Mohon tunggu...
Xanavi Arta S
Xanavi Arta S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjajaran, Program Studi Ilmu Sejarah

A chronically online person... also a huge fan of Japanese Culture.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Indonesia

5 Juli 2024   12:40 Diperbarui: 5 Juli 2024   12:52 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nama-nama mahasiswa STOVIA yang naik tingkat tahun 1914. Marie Thomas naik ke tingkat 3 Voorbereiding afdeeling (De Express, 14 Juli 1914)

( Ditulis oleh Esa Azura Desyana, Fakhira Rahma Yuntafa, dan Xanavi Arta Silvia)

Pada tanggal 17 Februari 1896, Marie Thomas dilahirkan di Likupang, Sulawesi Utara. Diketahui bahwa ia adalah putri dari Adriana Thomas (1861-1925) dan Nicolina Maramis Thomas (meninggal pada 1934) yang juga memiliki saudara kandung bernama G. A. Thomas. Status sosial dari keluarga Thomas tergolong cukup baik dan karir ayahnya sebagai seorang tentara dapat dibilang mapan. Lombard-Salmon Claudine menuliskan dalam artikelnya bahwa Marie Thomas merupakan "peranakan" atau Indo, yang mana berarti ada indikasi bahwa salah satu orang tua Marie Thomas adalah keturunan Eropa. Dari privilege ini, Marie Thomas berkesempatan untuk menempuh pendidikan yang baik. Mulai dari Sekolah Dasar Eropa hingga lulus tes STOVIA. Liesbeth Hesselink juga mengatakan bahwa Marie Thomas tidak mendapatkan izin akses ke sekolah utama karena dia perempuan. Di Stovia, Marie merupakan satu-satunya pelajar perempuan. Hingga pada tahun 1914 ada pelajar perempuan ke-2 yang diterima di STOVIA. Marie kemudian lulus dan menyandang gelar Indische Art (Dokter Hindia-Belanda) dan mengambil spesialis Obstetri dan Ginekologi (kebidanan dan kandungan). Pendidikan yang ditempuh 10 tahun itu kemudian berlanjut dengan menempuh karir sebagai dokter di rumah sakit Centraal Burgelijke Ziekenhuis (RS. Cipto Mangunkusumo). Marie Thomas kemudian menikah dengan Mohammad Joesoef (salah satu lulusan STOVIA) pada tahun 1929. Kehidupan mereka diisi dengan keuangan yang sempat menurun, lalu aktifnya Marie Thomas di organisasi perempuan Minahasa, dan mendirikan sekolah kebidanan di Fort de Kock (Bukittinggi). Pada tahun 1958 suaminya wafat dan kemudian disusul oleh Marie Thomas pada tahun 1966 (Susan Blackburn, 2007:288-229)

Kehidupan Marie Thomas sebagai perempuan pada masa itu sangatlah sulit, terutama pada bidang pendidikan dokter. STOVIA selalu menolak murid-murid perempuan dengan berbagai alasan. Padahal banyak pasien perempuan bumiputera yang membutuhkan bantuan, tetapi tidak dapat ditolong oleh laki-laki karena terhalang alasan agama, moral, adat istiadat, dan yang terpenting adalah adanya perbedaan kasta sosial. Menerima murid perempuan juga dapat membantu pemerintah dalam menyediakan tenaga medis yang lebih banyak di masyarakat. Adapun Marie Thomas menjadi dokter karena pemerintah Hindia-Belanda membutuhkan banyak dokter perempuan sekaligus mendobrak tradisi yang ada. Karena setelah itu, STOVIA akhirnya mulai menerima mahasiswa perempuan dan Marie Thomas lah yang berhasil lulus untuk pertama kalinya. Saat masuk, ada 180 murid STOVIA dan Marie adalah satu-satunya murid perempuan di sana. Karena tidak memiliki syarat kerja di Layanan Medis Sipil, Marie diharuskan untuk membayar biaya pendidikannya sendiri. Bahkan dari status ekonomi dan sosial keluarganya pun Marie Thomas tetap tidak mampu untuk membayar. Namun berkat kegigihan dan prestasinya Marie Thomas berhasil mendapatkan beasiswa untuk menunjang pendidikannya. Gelar dokter berhasil ia dapatkan setelah 10 tahun bekerja di Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting, bahkan kabar tentang keberhasilannya ini turut diumumkan dalam koran-koran Belanda. Marie Thomas menjadi pelopor dokter perempuan di Indonesia, perjuangan dan kontribusinya dalam bidang kesehatan tidak akan terlupa karena telah menjadi bagian penting dalam sejarah.

Perjuangan Marie Thomas membawa dampak baik bagi masyarakat Indonesia terutama bagi kaum perempuan. Marie Thomas telah membuka pintu kesempatan bagi perempuan di Indonesia untuk dapat menempuh pendidikan tinggi terutama pendidikan dalam bidang kesehatan. Keberhasilan yang diraih olehnya menjadi bukti bahwa perempuan mampu memberikan andil dalam bidang yang sebelumnya hanya diperbolehkan untuk kaum laki-laki. Marie Thomas dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi perempuan di masa kini untuk bersemangat dalam belajar dan mengejar karir akademis atau profesional. Perjuangan dan keberhasilannya telah memberikan dasar yang kuat bagi kemajuan kaum perempuan di Indonesia serta menjadi inspirasi pemberdayaan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.

 Marie Thomas meninggal pada tahun 1966, sementara sang suami meninggal pada tahun 1958. Tidak diketahui apakah pasangan ini memiliki anak atau tidak. Beliau tutup usia pada umur 70 tahun karena pendarahan otak. Marie Thomas tepatnya meninggal pada 29 Oktober 1966 di Bukittinggi. 

Dari Marie Thomas, sebagai perempuan kita bisa belajar bahwa jangan pernah menyerah untuk mengejar cita-cita, segala hal bisa diperjuangkan termasuk cita-cita. Apa yang diinginkan Marie Thomas hampir mustahil, tapi dia bisa membuktikan pada dunia bahwa walaupun terjadi ketidakadilan yang dialami perempuan, dia masih bisa bangkit dan berjuang. Perempuan tidak membutuhkan lelaki dalam perjuangannya, perempuan tidak membutuhkan lelaki untuk berdiri. Bahwa bahkan tanpa bantuan laki-laki pun, perempuan bisa sukses dan mendobrak pikiran kolot masyarakat. 

---

DAFTAR PUSTAKA

Arsip

Blackburn, S., 2007, Kongres Perempuan Pertama, Jakarta: Yayasan Obor

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun