Sabtu, 07 Juni 2014
Kompas | Sungai Lagoa, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, itulah sebuah peribahasa lawas yang kerap kita dengar.
Namun hal tersebut bukanlah hanya sebuah pepatah usang, namun kerap terjadi disekitar kita.
Berita ini dilansir setelah beberapa rekan kami, melihat tayangan di layar kaca oleh beberapa media televisi swasta tanah air.
Diantara rekan penulis yang menyaksikan tayangan tersebut, kebetulan ada yang pernah tinggal menumpang disana, sekitar tahun 1978 saat pertama kali merantau menginjakan kakinya di Jakarta.
sebut saja rekan kami tersebut bernama A yang berkomentar ketus saat melihat tayangan televisi tersebut, yang pada tayangannya memvonis memberitakan bahwa terdapat bangunan bangunan kumuh yang dihuni oleh penghuni-penghuni liar: "WAH PELANGGARAN KODE ETIK PERS ITU! TIDAK BENAR ITU BERITA! SAYA PERNAH NUMPANG TINGGAL BEBERAPA BULAN PADA KAWAN SAYA YANG BERNAMA SALEMAN SEORANG POLISI MILITER ORANG AMBON DI LAGOA!" ujar kawan kami dengan geram dan wajah menahan emosi.
Mulanya tujuan pembahasan adalah hanya terkait pelanggaran undang-undang pers yang dilakukan oleh oknum pers televisi swasta tersebut, awalnya kami bermaksud melayangkan surat kepada Dewan Kehormatan Pers.
Tak dinyana pembahasan menjadi sangat panjang, mulai dari kewajiban mengumpulkan fakta dilapangan / cross check sampai kepada maksud pesan tersembunyi penayangan berita tersebut; hal ini dikarenakan pada tayangan tersebut tidak tampak adanya wawancara kepada salah satu warga penghuni, namun hanya berisikan narasi yang menyebutkan bahwa wilayah Sungai Lagoa adalah kawasan kumuh yang dihuni oleh penghuni liar.
Setelah dilakukan penelitian kepustakaan beberapa hari kemudian; ditemukan kondisi bahwa ternyata ada niatan dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) akan melakukan penggusuran kepada warga Sungai Lagoa tersebut, BINGO! inilah pesan terselubung tersebut...
Beberapa hari kemudian dibentuklah tim investigasi pencari fakta, beberapa rekan di utus ke lokasi untuk mengumpulkan fakta yang sebenar benarnya, beberapa diantara kami di utus ke lokasi Jl. IR. H. Juanda, Rawa Lumbu, Bekasi terkait penggusuran ruko-ruko untuk pembangunan jalan layang.
Sesampainya dilokasi tim yang diutus langsung disambut dengan pemandangan spanduk spanduk yang menyajikan keluh kesah saudara saudara kita sebangsa dan setanah air warga Sungai Lagoa yang sedang teraniaya. Spanduk tersebut mewakili hati nurani saudara saudara kita yang dizolimi.
Terlepas dari tudingan kami ikut campur urusan orang lain; satu dan lain hal tujuan menaikkan berita ini adalah berfokus kepada rasa penyesalan, adanya oknum oknum pers yang menyajikan pemberitaan secara tidak berimbang (tanpa hak jawab dari warga Sungai Lagoa).
Niatan kami tulus hanya untuk menyajikan hak jawab dari warga Sungai Lagoa, Tanjung Priok, Jakarta Utara, tanpa bermaksud turut campur urusan orang lain.
Dari data yang dikumpulkan di lapangan berikut disampaikan keluh kesah warga Sungai Lagoa:
- PT. KAI (Persero) tidak pernah datang mengirimkan utusan resmi sama sekali untuk berbicara dari hati ke hati dengan warga setempat.
- Para warga Sungai Lagoa kecewa dan tersinggung adanya upaya melakukan pembunuhan karakter / character assasin kepada mereka, dengan mengirimkan Crew beberapa televisi swasta yang menayangkan bahwa mereka adalah penghuni kumuh & bangunan liar, tanpa ada wawancara/hak jawab dengan salah satu dari antara warga sekitar.
- Perwakilan warga yang diwawancara menyatakan mereka telah tinggal disana semenjak tahun 1949.
- Banyak diantara warga masih memiliki bukti IREDA & IPEDA semenjak tahun 1972, bahkan telah banyak yang memiliki sertifikat, karenanya warga menolak diberikan ganti kerugian yang jauh dibawah nilai NJOP.
- SR (48) perwakilan warga mengatakan sebetulnya lahan yang digunakan oleh warga RW 07, 011 dan 012 adalah milik PT Pelabuhan Indonesia II sebagaimana Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perhubungan RI dengan Menteri Dalam Negeri pada tahun 1972 silam, "HAK PAKAI No.71/88 milik PJKA lokasinya bukan disini pak! (error in objecto), sebenarnya disini adalah Kelurahan Tanjung Priok, Kecamatan Tanjung Priok, stasiun keretanya memang benar itu namanya, tapi daerah yang dinamakan daerah Sungai Lagoa, itu letaknya disana!, contoh seperti terminal bus Ubud di Bali Pak! daerah yang sebenarnya bernama daerah Ubud letak fisik nyatanya berada 4/5km setelah terminal Ubud!" ujarnya ketus dengan wajah nampak kesal, sambil menunjuk ke arah dikejauhan yang terdapat banyak peti kemas/kontainer.
- "Kami para warga menolak ganti rugi yang tidak manusiawi! coba dipikir, apa bisa kami membeli rumah ditempat lain dengan penggantian yang hanya demikian? dimana rasa kemanusiaannya? ini yang dinamakan pelanggaran HAM!" ujar salah satu warga.
Saat ditanya berapa besaran yang dianggap sesuai, tidak dijawab, saat ditanya mengenai penggantian seperti misalkan Rumah Susun namun tidak berdasarkan sistem sewa / bukan Rusunawa? dijawab: "kami akan memikirkannya, yang penting mana itu perwakilan resmi dari Kereta Api? kita perlu adakan pembicaraan dari hati ke hati dong pak! tidak bisa arogan begitu! dulu Pak Jokowi pernah blusukan kemari bilang mau dibangun kampung deret, tapi janji tinggal janji!" tutupnya menyudahi wawancara singkat kami. (ki/07/06/2014).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H