Sopan santun adalah harga diri setiap individu. Apa lagi di Indonesia. Mereka yang tak punya sopan santun akan tertindas oleh sangsi sosial di masyarakat. Tak hanya itu, bisa saja masuk ke meja hijau.
Kemarin malam aku jalan-jalan di Kota Malang. Kota yang dingin di Jawa Timur, dan merupakan salah satu kota ramai pengunjung di Indonesia. Aku tak sengaja memitret sebuah gang yang di sana ada musholanya. Gang itu kecil. Mungkin hanya selebar 1,5 m (sangat banyak gang seperti ini kita jumpai di kota-kota besar di Indonesia dan di manapun saja).
Di Gang tersebut terpampang tulisan "Naik Sepeda Motor Lebih Sopan Lagi Harap Turun". Bukan hal yang unik sih. Tapi dari tulisan itu kita jadi sadar betapa pentingnya nilai sopan santun. Hingga manusia harus dikasi pengingat setiap hari melalui tulisan.
Kesadaran manusia tentang sopan santun tidak semuanya tinggi. Sama halnya dengan kesadaran dalam menulis, kebanyakan manusia Indonesia enggan menulis sebelum ada perintah untuk melakukannya. Andai papan itu tidak ada, pasti setiap hari ada sepeda motor yang dinaiki saat lewat sana. Dan setiap hari akan ada percekcokan antar warga.
Jika kita tarik lebih luas, kasus ini berbanding lurus dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam persoalan Pemilu saja KPU harus sosialisasi sekian puluh kali, dan dengan berbagai media agar masyarakat sadar akan pentingnya Pemilu. Padahal setiap tahun 'ada' yang namanya Pemilu.
Toleransi juga demikian. Presiden hingga harus mendirikan BPIP untuk menangani masalah toleransi (salah satunya). Padahal zaman sudah segini terbukanya. Harusnya sudah selesai masalah toleransi. Tak perlu ada lagi diskriminasi dan saling menyalahkan antar golongan.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H