Tidak seperti yang sudah-sudah, inilah tulisan perdana saya yang sama sekali tidak menggunakan logika pun analisa. Ini pula pijakan perdana pada kolom Catatan Harian. "Cukup" berbekal ingatan dan kenangan, sekelebat maupun serangkaian. Namun semuanya terlukis dalam. Prinsip menentang sikap meratap suatu peristiwa/musibah, bisa jadi tercium dalam tulisan ini walau toh saya tidak mengakuinya.
Memunculkan tulisan tentang "Superwoman" disini bukan bermaksud mengulas kisah fiksi produksi DC Comics ataupun tokoh lainnya seperti Superman, Batman, Robin, Wonder Woman. "Superwoman" disini merupakan ungkapan terhadap totalitas heroik atas atensi dan afeksi yang dimilikinya pada sosok nyata dalam kehidupan saya.
Hari Rabu tanggal 17 Agustus 2011 (17 Ramadhan 1432 H) kemarin tepat 7 hari "Superwoman" itu kembali ke pangkuan Nya. Selama itu, dan mungkin hari-hari ke depan, suasana sepi dan kosong mengisi hati dan pikiran saat teringat kebiasaan dan kegiatan yang selalu dikerjakannya. Selalu saja saya perlu menghela nafas setiap kali membaca catatan-catatan yang ditulisnya.
Tidak ada "petunjuk" khusus yang muncul mendahului "kepergiannya" dibenak saya. Hanya satu pernyataan diungkapkannya kepada guru agama kami saat syukuran ijab-kabul pernikahan saya awal Juni lalu : "Tugas saya sudah selesai. Saya mau pulang". Namun guru itu menanggapinya dengan bijak & berharap beliau tetap "menunggu" untuk bisa menyaksikan kelahiran cucunya kelak.
Tegas, disiplin, penuh semangat, gemar belajar, religius, gigih, namun penuh perhatian dan kasih sayang. Dedikasi kepada keluarga adalah segalanya dan tanpa batas. Semua dilakukannya secara total dan konsisten. Tekad dan sikap yang tergambar dalam lagu Iwan Fals berjudul "Ibu" : ketika ibu tetap saja berjalan sekalipun darah dan nanah deras mengalir dari kakinya. Begitulah sang "Superwoman" dimata saya.
Memimpin keluarga sejak suami tercinta, ayah saya, wafat ketika saya masih berusia 5 tahun sendiri (single parent) hingga akhir hayatnya adalah tugas yang sangat dahsyat. Tidak hanya sebagai kepala rumah tangga, beliau juga berperan sebagai, ibu sekaligus pekerja abdi negara pada pilar insan yudisial. Perjuangan dan pengabdian multi peran menunjukkan beliau adalah sosok "man of stone" dengan "eye of steel" (Tears For Fears, Woman in Chain).
Tidak ada yang bisa dilakukan ketika Sang Khaliq sudah memanggil makhluk Nya. Usia "Superwoman" menjalani perawatan intensif itu "cukup" 3 malam, setelah sebelumnya sempat melakukan tadarus bersama setiap pagi selama 7 hari. Kepakaran "tim" dokter, kecanggihan teknologi medis dan kemanjuran obat menjadi sangat kerdil bahkan nihil. Tidak ada pula yang bisa dilakukan kecuali memanjatkan doa kelapangan, ketenangan dan kedamaian. Doa yang telah saya panjatkan untuknya sejak beliau pernah menjalani perawatan kesehatan di akhir tahun 2003.
Selamat jalan "Superwoman" ku. Cukup sudah mengkuatirkan kami. Tenanglah dan berbahagialah di alam kubur. Doaku senantiasa menyertaimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H