Mohon tunggu...
Sunan Doro
Sunan Doro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Linux Lover

Linux Defender, Android Supporter, Coffee Lover

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kunci Sukses = Tidak Ada

19 Agustus 2014   21:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:07 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://agushidayatwrote.files.wordpress.com/

[caption id="" align="alignleft" width="380" caption="http://agushidayatwrote.files.wordpress.com/"][/caption] Menanggapi TulisanEmpat ON : Tangga Menuju Kesuksesan Tulisan Pendek semacam "resensi" sebuah Buku ( sedikit berbau iklan ). Ketika muda saya membaca lumayan banyak buku sejenis. Buku bertopik "kunci sukses" dimana secara umum definisi sukses masyarakat perkotaan maupun pedesaan adalah "Banyak Uang (Fiancial Establishment), Punya NAMA (dihargai karena prestasi, uang, jabatan atau previllege), Punya KELUARGA ( Menikah dan Punya Anak )". Bila diturunkan secara lebih detil menjadi : Income dalam Jumlah Besar, Terpandang dalam tata sosial kemasyarakatan/ memiliki Popularitas. menikah (memiliki anak kandung). Petunjuk untuk mencapai "sukses" seperti diatas laku keras, baik berupa buku, seminar, forum, workshop, loka karya, saresehan. Orang-orang yang menulis buku semacam itu, menjadi pembicara bidang tersebut sering disebut MOTIVATOR. Saya pernah mengikuti Seminar Manajemen Kalbu, ESQ, dan seminar semacamnya. Topik dan bahasan (IMHO) hampir mirip. Tidak ada inovasi sangat khusus atau istimewa. Saya sempat berseloroh, mereka mencapai "sukses" diatas mimpi banyak orang tentang sukses. Biaya (ada yang menyebutnya Infaq) seminar seperti itu antara Rp 750.000,- s/d Rp 7.000.000,- per orang. Tergantung tingkat kekondangan pembicara. Pernah pula saya mengikuti dua organisasi MLM secara cukup serius, tiap hari dapat email (kalau sekarang malah dengan BBM Broadcast, WhatsApp) iming-iming semacam "Kebebasan waktu, kekuatan finansial, penghasilan hanya dengan diam (saya lupa terminologinya)". Saya mempercayai semua itu. Ketika mencoba saya menemukan "kebebasan waktu" itu absurd, saya harus menjaga down stream tetap aktif untuk melakukan penjualan. Teori MLM yang sering disajikan menganggap hidup ini linear, berjalan lurus dan tetap. Saya masih ingat kata-kata mutiara seoarng senior "sambil mencuci seperti ini uang terus masuk dalam rekening saya". Busyet .... terperangah saya. Akhirul kalam saya menghentikan semua kegiatan MLM, yang faktanya menyita waktu cukup banyak. Penghasilan juga tidak sesuai brosur atau teori, singkat kata "saya gagal". Just for share, saya terinspirasi justru bukan oleh Buku-buku Motivasi, juga bukan oleh kumpulan kisah sukses. Kisah inspiratif menurut saya adalah riwayat Sergey Mikhaylovich Brin, Steve Job, Linus Torvald, Richard Stalman, Hasyim Asy'ari, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Ibnu Hajar. Tokoh walisongo saya mengidolakan Syekh Siti Jenar. Dalam tulisan "Empat On" ( saya belum membaca bukunya ) disebut : Visi-ON, Acti-ON, Passi-ON, Collaborati-ON adalah kunci sukses. Ini tidak cocok dengan kehidupan sehari-hari yang saya alami dan saya saksikan. Visi, secara umum sedikit sekali orang punya visi dan mampu membangun visi. Alih-alih kita menghabiskan waktu memikirkan visi, saya memilih mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan sekarang juga, menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin (bukan secepat mungkin), Action agak absurd karena hidup pasti harus melakukan Action. Seringkali saya tidak tahu apakah action saya tepat atau tidak, sehingga saya jarang memikirkan action. PASSION, ini saya setuju, mengerjakan sesuatu harus dengan passion untuk mencapai hasil TERBAIK. Namun dalam sejarah kehidupan saya dan banyak orang yang saya persaksikan. Passion ini menimbulkan dilema, waktu muda saya menjadi penulis tetap di sebuah Harian Daerah, saya memiliki passion untuk menulis. Tapi tidak bekerja sebagai penulis, karena kebutuhan akan uang (faktor ekonomi) yang harus ada secara instan, dibutuhkan untuk membiayai hidup seperti bayar kost, makan, transport, pakaian. Saya pun bekerja di bidang yang passion saya tidak ada. Collaboration, saat ini menjadi sebuah tanda tanya besar buat saya. kutipan " ...On terakhir adalah Colaborati-On, yakni menjalin kerja sama atau bermitra dengan banyak pihak. Bagaimana pun, dibanding sendirian, kolaborasi bisa membuat tenaga yang dikeluarkan menjadi berkurang, hasil usaha menjadi bertambah, dan berkah melimpah. (hal.193)." Pengalaman saya berbeda, menjalin kerja sama dengan banyak pihak lebih sering mendatangkan "malapetaka" dibanding menguntungkan. Saya menemukan bahwa "kolaborasi" lebih berdaya guna bila dilakukan dengan "sedikit pihak". Dalam bidang usaha yang saya tekuni (dan banyak bidang lain), saya menemukan tumbuhnya "Kartel", saya harus menjadi anggota kartel untuk mendapatkan "bagian". Barangkali lebih baik bekerja dengan "Pihak Yang Tepat". Saya tidak mampu melanjutkan kuliah karena kemiskinan, sehingga hanya bisa kuliah setelah 2 tahun bekerja dan menabung. Bekerja tanpa "arah", bekerja bidang apa saja yang penting dapat gaji. Tidak punya perencanaan, karena tidak tahu apa yang harus direncanakan, tidak punya tujuan/cita-cita karena tidak tahu kemana harus menuju. Saya menjalani hidup begitu saja. Karir, menjadi manager pada umur 27, memulai usaha pada umur 34 tahun. Citra pengusaha di Indonesia sangat rumit, sinetron dan novel mungkin sedikit yang ditulis oleh pengusaha (enterpreneur) sehingga gambaran pengusaha sungguh menakjubkan. Ketika saya memulai usaha, hampir saja menderita depresi. Fakta yang saya hadapi, menjadi pemimpin ternyata sangat berat, bertanggung jawab terhadap segala sesuatu bener bikin stress. Nah dalam soal uang, pengusaha ternyata menikmati paling akhir, setelah semua biaya operasional, gaji dan cadangan tersedia, barulah pengusaha bisa menikmati. Uniknya "sisa" tersebut hampir selalu tidak ada. Ketika ada keuntungan usaha (biasanya dihitung di akhir tahun) ternyata kebutuhan tahun depan lebih banyak dibanding ketersediaan uang. Segala teori "cara berusaha" jungkir balik, yang dibutuhkan adalah kemampuan "manuver" setiap hari menghadapi problema yang tak kunjung habis, beban finansial, mental, psikis, selurunya menghabiskan energi. Pengusaha lebih banyak tidak punya waktu untuk diri sendiri. Saya sempat berpikir untuk kembali menjadi "orang gajian". Sebuah korporasi pernah menawarkan gaji sebesar USD 8.000 per bulan, sebagai pengusaha UKM saya tidak pernah menikmati gaji sebesar itu. Saya menolak dengan pilu. Pertimbangan saya, sudah terbiasa mengatur pekerjaan sendiri, masuk kantor mengenakan jeans, tshirt dan sandal. Sahabat saya warga singapura menjual perusahaannya dan pensiun pada umur 48 tahun, waktu saya tanya mengapa ? inilah jawabannya : "saya mencari uang, sampai tidak punya waktu untuk menikmati uang tersebut", Nah lho ... Kebetulan, saya tidak suka dikenal, kecuali oleh orang-orang yang kenal. Bila ini disebut "pencapaian" ketika muda saya pernah mengunjungi berbagai negara di Eropa, Asia dan Afrika (termasuk ziarah ke Mekkah), membeli dan mengendarai mobil merk Maserati dan BMW, sepeda motor Ducati MH900E. Kemudian habis karena bangkrut, selama usaha mengalami 3 kali bangkrut selama 15 tahun. Saya selalu menekuni bidang yang "sama" dimana tidak ada passion disitu. Nah menjadi pengusaha memang ada peluang menikmati "fasilitas" yakni memanfaatkan fasilitas perusahaan untuk kesenangan. Tapi kalau dibilang "punya uang", tidak juga. Kekayaan pengusaha lebih banyak berupa aset. Aset ini sungguh tidak ada makna bagi pribadi. Contoh kita memiliki 3 buah ruko yang dipakai sebagai kantor usaha, bila dinilai dengan uang mungkin sekitar Rp 10.000.000,- tapi saat kita lapar, kita hanya butuh Rp 25.000 untuk membeli nasi padang, ini kadang tidak punya. Banyak sekali kawan saya pengusaha bahkan kehabisan uang untuk membeli bensin. Saya dan banyak kawan pengusaha bahkan tidak punya tabungan, karena seluruh penghasilan (usaha) masuk kembali kedalam badan usaha. Kesimpulan saya, buku-buku motivasi itu banyak tidak memberikan apa-apa, kisah-kisahnya terlalu bombastis, teorinya terlalu teoritis dan tidak cocok dengan fakta. Tapi saya menemukan benang merah yang mungkin bisa dijadikan referensi. Kunci utama dalam hidup adalah:

  1. Religius, percaya sepenuhnya pada Tuhan. Saya bukan muslim yang ketat dengan syariat, tidak pernah berdoa dengan "meminta" pada Tuhan. Saat ada masalah, saya lebih dulu meminta tolong kawan-kawan, bank (bila kesulitan keuangan). Kemudian saya menemukan bahwa kawan sesungguhnya amatlah sedikit, mereka lebih banyak bertindak sopan dengan kata "maaf" bila saya minta pertolongan. Lima tahun terakhir saya hanya berkeluh kesah pada Tuhan bila punya masalah dan berhenti berkolaborasi dengan manusia. Menjalankan shalat saya anggap itu hak Tuhan untuk saya sembah, jadi saya enggan minta imbalan dengan "meminta" sehabis shalat. Saat ini mungkin saya terbilang individualis, menyelesaikan masalah dengan kemampuan yang ada pada diri sendiri.
  2. Sabar, jangan berhenti saat kita putus asa, atau pingin berhenti Saya tidak percaya keajaiban, karena saya mempercayai Tuhan yang logis. Seluruh peristiwa di dunia ini selalu ada penjelasan logis (termasuk pembelahan laut merah oleh Musa dan Isra Miraj, saya menemukan penjelasan logis yang tidak ingin saya tulis karena akan kepanjangan). Dalam melakukan sesuatu bersabar saja, lakukan saja terus bahkan ketika kemungkinan berhasilnya sangat kecil. Kalau ternyata kita gagal, kita puas dengan kegagalan tersebut. Tapi banyak juga saya mengalami keberhasilan justru ketika putus asa sudah diambang pikiran. Ini ada kaitan dengan diatas, saat putus asa mengeluh saja pada Tuhan (tapi jangan menyalahkan), cuma mengeluh pada Tuhan itu jadinya Monolog.
  3. Ubah pandangan tentang Arti Sukses Saya terlarut oleh common sense, sukses itu Banyak Uang, Dihormati, Menikah. Ketika saya mencoba menjadi "orang kaya" dengan membuka usaha, tidak ada uang didapat. "Kekayaan" yang saya peroleh adalah, para pegawai. Hidup bersama seluruh orang yang terlibat dalam perusahaan, dengan bagian masing-masing. Selisih taraf hidup saya dengan seluruh pegawai sangat tipis, kami mengendarai mobil yang setara. Sama-sama mumet ketika anak mau masuk sekolah atau harus bayar sekolah/kuliah, karena saya juga menerima sejumlah gaji tiap bulan. Sukses akhirnya saya maknai, hidup kita berguna untuk orang lain (tidak harus banyak).
  4. Berusaha keras : TIDAK MENYAKITI ORANG Yang ini akan membawa kita pada kebahagiaan, saya tidak paham bagaimana mekanismenya. Ini pesan ibu dan saya taati bagai kitab suci. Setiap malam saya merenung sejenak (20 menit) dan memikirkan tindakan apa yang kemungkinan menyakiti orang lain, kalo kita menemukan (pada masa kini) telpon lah orang tersebut dan meminta maaf. Hidup kita menjadi lebih tenteram dan mudah tidur nyenyak. Sebagai laki-laki, sangat "umum" menyeleweng, kawan-kawan saya (terutama yang pengusaha) 80% menyeleweng. Ini bukan pamer, saya tidak menyeleweng karena tidak ingin menyakiti istri, menghindari "jajan" bukan karena takut dosa, tapi enggan terkena penyakit.

Khusus mengenai penyelewengan. Kawan2 saya bilang, itu cuma iseng. Prinsip saya begini. Saat ini hobby saya adalah ngoprek Hape. Alasan logisnya : Bila saya punya hobby memelihara ikan hias, saat akan bepergian jadi bingung bagaimana memberi makan ikan (saya hidup terpisah secara geografis dengan istri dan bertemu tiap 3 minggu selama 2 minggu) kalau ditinggal satu minggu saja. Makanya saya memilih hobi dengan benda mati. Penyelewengan laki-laki (biasanya dengan perempuan), mulanya iseng, terjadi kontak (deal), kemudian berlanjut. Nah saat laki-laki sudah ingin berhenti, bisa saja pihak perempuannya tidak mau berhenti mungkin karena sudah terlanjur jatuh cinta atau minimal suka. Saat sang perempuan melihat "kesenangannya" akan hilang, dia bisa saja mulai mengancam akan lapor pada istri. Mulai dari sini, dipastikan stress berat menghampiri, kebingungan menyelimuti, akhirnya karena takut ketahuan, hubungan dilanjutkan, jadi makin parah hahahahaha. Mengaku kepada Istri, ini bisa lebih gawat, tidak ada istri/suami tidak tersakiti kalau "ketahuan" (baik testimoni maupun ketangkap basah) pasangannya nyeleweng. Jadi paling slamet, tentram dan bahagia yang JANGAN NYELEWENG. Oh ya ini juga kunci "sukses" dan bahagia dalam hidup masuk dalam point 3. Bila kembali kepada "kunci sukses" dalam hidup. Saya memilih, tidak ada kunci, tidak ada cara yang sama bagi tiap-tiap individu untuk mencapai sesuatu dalam hidup ini. Karena hidup tiap-tiap individu unik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun