Suatu hipotesa baru soal problem orang yang berkaitan dengan konsumerisme data global ialah memiliki metode spesial dalam penyerapan kabar data yang cuma hanya memandang headline kabar (news headline literation) tanpa memandang lebih jauh isi kabar yang didapat dari sumber sumber terverifikasi misalnya, alih alih melaksanakan komparasi data tersebut, malah setelah itu mengamini kabar tersebut jadi kebenaran subjektif, ini ialah problem yang tidak bisa dikira kecil urusannya.
Terus menjadi lama pola konsumerisme yang tidak komprehensif hingga energi nalar orang tersebut hendak gampang sekali dicoba doktrinasi sesuatu kelompok aliran menyimpang. Paling tidak terdapat 3 langkah strategis yang bisa diamalkan buat menghindari perkembangbiakan bibit radikalisme.
Ketiga langkah itu ialah penelusuran secara berkala serta terstruktur dengan mengenali kelompok- kelompok yang berisiko berafiliasi mengerti radikalisme, meningkatkan program deradikalisasi lewat budaya pintar berliterasi digital, serta mengoptimalkan kerjasama dengan banyak pihak buat mengedukasi yang menunjang sikap radikal.
Sayangnya, nyaris dari seluruh informasi senantiasa menampilkan tingkatan literasi, utamanya literasi baca, tulis serta digital anak Indonesia terletak diklasemen dasar. Semacam informasi UESCO misalnya, yang menampilkan kalau indeks kegemaran membaca anak Indonesia cuma 0, 001 persen yang maksudnya dari seribu anak Indonesia cuma satu yang gemar membaca, tidak hanya itu suatu studi Connectycut University yang berjudul the most literate nastion in the world yang memposisikan Indonesia di posisi 6 puluh satu dari 6 puluh 2 negeri.
Belum lagi Programme for International Student Assassement (PISA) yang memposisikan Indonesia di posisi 7 puluh 2 dari seratus 3 puluh 2 negeri. Sedangkan Indeks Literasi Digital Indonesia terletak pada angka 3, 49 persen.
Darisanalah setelah itu bisa dideskripsikan kalau betapa kecakapan literasi di Indonesia lumayan mencemaskan, memunculkan ciri tanya.
Mencegah Radikalisme dengan Budaya Literasi
Barangkali sejenak kita bisa merefleksikan suatu histori Bangsa Arab serta Zionis, dalam suatu postingan disebutkan kalau sesungguhnya rencana zionis buat menduduki Palestina itu telah dikenal semenjak lama apalagi rencana tersebut diungkapkan 5 puluh tahun saat sebelum pendudukan.
Lalu kenapa setelah itu mereka tidak khawatir orang Arab hendak membaca rencana mereka serta ujung-ujungnya hendak menggagalkan rencana mereka?
Nyatanya terdapat seseorang Yahudi yang dilansir oleh Dokter Raghib As Sirjani dalam bukunya, Spriritual Reading; hidup lebih bermakna dengan membaca berkata kalau:
"Kita orang Yahudi tidak khawatir dengan umat Islam, sebab umat Islam merupakan umat yang malas membaca."