Perlu waktu setahun untuk bisa menikmati puncak kebersamaan diantara komunitas para pemilik mobil lawas. Mereka disatukan dalam momentum perhelatan yang penuh sentimentil dan romantika bernama Otoblitz International Classic Car Show 2010 atau OICC 2010, tanggal 23 hingga 26 Desember 2010, di Kartika Expo Center, Balai Kartini-Jakarta. Inilah salah satu "habitat" para penggila kendaraan klasik alias retro car. Digagas oleh PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia) dan WAW Production, gelaran ini mengangkat tema "Share The Classic Spririt", berbeda saat penyelenggaraan tahun 2007 : "Toys For Big Boyz", tahun 2008 : "Classics For The Next Green Young Generation", dan tahun 2009 : "Unveiling The Classics Spirit".
Buat kompasianer yang tinggal di Jakarta dan pemerhati mobil klasik mestinya masih ingat ketika tahun 2008 lalu muncul "rivalitas" penyelenggaraannya, yaitu PPMKI yang menggelar International Classic and Sport Car Show (ICSCS) 2008 di Balai Kartini, dan Indonesian Classic Car Owner's Club (ICCOC) yang menggelar Adira Indonesia Classic Car Show (AICCS) di Jakarta Convention Center (disini) dan (disini). Saat itu saya lebih memilih menyambangi acara PPMKI ketimbang AICCS yang dipromotori sang Direktur Utama Asuransi Adira, Stanley S. Atmadja. Dengan lobinya, ICCOC ini juga sempat memamerkan koleksi anggotanya di lantai mal Grand Indonesia.
Seperti tahun lalu, ruang pameran terbagi dua. Lantai atas sebagian besar diisi pajangan mobil buatan Eropa-Amerika, dengan beragam jargon pembenaran kebesarannya, seperti British Sports Car, Euro Classic All Stars, American Classic All Stars, 115th Years Mercedes Benz in Indonesia, Road to 100 Years of Chevrolet, Italian Exotic Cars, Old Pickup Never Dies, dan sebagainya. Tidak gratis untuk bisa menikmati koleksi-koleksi tersebut, pengunjung perlu merogoh kocek Rp 50 ribu. Itu sudah termasuk kenyamanan ruangan berpendingin, plus majalah Motor Trend. Di ruang ini jangan berharap bisa menyaksikan keunikan dan keunggulan koleksi produk negara Samurai sebanyak Eropa-Amerika. Tidak ada penjelasan resmi dari panitia terhadap kuota yang disproporsional tersebut. Sekalipun terlalu spekulatif untuk mengatakan diskriminatif, toh kesan panitia memandang produk Jepang sebagai kasta kelas dua sangat terasa. Diantara produk tersebut dapat dilihat dibawah ini.
Lepas dari cerita diatas, ditahun mendatang mestinya panitia lebih berkomitmen, konsisten dan "bernyali" untuk menggelar pameran bertema klasik. Gelegar dan riuh-rendah kendaraan klasik jangan "disusupi" dengan "virus" kendaraan masa kini seperti foto dibawah ini. Toh ada gelaran unjug gigi tersendiri memamerkan ketangguhan dan kecanggihan teknologi produk terkini, misalnya pada IIMS yang disponsori Gaikindo. Cukuplah disana "habitat" kalian, jangan berekspansi kesana-kemari tebar pesona.
Catatan: karya foto diatas adalah milik pribadi, diambil dengan kamera Canon PowerShot A560.
“Menyadur, mengutip, menyalin, termasuk copy-paste, materi dan/atau kalimat dalam tulisan ini tanpa menyebut/merujuk sumber/pemiliknya adalah pelanggaran etika, dan pidana hak cipta (copy rights)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H