Mohon tunggu...
Wyndra
Wyndra Mohon Tunggu... Konsultan - Laki-laki

Profesional, penikmat film Warkop DKI & X-File.\r\nHORMATILAH KARYA TULIS MILIK ORANG. Tidak ada FB dan Twitter

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ihwal Kriminal : Mewaspadai Tuduhan Keterlibatan Kejahatan

11 Juli 2010   08:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:56 3355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya meyakini bahwa para kompasianer khususnya mereka yang pernah berguru seperti saya dari tulisan para profesor perintis Wirjono Prodjodikoro, Soedikno Mertokusumo, Ko Tjai Sing, Oemar Seno Adji, Sudarto, Muljatno dan lainnya, dapat langsung membayangkan dan mahfum apa maksud dan kemana tulisan ini bermuara. Memang, lagi-lagi ihwal persoalan hukum yang terus bermunculan dalam berbagai kasus dan skandal serta melibatkan banyak pihak. Yaitu menyangkut kriminal, dan tentunya  bergenre pidana. Namun demikian, bukan kasus atau skandal tertentu yang akan saya angkat. Tidak pula memberikan judgment terhadap kasus atau skandal tersebut.

Pesan yang ingin diangkat dalam tulisan ini adalah bahwa dalam menjalin relasi dan berinteraksi dengan orang, kita bisa terjerat atau terlibat dalam persoalan hukum atas tindakan orang tersebut apabila merugikan orang lain. Atau tanpa kita sadari menyeret kita sekalipun kita pasif, tidak mengenal pelaku dan sebagainya.  Maklum, ini logika hukum, yang seringkali dianggap "berhaluan kiri" dari logika (masyarakat) pada umumnya. Tujuan saya tidak lain agar kita bisa mewaspadainya sehingga dapat melakukan antisipasi dengan memperhatikan isu-isu krusial yang lazimnya "digunakan" aparatuur.

Telah menjadi doktrin bahwa seseorang hanya dapat dipidana apabila telah memenuhi 2 syarat utama, yaitu syarat obyektif dan syarat subyektif. Syarat obyektif tersebut adalah perbuatan, lebih tepatnya dapat dipidananya perbuatan (strafbaarheid van het feit). Sedangkan syarat subyektif yaitu orang, lebih lengkapnya dapat dipidananya orang (strafbaarheid van den person). Masing-masing syarat tersebut dalam bahasa Inggris disebut criminal act dan criminal liability, sedangkan istilah Latinnya actus reus dan mens rea. Kedua syarat tersebut adalah pasangan atau sejoli, terangkai dengan kalimat: an act does not make a person guilty, unless the mind is guilty, dalam bahasa Latin yaitu : actus non facit reum nisi mens sit rea. Apabila kompasianer ingat, konsepsi ini juga pernah diulas secara ilmiah dan apik dari disiplin ilmu psikologis oleh Melok, kompasianer yg tentunya fasih dalam studinya (disini).

Dengan konstruksi diatas, dapat disimpulkan bahwa kedua syarat tersebut harus terpenuhi sekaligus sebelum seseorang dinyatakan sebagai pelaku dalam kejahatan. Tentunya dengan didukung bukti-bukti. Lantas hal apa saja yang termasuk kedalam syarat obyektif dan subyektif?

Didalam syarat obyektif tersebut adalah perbuatan (daad/feit) itu sendiri, ada dalam peraturan-yang disebut hukum positif, dan bersifat melawan hukum (wederrechtelijk). Yang perlu dicermati disini adalah negara kita menganut ajaran sifat melawan hukum yang materiil, maksudnya melawan  hukum yang tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan yang dimaksud syarat subyektif ada 2, yaitu kemampuan bertanggungjawab (toerekeningsvatbaarheid) dan kesalahan (guilt). Kualitas kemampuan orang untuk bertanggungjawab yang rendah akan menyebabkan orang tersebut bebas, sekalipun dia melakukan kejahatan. Disini berlaku Pasal 44 KUHP, yang mengatur kualifikasi orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, yaitu keadaan dimana jiwa/akal sehatnya tumbuh tidak sempurna, dan keadaan yang pada awalnya sehat tetapi mengalami penyakit yang mempengaruhi jiwa/akal sehatnya. Menentukan kualitas tersebut tentunya harus melibatkan profesional psikolog. Sedangkan kesalahan (guilt) dalam bentuknya dibedakan menjadi 2, yaitu kesengajaan (opzet/dolus/intent) dan kealpaan/kelalaian (nalatig/culpa/negligence).

Itulah ajaran pokok dan konstruksi logika dalam pemidanaan sehingga berlaku dalam setiap perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan. Nah, sebelum kita terlibat jauh dalam "mindset yang dipersangkakan aparat penyidik, baik sebagai saksi lebih-lebih sebagai tersangka, ada baiknya kita mencermati beberapa elemen krusial dari logika hukum.

1. Kelalaian (nalatig/culpa/negligence).

Ini adalah elemen paling "efisien" dan "praktis" dalam menerapkan logika atau bahkan sanksi pidana oleh aparatur khususnya penyidik, terhadap seseorang. Kelalaian/kealpaan, sebagai salah satu bentuk Kesalahan, secara ringkas ditafsirkan para akademisi maupun praktisi sebagai perilaku sembrono (roekeloos) dan kurang hati-hati (onvoorzichtig). Sebaliknya, seseorang seharusnya dapat mengira-ngira atau membayangkan (te voorzien) atas munculnya suatu peristiwa dan akibatnya yang  buruk. Sependek pengetahuan saya (ini meminjam istilah salah satu kompasianer yang saya lupa namanya), penjelasan tersebut sedikit-banyak terkait dengan teori adekuat (Adaquanzttheorie) Von Bar tahun 1970. Satu uraian ihwal kelalaian/kealpaan dikemukakan sebagai berikut :

a. kurang adanya sikap hati-hati (gemis aan voorzichtigheid);

b. kurang adanya perhatian terhadap kemungkinan timbulnya sesuatu akibat (gemis aan voorzienbaarheid van het gevolg).

Dalam banyak peristiwa, anggota masyarakat yang dipersangkakan terlibat oleh penyidik "hanya" akibat kelalaian mereka, baik sebatas saksi maupun tersangka. Mari tengok beberapa pasal dalam KUHP yang tegas-tegas menyebut "kelalaian" : Pasal 188 (kealpaan yang menimbulkan peletusan, kebakaran dll), Pasal 231 ayat (4) (kealpaan si penyimpan yang menyebabkan hilangnya barang yang disita), Pasal 360 (kealpaan yang menyebabkan orang luka berat), dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun