandrePc
XandrePc Mohon Tunggu... Pengajar -

Asli Indonesia. Sudah membaca banyak,baru belajar untuk menulis:)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara Orang Jerman Mendidik Anak- Anak Mereka

19 Juli 2014   16:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:54 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman pribadi saya ketika berada di Jerman untuk beberapa tahun alam rangka studi dann kemudian juga sempat bekerja. Selama menjalani tinggaldi negerinya Ibu Merkel ini, saya secara kebetulan berkenalan dengan sebuah keluarga berasal dari daerah Oberbayern. Perkenalan itu berlanjut dengan persahabatan yang akrab dengan keluarga itu sehingga beberapa kali saya diundang oleh keluarga ini untuk berlibur ke rumah mereka. Banyak pengalaman menarik yang saya alami selama hidup di antara keluarga Jerman ini.

Hal yang paling menarik perhatian saya adalah bagaimana orang tua mendidik anak-anak mereka untuk disiplin dan mandiri. Bapak keluarga ini bekerja sebagai pegawai pada Telekom sedangkan si Ibu bekerja di Peprustakaan kota itu (atau tepatnya desa/kecamatan). Keluarga itu mempunyai tiga orang anak. Anak sulung adalah seorang putra, berumur 13 tahun, waktu pertama kali saya liburan ke sana, sedangkan dua saudarinya masing-masing berumur 11 dan 9 tahun waktu itu. Orang tua sudah mengatur kegiatan harian anak-anak mereka. Pagi sekitar jam 6, adalah tugas mama untuk membangunkan anak-anak, dan menyiapkan mereka ke sekolah: sarapan, siapkan bekal untuk makan siang mereka di sekolah. Setelah itu anak-anak bergegas dengan sepeda menuju halte bis. Sekitar jam 5 sore anak-anak kembali dari sekolah, tidak boleh langsung bermain, tapi harus beristirahat sebentar, kemudian kerjakan pekerjaan rumah (PR) dari sekolah baru sesudahnya mereka boleh bermain, entah bermain game, atau nonton film kartun/anak-anak. Anak-anak tidak pernah boleh nonton film orang dewasa. Anak-anak juga boleh bermain ke rumah temannya. Dan biasanya mereka akan minta izin terlebih dahulu kepada orang tua untuk bermain ke rumah temannya. Atau kalau ada temannya yang hendak main ke rumah, anak-anak selalu memberitahukan kepada orang tua terlebih dahulu. Pada malam hari anak- anak wajib tidur setelah makan malam karena besok mereka harus bangun pagi untuk ke sekolah. Kadang- kadang anak-anak bermalas-malasan cari alasan untuk terlambat pergi tidur tapi mereka akhirnya patuh juga. Mamanya sering berkata agak tegas kepada mereka bahwa kalau mereka tidak pergi tidur, nanti mama tidak mau membangunkan mereka besok pagi alias harus bangun sendiri; tetapi juga harus tepat waktu. Rupanya anak-anak kwatir tidak mampu bangun sendiri, jadi mereka patuh.

Satu hal cukup menarik adalah ketika saya berlibur kali berikutnya ke keluarga itu. Nampak sekali bahwa perlakuan orang tua terhadap anak-anak sudah berbeda. Terutama terhadap si putra sulung yang waktu itu sudah berumur 14 tahun menjelang 15. Satu contoh kecil adalah bahwa ketika setelah makan malam, seperti biasanya saya bersama orang tua mereka masih bercerita sebentar sambil menonton berita sebelum pergi tidur. Biasanya semua anak sudah harus pergi tidur setelah makan malam, tetapi sekarang berbeda. Si putra sulung sudah diperbolehkan untuk duduk bersama kami sampai akhirnya dia juga harus pergi tidur lebih dahulu. Sedangkan dua adiknya sama sekali tidak bergabung melainkan langsung pergi tidur setelah makan. Wow....begitulah ungkapan spontan pada diri saya sendiri ketika menyadari bagaimana keluarga itu membimbing anak-anak mereka untuk disiplin dan mandiri.

Pengalaman ini berbeda sekali dengan yang saya dapati pada keluarga dan anak-anak Indonesia khususnya di daerah saya (NTT=Nusa  Tenggara Timur). Saya prihatin dan kasihan melihat anak-anak ketika pulang sekolah memelototi televisi sepanjang sore sampai malam, menonton setiap sinetron dan talk show yang sesungguhnya sama sekali tidak cocok untuk anak-anak, tanpa dikontrol oleh orang tua. Jarang kita temui orang tua yang setia membantu mendampingi anaknya menyelesaikan tugas pekerjaan rumah mereka. Bahkan ada juga anak-anak yang dibiarkan oleh orang tua menonton ke tetangga hingga larut malam kalau di rumah sendiri tidak ada televisi. Sungguh sangat memprihatinkan.

Ada juga pengalaman lain, soal hidup hemat dan menghargai usaha. Misalnya ada seorang anak yang bapak dan mamanya berprofesi sebagai dokter. Suatu ketika anak yang masih berumur 14 tahun itu ingin sekali membeli cell phone baru (berfitur musik mp3 dan kamera waktu itu). Orang tuanya katakan bahwa cell phonenya yang lama masih baik oleh karena itu tidak perlu yang baru, selain itu tidak ada uang untuk itu. Tetapi anak itu bersikeras untuk membelinya karena teman-teman sudah banyak yang punya. Akhirnya orang tuanya mengatakan bahwa mereka hanya bisa membelikan dia cell phone itu kalau anak itu bersedia uang jajannya dipotong secara cicil untuk menutup harga cell phone itu. Ternyata anak itu paham dan setuju dengan usul orang tua. Jadilah uang jajannya yang 5 Euro/hr itu harus dipotong menjadi hanya 2 Euro/hr. Menurut kita mungkin orang tua ini pelit dan tidak punya belas kasihan. Karena melihat orang tua yang dua-duanya berprofesi sebagi dokter, tidaklah mungkin bahwa mereka tidak punya cukup uang untuk membeli cell phone itu. Dan memang benar bahwa kedua orang tua anak bisa dengan mudah membeli model cellphone baru itu tanpa kesulitan. Tetapi seperti yang dilakaukan keluarga-keluarga jerman pada umunya yaitu bahwa mereka harus mendidik anak untuk hidup hemat dan menghargai usaha. Anak-anak memang mempunyai hak untuk meminta atau menuntut pada orang tua, tetapi sejak kecil mereka juga dididik untuk tidak menuntut tidak melebihi haknya. Jika ingin memiliki lebih maka ia harus juga berusaha untuk apa yang dia sangat inginkan. Demikianlah sekelumit pengelaman tentang bagaiamana orang Jerman mendidik anak-anak mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun