Mohon tunggu...
Wyndra
Wyndra Mohon Tunggu... Konsultan - Laki-laki

Profesional, penikmat film Warkop DKI & X-File.\r\nHORMATILAH KARYA TULIS MILIK ORANG. Tidak ada FB dan Twitter

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Putusan Yang Menarik Perhatian (Ini) Malah "Disimpan" Pengadilan

26 September 2013   01:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:23 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13804339951431290885

Beberapa minggu lalu, tepatnya 2 hari sebelum musibah kecelakaan putra musisi Ahmad Dani di Tol Jagorawi jelang dini hari Minggu, 8 September 2013, penulis menghubungi petugas pencatat sidang pengadilan di Jakarta Timur. Keperluan penulis tidak lain menanyakan kesediaannya untuk mengkopi dan mengirimkan putusan perkara pidana lalu lintas yang menjadikan Rasyid Rajasa, putra salah seorang menteri Kabinet Indonesia Baru II, sebagai terpidana.

Upaya penulis tersebut bukanlah jalan pintas (short cut) untuk mendapatkan "prestasi" majelis hakim dalam membuat "terobosan" hukum. Atau menambah hingar-bingar pendapat dan komentar  dari masyarakat, baik akademisi, praktisi maupun kalangan lain. Mengapa demikian ? Untuk alasan pertama, sesungguhnya keputusan penulis tersebut adalah upaya terakhir, setelah selama berulang kali dan berhari-hari mencarinya di dunia maya (internet). Informasi lengkap dari registrasi perkara bernomer 151/Pid.Sus/2013/PN.Jkt. Timur itu menemui jalan buntu setelah penulis mengakses di situs Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan tidak lagi dilakukan pengkinian. Untuk alasan kedua, terkait dengan tujuan penggunaan. Bagi pengamat, pemerhati maupun praktisi hukum, konstruksi, penerapan dan ulasan hukum pada bagian pertimbangan sebuah putusan menjadi sangat berharga, menentukan bobot pemahaman, keahlian, keluasan khazanah ilmu dan pengalaman, serta obyektifitasnya. Pada sisi lain, putusan majelis hakim yang berkekuatan tetap dapat pula dirujuk sebagai sebuah yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie) dalam kasus yang mirip, sekalipun Indonesia tidak menerapkan sistem judge made law atau binding precedent seperti di negara-negara common law.

Dalam kaitan diatas, upaya publikasi ternyata dibatasi. Hak dan keinginan penulis, mungkin juga kompasianer dan pembaca lain, untuk memperoleh dan menelusuri alur logika dan analisis majelis hakim yang memutus perkara pidana percobaan 6 bulan penjara tinggal kenangan. Setidaknya hingga saat tulisan ini dibuat. Kita tidak dapat memahami secara utuh bagaimana model peradilan restoratif (restorative justice), yang mendeskripsikan bahwa keadilan paling baik terlayani apabila setiap pihak menerima perhatian secara adil dan seimbang, aktif dilibatkan dalam proses peradilan, dan memperoleh keuntungan yang "memadai", diterapkan pada peristiwa kecelakaan tersebut. Bagaimana pula penerapan maknanya bahwa peradilan restoratif tidak bersifat punitif, bertujuan pada perbaikan luka yang diderita korban, konsiliasi dan rekonsiliasi dikalangna korban, pelaku dan masyarakat, terhadap kecelakaan tersebut. Apakah kemudian peradilan restoratif yang ditemukan oleh Kelompok Kerja Peradilan Anak-Anak PBB sekitar 20 tahun yang lalu juga dapat diterapkan pada pelaku yang tidak lagi digolongkan sebagai anak dengan konstruksi hukum seperti putusan perkara Rasyid Rajasa ?

Pembatasan publikasi putusan pengadilan tidak hanya terjadi pada putusan Rasyid Rajasa diatas. Dua kasus pidana lain juga menunjukkan hal yang sama. Kedua kasus ini juga dikategorikan "menarik perhatian masyarakat".

Kasus Kejahatan Lingkungan : Pemusnahan Orang Utan (pongo pygmeaus morio)

Peristiwa pemusnahan orang utan yang dilakukan di kawasan konsesi perkebunan kelapa sawit PT. Khaleda Agroprima Malindo, Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, oleh 4 orang karyawannya benama Puah Chuan, Widiantoro, Muhtarom dan Mujianto ini diadili Pengadilan Negeri Tenggarong, Kabupaten Kutai Kertanegara, dalam daftar perkara No. 46/Pid.B/2012/PN.Tgr dan No. 47/ Pid. B/2012/PN.Tgr. Dalam sidang perdana tanggal 7 Pebruari 2012 dan diputus tanggal 18 April 2012 ini memvonis para terdakwa dengan pidana 8 bulan penjara, dan denda yang bervariasi Rp 30 juta dan Rp 20 juta. Sama seperti putusan perkara Rasyid Rajasa, tidak ditemukan publikasi putusan perkara tersebut pada situs Pengadilan Negeri Tenggarong, padahal beritanya dimuat pada laman utamanya. Kesamaan lainnya, putusan perkara ini diketahui telah berkekuatan tetap (disini).

Kasus Kecelakaan Tol Purbaleunyi

Kasus yang menyebabkan kematian seluruh penumpang Daihatsu Xenia di tol Purbaleunyi tanggal 8 April 2013 itu disidangkan di Pengadilan Negeri Bale Bandung mulai tanggal 25 Mei 2013, dengan nomer perkara 394/Pid.Sus/2013/PN.BB, dan diputus tanggal 5 September 2013 lalu. Majelis Hakim yang dipimpin Hanry Henky Suatan "cukup" memvonis terdakwa, Dwigusta Cahaya, selama 1 tahun dari tuntutan Penuntut Umum 5 tahun. Berbeda dengan kedua kasus diatas, kasus ini belum berkekuatan tetap karena banding oleh Penuntut Umum. Tidak ada publikasi putusan pada situs Pengadilan Negeri Bale Bandung hingga dibuat tulisan ini.

Dari ketiga perkara diatas nampak jelas restriksi publikasi putusan secara terselubung oleh pejabat pengadilan.  Setidaknya petugas informasi yang ditunjuk lalai menjalankan Keputusan Ketua MA No. KEP.144/KMA/SKIVIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi Di Pengadilan, yang secara eksplisit menyatakan bahwa putusan dan penetapan Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding yang belum berkekuatan hukum tetap merupakan informasi yang harus diumumkan (Pasal 6 ayat 1 huruf f) melalui sarana informasi lain seperti situs (Pasal 7). Sekalipun ada embel-embel (baca : frasa) "atas perintah Ketua Pengadilan" pada Pasal 6 ayat 2, ketiga perkara diatas tergolong sebagai perkara yang menarik perhatian publik, sehingga embel-embel tersebut tidak menjadi halangan bagi publik untuk mengetahui putusan perkara. Terlebih, Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada Pasal 18 menegaskan bahwa putusan peradilan dikecualikan sebagai informasi yang tidak dapat diumumkan.

Atau, kompasianer lain dan para pembaca punya komentar apa alasan pemangku kebijakan terhadap pembatasan publikasi putusan  tersebut ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun