Begitu kira-kira kalimat yang dijadikan klip dalam promosi festival film fantastik atau populer dengan nama INAFF (Indonesia International Fantastic Film Festival) 2009 di Jakarta (13 s/d 22 Nopember 09) & Bandung (27 s/d 29 Nopember 09). Visualisasi kalimat tersebut diekspresikan dari mulut pria yang berbicara didepan microphone. Festival itu sendiri diisi dengan karya film-film bertema horor, thriller, sci-fi, fantasi, anime & B movie, dari berbagai benua Asia, Eropa maupun Amerika.
Menilik dari kalimat tersebut secara utuh, seolah merupakan "disclaimer" dari panitia bagi masyarakat yang ingin menyaksikan festival film tersebut. Dapat dimaklumi mengingat cerita-cerita didalamnya berisi racikan antara ketakutan (fear), ketegangan (tension/shocking) dan keanehan (bizzare) serta efek darah, sebagaimana film horor/thriller/misteri pada umumnya sebagai daya tarik. Buat penikmat film ini seperti menggugah rasa keingintahuan, memacu adrenalin dan terasa menantang (challanging), terlepas dari apakah si penonton seorang pemberani, petualang, atau malah sebaliknya.
Seperti penikmat festival film ini, hari Sabtu, 21 Nopember 2009, saya menonton 3 film sekaligus di Blitz Megaplex, Jakarta. Mulai pukul 17 ("Descent : Part 2"), pukul 19.30 ("The Forgotten One : The Lost Tribe") dan pukul 21.30 ("Skeleton Crew"). Dari ketiga film tersebut, Descent : Part 2 ditonton hampir 3/4 orang dari kapasitas ruang. Luar biasa..! Supra & applaud. Namun dari hingar-bingarnya kemeriahan film-film malam itu (ditambah film berjudul "REC 2" pada jam 19.30), ada 1 hal yang merisaukan saya, dan apabila merujuk kembali pada bunyi "disclaimer" festival ini, panitia justru terkesan "kecolongan".
Bagaimana tidak..? Diantara penonton dalam film "Skeleton Crew" jam 21.30, justru saya melihat 2 orang anak berusia tidak lebih dari 5 tahun ada diantara penonton. Bayangkan, film yang sarat efek darah dan amputasi organ tubuh bisa dinikmati anak kecil..! Sempat sy tanyakan dengan petugas pintu masuk audio soal tersebut, dan dijawab "tidak apa-apa". Cukup mencengangkan..!
Terlepas dari apakah kekhilafan atau kesengajaan panitia, seyogyianya panitia ticketing mengingatkan calon pembeli untuk tidak membawa masuk anaknya. Atau petugaspintu masukbisa mencegah orang tua yang akan membawa masuk anaknya. Tentunya panitia secara keseluruhan perlu membuat standar baku (SOP) bagi penonton yang mengembalikan (redeem) tiket dalam situasi seperti diatas. Selain karena pertanggungjawaban moral, langkah ini perlu agar sinkron dengan promosi festival film dengan "disclaimer" tersebut (yang visualisasinya merupakan klip dari film "Skeleton Crew").
Agaknya panitia perlu mengantisipasi hal ini dan melakukan koreksi standar baku (SOP) bagi penjualan tiket sehingga di tahun-tahun mendatang tidak kembali terulang dalam penyelenggaraan festival.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H