Mohon tunggu...
Syarif Dhanurendra
Syarif Dhanurendra Mohon Tunggu... Jurnalis - www.caksyarif.my.id

Pura-pura jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Catatanku tentang Shardi si Anak Desa

19 Agustus 2018   19:32 Diperbarui: 19 Agustus 2018   19:42 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Shardi. Iya. Aku ingin menulis tentang dirinya lagi. Entahlah, aku tak tahu kenapa anak desa itu menarik keinginanku untuk menulis tentang dirinya.

Shardi adalah pemuda yang unik. Kini dia sedang menempuh kuliah S1 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Malang. Dia berasal dari Desa Dadapan, desa yang sering kuceritakan di tulisan-tulisanku sebelumnya.

Shardi beruntung mendapat Bidikmisi, sebuah program bantuan biaya kuliah yang dari pemerintah (tentu saja dengan menggunakan uang rakyat) untuk mahasiswa yang orangtuanya termasuk kategori miskin. Tanpa program biasiswa itu, dia tak tahu lagi harus bagaimana menghibur nafsunya untuk melanjutkan pendidikan tinggi.

Bapaknya hanyalah seorang buruh tani yang gajinya hanya 30 ribu perhari. Emaknya adalah ibu rumah tangga yang juga pencari rumput untuk kambing-kambingnya. Bapaknya lulus Madrasah Tsanawiyah, Emaknya lulus Madrasah Ibtidaiyah. Sebuah sekolah non formal di suatu pondok pesantren. Keduanya kini berusia sekitar 60 tahun. Usia yang seharusnya sudah meninggalkan kerja-kerja berat.

Setiap hari hati Shardi menangis mengingat kedua orangtuanya. Dia kecewa karena hingga saat ini masih belum bisa membahagiakan orangtuanya. Dia masih menemouh kuliah semester lima. Itu pun hanya kuliah. Dia aktif di organisasi ekstra kampus. Suatu organisasi yang jelas tidak akan membawa penghasilan (uang) sedikit pun.

Uang sakunya yang ia peroleh dari program bidikmisi adalah 650 ribu per bulan. Itu cair 6 bulan sekali. Terakhir cair adalah bulan maret lalu. Yaitu 3,9 jt. Tapi itu semua udah habis, untuk biaya mondok, bayar utang, dan untuk membeli beberapa keperluan kuliah.

Tanggal 20 Juni 2018 kemarin dia kembali ke Malang (sebelum itu ia mudik di kampung halaman). Sejak tanggal itu dia tidak pernah minta uang saku ke orangtuanya. Dia tidak tega. Wajtu itu orangtuanya memberi ia uang saku 100 ribu. Dia gunakan untuk beli tiket kereta api dan 4 porsi nasi goreng untuk teman-temannya di pondok (di Malang, ia mondok).

Dia beruntung punya kakak pertama yang sudah bekerja. Sudah lulus kuliah. Dari kakak pertamanya itulah dia meminta uang saku. Itu pun dia selalu tahu diri. Tidak mau minta yang berlebih. Dia harus hemat untuk hidup di perantauan. Kakaknya selalu mentransfer uang untuknya. Kadang 200 ribu, kadang 300 ribu.

Setiap kakak pertamanya mentransfer, Shardi selalu mencatat tanggalnya. Dia menghitung kira-kira kapan dia pantas meminta uang saku lagi dengan menghitung penggunaan uang rata-rata 10-15 ribu/hari. Andai uangnya habis sebelum waktu ia "pantas" meminta kiriman. Ia berusaha cari utang ke temannya. Dengan komitmen pertemananlah yang menjadi jaminan utangnya.

Namun Shardi tidak pernah utang langsung dengan nominal yang banyak. Mungkin dia hanya uang 10 ribu hingga 50 ribu. Paling sering, ia utang 20 ribu. Namun, dia juga pernah utang (dan sampai sekarang belum kesaur) dengan nominal lebih besar dari biasanya, yaitu 500 ribu. Dia utang segitu adalah untuk keperluan organisasi yang ia ikuti.

Dia anak yang ceria. Tidak pernah menampakkan masalahnya kepada orang lain. Setiap kami ngopi, dia selalu cerita banyak hal yang menyenangkan. Seperti manusia bebas yang tak punya masalah. Andai orang lain melohatnya, pasti juga tidak akan tahu bahwa Shardi punya masalah yang cukup rumit.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun