Mohon tunggu...
Wylvera Windayana
Wylvera Windayana Mohon Tunggu... lainnya -

Saya Ibu rumah tangga, Penulis, Trainer Penulisan, dan guru Ekstrakurikuler Jurnalistik di SDIT Thariq Bin Ziyad, Pondok Hijau Permai, Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menularkan “Virus” Menulis pada Anak

1 November 2013   12:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:44 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak yang bisa menulis bukan hanya bertujuan untuk menjadi penulis saja. Sebab, apa pun kelak profesi yang dipilih si anak, kemampuan menulis akan dapat menumbuhkan kreativitasnya dalam menjalankan profesi tersebut. Kemampuan menulis juga dapat memotivasinya menjadi gemar membaca serta membuatnya berwawasan luas. Namun, untuk menjadi gemar dan suka menulis mungkin tak diminati oleh semua anak. Maka, untuk memotivasi mereka agar menggemari kebiasaan ini adalah tugas kita sebagai orangtua, guru, maupun insan yang peduli pada hal itu.

[caption id="attachment_289209" align="aligncenter" width="417" caption="Murid-murid saya dari angkatan kedua."][/caption]

Untuk kepedulian itu, sebagai salah satu orangtua sekaligus guru (meskipun hanya mengajar di kelas ekskul), saya selalu memupuk semangat untuk menularkan kebiasaan menulis ini kepada anak-anak didik saya dengan istilah “virus” menulis. Saya selalu melakukannya kepada anak-anak didik yang saya bimbing sejak 2010 lalu di SDIT Thariq Bin Ziyad Pondok Hijau Permai, Bekasi, tempat saya mengajar pada kelas ekstrakurikuler jurnalistik. Saya selalu menularkan “virus” menulis itu di sela-sela materi jurnalistik yang saya ajarkan kepada mereka. Seterampil apa pun mereka melakukan liputan dan wawancara, mereka tak akan mampu menyusun berita yang bagus jika keterampilan menulis mereka tidak diasah dengan baik. Itu yang kerap kali saya ingatkan.

[caption id="attachment_289210" align="aligncenter" width="526" caption="Liputan ke Panti Asuhan."]

13832822821319667749
13832822821319667749
[/caption]

Awalnya mereka heran, sebab mengira bahwa kelas jurnalistik semata-mata hanya berlatih menjadi wartawan cilik yang baik dengan mampu meliput serta mewawancari narasumber saja. Begitu saya meminta mereka menuliskan reportasenya, barulah mereka menyadari bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan supaya mereka bisa menyajikan berita yang enak dibaca.

Demi mengasah keterampilan mereka, saya tak lupa untuk menyelipkan materi menulis di setiap kali saya bertemu di kelas dengan mereka. Materi itu bisa berupa dari menuliskan cerpen, catatan harian, menulis ulang (rangkuman) berita dari guntingan koran, maupun opini mereka. Saya juga memberikan kesempatan kepada anak-anak itu untuk sekadar duduk di luar kelas atau di luar gerbang sekolah. Mereka saya minta untuk mengamati apa yang terjadi di sekeliling mereka dalam waktu sekitar lima belas menit. Setelah itu, saya meminta mereka kembali ke dalam kelas untuk memberikan laporan pandangan matanya ke dalam tulisan. Saya meminta mereka menuliskan semua yang mereka tangkap lewat panca inderanya. Alhamdulillah, hasilnya lumayan bagus.

[caption id="attachment_289213" align="aligncenter" width="575" caption="Kegiatan menulis di lab komputer dan kelas."]

1383282795794311576
1383282795794311576
[/caption]

Tak hanya itu, untuk mendorong semangat mereka dalam menulis, sesekali saya juga meminta mereka menuliskan apa yang paling mereka sukai, ketahui dan kuasai. Karena menuliskan apa yang paling dikuasai akan memudahkan mereka menuangkan idenya. Imbas dari kebiasaan itu, lambat laun mereka semakin terampil untuk membuat laporan wawancara serta liputan lainnya dalam bentuk tulisan. Saya mengharapkan dua keterampilan sekaligus dapat mereka kuasai selama berada di kelas ekskul yang saya bimbing.

[caption id="attachment_289216" align="aligncenter" width="403" caption="Nonton bareng dan membuat review filmnya."]

13832828961133080616
13832828961133080616
[/caption]

Pertama tentunya keterampilan jurnalistiknya. Untuk level anak-anak seperti mereka, saya membatasi pada keluwesan dalam menyusun pertanyaan serta melakukan wawancara kepada guru, teman sekolah, pedagang di sekitar sekolah, orangtua mereka serta terampil melakukan liputan sederhana di dalam maupun di sekitar sekolah. Kedua, tentunya keterampilan menulisnya.

[caption id="attachment_289218" align="aligncenter" width="421" caption="Wawancara pedagang dan guru."]

13832831301978728031
13832831301978728031
[/caption]

Dari pengalaman mengajar kelas ekskul ini, salah satu murid saya sudah berhasil membukukan salah satu cerpennya yang lolos di lomba menulis cerpen tingkat nasional beberapa waktu lalu. Dan yang lainnya juga telah berhasil menyusun tulisan dari wawancara mereka kepada para pedagang di luar sekolahnya yang dimuat di tabloid sekolah itu. Sementara salah satunya telah berani ikut serta di lomba cerita bergambar tingkat nasional.

[caption id="attachment_289219" align="aligncenter" width="446" caption="Hasil karya murid-murid saya yang dilombakan."]

13832832312073447586
13832832312073447586
[/caption]

Saya berharap, keberhasilan ini tak terhenti hanya pada satu atau beberapa murid saja. Kelak akan ada lagi yang menyusul karena imbas “virus” menulis yang saya tularkan. Semoga. [Wylvera W.]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun