Sejujurnya, hapalan itu penting namun ia bukanlah segala-galanya. Peserta didik perlu pula menguasai keahlian-keahlian lain yang berhubungan dengan kemampuan mendengar, bicara, menulis, dan melakukan. Peserta didik yang hanya mampu menghapal dan miskin kreatifitas tidak ubahnya dengan kerbau yang dicokok hidungnya. Kiranya kita sepakat bahwa kelak setiap peserta didik tidak ingin terjerumus pada mental plagiat!
Apalah guna belajar di sekolah negeri yang lengkap fasilitasnya namun ujung-ujungnya (sadar atau tidak) menjerumuskan peserta didik untuk berpikir kerdil, misalnya. Atau apalah guna belajar di sekolah swasta yang megah dan mahal namun akhirnya membuat peserta didik bertambah ria dan congkak. Betapa terang, kualitas super sebuah sekolah sejatinya bukan semata karena kemegahan bangunan dan kelengkapan fasilitas belajarnya, melainkan dari berbagai unsur dan aspek intrinsik dan ekstrinsik kependidikan yang dirancang jelas dan detil demi mendorong para peserta didik agar mampu mengeksplorasi seluruh kemampuannya.
Ringkasnya, dari seluruh penjelasan ini, jika ditarik benang merahnya ke pertanyaan inti di atas, kiranya dapat menyelamatkan kita dari jebakan dua pilihan yang kurang cerdas tersebut. Wacana oposisi biner antara kepentingan memilih sekolah negeri atau swasta di era kini sudah tidak layak diperdebatkan lagi. Jadi, yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam memilih sekolah adalah sekolah manakah yang memiliki (terlebih, telah menjalankan) konsep pendidikan yang benar-benar visioner dan memanusiakan penyelenggara pendidikan tersebut serta peserta didiknya.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H