Mohon tunggu...
Aris Kurniyawan
Aris Kurniyawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang pemerhati kehidupan spiritual dan kemanusiaan.Sedang belajar mencintai film dan fotografi. "Contemplationem Aliis Tradere"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebahagiaan Dalam Summa Theologica dan Kakawin Arjunawiwaha

17 Desember 2011   00:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:09 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kebahagiaan

Dalam SummaTheologica dan Kakawin Arjunawiwaha

Mengejar Kebahagiaan

“All men by nature desire to know”, inilah kalimat pembuka yang dipakai Aristoteles dalam bukunya Metaphysics. Kodrat manusia pada dasarnya adalah ingin tahu. Keingintahuan manusia mengandaikan bahwa manusia selalu mengarahkan dirinya pada satu pencarian atau tujuan tertentu. Tujuan inilah yang hendak dikejar dalam hidup manusia. Apa yang dikejar manusia pertama-tama haruslah mengarah pada kebaikan. Aristoteles dalam bukunya Nicomachean Ethics mempertanyakan perihal Hidup Yang Baik; bagaimana manusia mencapai hidup yang baik, atau yang sebaik mungkin? Baik dalam konteks ini tidak dimaksudkan dalam bingkai moral sebagai hidup yang terpuji. Yang dimaksudkan dengan hidup yang baik dalam konteks Aristotelian adalah hidup yang bermutu, atau bermakna. Dalam konteks yang lebih sederhana bisa diartikan sebagai hidup yang terasa penuh dan menenteramkan.

Dalam etika Yunani hidup tidak sekedar hanya hidup begitu saja. Hidup yang sesungguhnya adalah hidup yang kaya akan makna, hidup yang bermutu. Oleh karena itu seluruh etika Yunani bertanya bagaimana manusia dapat mencapai hidup yang baik dan bermutu itu. Aristotels berusaha menjawab persoalan ini dengan memulai mengajukan sebuah pertanyaan; apakah hidup yang baik bagi manusia itu? Aristoteles menjawab bahwa hidup manusia akan semakin bermutu  ketika manusia berusaha mencapai apa yang menjadi tujuannya. Karena dengan mencapai tujuan hidupnya manusia mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. Dengan demikian, hidupnya mencapai mutu sepenuh-penuhnya dan terbuka terhadapa apa saja yang sedang manusia alami. Dengan demikian apa tujuan hidup manusia? Menurut Aristoteles tujuan hidup manusia adalah apapun yang  bergerak dan apapun yang dilakukan manusia demi sesuatu yang baik dan nilai tertentu. Nilai ini menjadi tujuannya. Nilai yang harus dicari adalah nilai demi dirinya sendiri, bukan nilai untuk orang lain atau yang lain. Sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri ini disebut Aristoteles sebagai eudaimonia,atau “Kebahagiaan”. Kebahagiaan inilah yang menjadi tujuan akhir manusia. Bagi Aristoteles inilah puncak dari pencarian dan tujuan terakhir manusia. Ketika manusia sudah menemukan tujuan akhirnya yaitu kebahagiaan, diandaikan manusaia tidak akan mencari sesuatu yang lain lagi. Kebahagiaan itulah yang memiliki nilai baik pada dirinya sendiri. Kebahagiaan bernilai bukan demi suatu nilai lebih lainya melainkan demi dirinya sendiri.

Apa yang sudah diuraikan di atas adalah panorama dari tema kebahagiaan yang dipikirkan oleh Aristoteles. Tema kebahagiaan Aristoteles inilah yang akan membingkai apa yang akan dipaparkan dalam bagian selanjutnya. Tulisan ini hendak mengurai sebuah tema yang sama yaitu tema mengenai “Kebahagiaan”. Tema kebagaiaan yang menjadi pokok dalam tulisan ini lahir dari dua pemikiran besar antara Barat dan Timur. Barat akan diwakili oleh sang pujangga Gereja, filsuf  dan teolog besar yang juga adalah “murid” dari Aristoteles yaitu Thomas Aquinas. Sedangkan pemikiran Timur akan diwakili pujangga besar tanah Jawa yaitu, MpuKanwa yang hiduppadamasapemerintahanPrabuAirlangga, yang memerintah diJawa Timurdari tahun1019-1042Masehi. Jika Thomas Aquinas mengurai kebahagiaan dalam Summa Teologica, Mpu Kanwa mecoba mengurai tema ini dalam bentuk kakawin yaitu Kakawin Arjunawiwaha. Kakawin ini diperkirakan digubah sekitar tahun1030. Dua tokoh ini memiliki kontribusi masing-masing pada situasi dan jamanya. Sumbangan utama mereka salah satunya adalah tema mengenai kebahagiaan. Tema kebahagiaan ini menjadi sanggat menarik karena keduanya memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam menuangkan gagasan mengenai kebahagiaan.

Mengurai soal kebahagiaan memerlukan sebuah pisau yang sedikit agak rumit. Rumit karena setiap manusia dengan pengalamannyadan peristiwa keseharian mereka, dalam ruang dan waktu yang berbeda tentunya akan memengaruhi standar kebahagiaan masing-masing individu. Kebahagiaan pada umumnya tidak memiliki ukuran yang sama rata di dalam masyarakat sebagaimana layaknya hukum yang lahir dari konsensus masyarakat. Kebahagiaan memiliki ukuranya sendiri dan nilainya sendiri-sendiri. Oleh karena itu kebahagiaan tidak bisa dikejar secara berkelompok atau bersama-sama. Kebahagiaan hanya bisa dikejar melalui usaha personal dan dirasakan secara personal. Andaikataadakebahagiaan yang dikejarsecarabersama-samatentunyabukanlagikebahagiaan yang terjadi, melainkankenikmatan.Mengejarkebahagiaanadalah proses dimanamanusiabersamadenganakalbudinyamengaktualisasikantindakan-tindakan yang mengarahpadanilai-nilaikebaikan.

Bertatap muka dengan Tuhan

Thomas Aquinas dalampoininimulaimenguraikantemakebahagiaandenganberangkatdarikerangkadasarAristotelestetapiberusahamemberidimensi yang baru.Dalam SummaTheologica, Thomas Aquinas menguraikansecarakhusustentangkebahagiaan.MasihsamadenganAristoteles, Thomas berpendapatbahwatujuanmanusiaadalahkebahagiaan, dankebahagiaantertinggitercapaidalamtheoria, dalamrenungan para filsuftentangTuhan.Bagi Thomas manusiamencapaikebahagiaanhanyadalamkontemplasimemandang yang ilahi,"Therefore God alone constitutes man's happiness.”Allah sendirilah yang menjadikebahagiaansetiapmanusia.Satu-satunyapandangan yang mampumemberikannilai paling tinggidanabadiadalahTuhansendiri.Pada poin iniakhirnyakerangkakebahagiaan yang dirintisolehAristotelessedikitmengalamipergeseranataumungkinmalahsamasakaliberbeda.JikaAristotelesmenilaibahwaketikamanusiasudahmenemukankebahagiaansemuanyatercukupidantidakakanmencariapa yang lain menurut Thomas justrusebaliknya. Thomas melihathalinitidaklahcukup.Apa yang dikatakanolehAristotelessangatterbatas. Menurutnyatidakmungkinmanusiamencapaitujuanakhirnyadalamduniaini.Apapun yang telahmanusiaperoleh, danapapun yang diciptakantidakcukupmewakilibahwaitusemuamenjadiukurankebahagiaan.Penyebabnyaadalahapa yang dihasilkanolehakalbudimanusiapadaintinyamemilikipotensiuntukterarahpadasesuatu yang takterbatas yang melebihiapa yang ada di dunia. Kepuasanataskehendakdalamakalbudimanusiapadaakhirnyaharussampaipadanilai yang tertinggi, dan nilaiituadalahTuhan.Olehkarenaitudengansendirinyatujuanterakhirmanusiabukansemata-matakebahagiaantetapiTuhan yang menjadisumberkebahagiaanitusendiri.

Tuhanmemangbukanrealitasindrawi yang bisa dialamidalamkeseharianmanusia.RealitasTuhanadapadarealitasadikodrati yang tidakbegitusajabisa diindrai.Kebahagiaansejati yang dikejarmanusiaadalahrealitas yang tidakterjadiketika di duniamelainkanrealitas yang melampaui. Pandangan yang membahagiakan atau visio beatifica, hanya dapat tercapai ketika manusia sudah meninggal atau berada di surga, tempat dimana manusia bisa memandang wajah Tuhan secara langsung. Situasi dimana manusia saling bertatap muka dalam kontemplasi abadi inilah yang disebut sebagai puncak kebahagiaan manusia. Dengan demikian kebahagiaan tidak bisa diharapkan ketika manusia berada di dunia. Kebahagiaan yang harus dikejar oleh manusia adalah kebahagiaan untuk bertemu dengan Tuhan.

Gagasan ini tentunya mengandung konsekuansi dan mungkin mengubah gagasan kebahagiaan yang dipikirkan oleh Aristoteles. Konsekunsi yang harus ditanggung dari gagasan ini adalah manusia harus mengubah konsep dan makna hidup di dunia ini dengan tidak mengejar kebahagiaan di dunia. Jika pada akhirnya kebahagiaan manusia baru ditemukan setelah manusia mati, maka selama manusia hidup manusia tidak perlu terlalau mencari kabahagiaan di dunia ini. Yang paling penting yang dikerjakan manusia adalah bagaimana caranya manusia bisa mengisi hidupnya sedemikian rupa sehingga sesudah hidup ini ia benar-benar menemukan kebahagiaan. Thomas menawarkan sebuah kebahagiaan yang sepenuh-penuhnya. Selama di dunia manusia tidak akan menemukan dan mencapai kebahagiaan yang benar-benar bahagia. Tuhan sebagai nilai tertinggi adalah juga kebahagiaan tertinggi menjadi tujuan akhir manusia. Hanya kepada Tuhanlah kehendak manusia tertarik dan manusia akan benar-benar bahagia apabila ia dapat memandang wajah Allah seperti kerinduan St. Teresa dari Yesus yang ingin mati karena ingin melihat Allah.Thomas Aquinas dengan locus filsafat yang dipondasikan pada pemikiran barat secara khusus Aristoteles melihat bahwa kebahagiaan itu ditemukan di dalam Tuhan memiliki sumbangan yang khas bagi khasanah filsafat barat. Namun demikian apa yang dipikirkan oleh Thomas juga akan berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh pemikir timur.

Dharma Ksatria

Kakawin Arjunawiwaha sesungguhnya adalah sebuah kisah atau wejangan guru kepada muridnya. Kakawin Arjunawiwaha yang ditulis pada abad 11 ini sejatinya memilki kemiripan dengan kisah dalam Bagavad Gita. Kisah dimana Kresna memberikan nasihat kepada Arjuna ketika berada dalam pertempuran di Padang Kurusetra. Apa yang di bicarakan dalam Kakawin Arjunawiwaha adalah sama persis dengan apa yang dibicarakan dalam Bagavad Gita. Keduanya memiliki kesamaan berkaitan dengan dharma sebagai ksatria. Dalam Bagavad Gita dikisahkan Arjuna mengalami kebimbangan dan kesedihan yang tak terlukiskan karena dia harus membunuh gurunya sendiri yaitu Bisma. Sebagai seorang murid tentunya dia tidak mungkin membunuh orang yang telah mendidik dan membesarkan dia serta mengajarkan banyak hal dalam hidupnya. Dalam situasi ini peran Kresna amat dibutuhkan, untuk meneguhkan Arjuna. Dialog antara Krena dan Arjuna inilah inti dari Bagavad Gita. Sebagai seorang ksatria tugas utama Arjuna harus berperang dengan kata lain membunuh lawan. Maka sudah dengan sendirinya sebagai ksatria ia harus membunuh gurunya Bisma. Dengan membunuh inilah ia menjalankan dharmanya. Dharma sebagai kesatria.

Kakawin Arjunawiwaha dalam situasi yang sama juga berada dalam posisi uraian atau nasihat menjalankan dharma. Uraian empu Kanwa kepada rajanya Airlangga. Pemahaman Kakawin Arjunawiwaha itu sangat penting sebagai persiapan Sang Prabu Airlangga yang berusaha mempersatukan Jawadwipa. Karena itu di dalam karya agung ini, pemeran utamanya bukan Dewa, tetapi Ksatria Arjuna sebagai gambaran Sang Prabu Airlangga sendiri. Gambaran Arjuna dalam kisah yang tertuang dalam kakawin ini sesunggunya adalah gambaran Airlangga sendiri.  Kekawin ini mengajak setiap orang untuk memahami dan merasakan kebesaran Arjuna. Dimana Arjuna sesungguhnya adalah pribadi yang menghayati hukum alam semesta dan memahami dharmanya serta perannya dalam kehidupan. Dharma yang ia pegang adalah memulihkan ketertiban dunia. Dalam laku tapa yang ia lakukan Arjuna menemukan kebebasan sejati yaitu bebas dari keinginan mencapai kebebasan. Kebasan sejati menyeluruh terjadi ketika aku dan kami berakhir. Arjuna hanya berusaha menjalankan dharma sepenuh hati, dan tidak lagi memikirkan tujuan lain termasuk keinginan untuk moksa. Inilah gambaran Arjuna yang menjadi gambran diri Airlangga. Oleh karena itu jika Airlangga ingin menjalankan dharmanya sebagi raja yaitu untuk menegakkan kebenaran dan membuat persatuan seluruh Jawadwipa maka harus mencontoh Arjuna.

Salah satu nukilan dharma yang harus dilakukan oleh Airlangga terdapat dalam Pupuh 1 bagian 1;

Bahasa Jawa Kuna

Bahasa Indonesia

Oṃ awighnamastu

Pupuh 1 – Śardūlawikrīdhita
1.
a. ambĕk sang paramārthapaṇḍita huwus limpad sakêng śūnyatā
b. tan sangkêng wişaya parayojñananira lwir sanggrahêng lokika
c. siddhāning yaśawīrya donira sukhāning rāt kininkinira
d. santoṣâhĕlĕtan kĕlir sira sakêng sang hyang Jagatkāraṇa

Om. Semoga tiada halangan.

Pupuh 1. Sardulawikridita

1.
a. Hati milik Sang Bijak Utama sudah melampaui Kehampaan.
b. Bukan karena terdorong nafsu maksudnya, seolah-olah saja menyambut yang duniawi.
c. Berhasillah jasa dan kebajikan tujuannya. Kebahagiaan dunia diusahakannya.
d. Teguh sentosa, tersekat layar pewayangan dia dari Sang Penyebab Jagad.

Apa yang tertuang dalam pupuh 1ini adalah bagian penting yang menjadi misi Arjuna dalam menjalankan tugasnya ketika memulai tapa bratanya di gunung Indrakila. Keteguhanya dalam menjalankan dharma ini melewati beberapa ujian yang sulit. Arjuna digoda oleh tujuh bidadari yang disuruh Bathara Indra.  Setelah lolos dari godaan para bidadari Bathara Indra sendiri menguji apakah Arjuna sesungguhnya seorang  ksatria yang penuh keyakinan atau hanya sekedar lari dari keduniawian lewat rupa resi ua yang memperolok rasa ksatra Arjuna. Gangguan kecemasan oleh Mamangmurka yang tidak lain adalah Bhatara Guru. Setelah melewati ujian demi ujian akhirnya Arjuna berhasil menyelesaikan tapa bratanya, mendapatkan Pasopati untuk mengalahkan sifat kebinatangan dalam diri dan akhirnya Indra memberinya tugas untuk membunuh Sang Niwatakawaca, raksasa yang mengancam ketentarman kayangan.

***

Mengejar Kebahagiaan

Menjalankan dharma sesungguhnya tidak lain adalah usaha untuk mengejar kabahagiaan. Apa yang tertuang dalam bagian pupuh diatas adalah usaha dan disposisi untuk mengejar kebahagiaan. Kebahagiaan macam apa? Kebahagiaan yang dicapai degan sungh-sungguh menjalankan dharmanya. Dharma yang dikejar oleh Arjuna bukan terletak pada kekuasaan dunaiwi, kenikmatan nafsu-nasfu yang dilambangkan dengan bidadari. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah situasi ketika keinginan pribadi terlewati “ambĕk sang paramārthapaṇḍita huwus limpad sakêng śūnyatā”. Kebahagiaan adalah situasi dimana hati itu melampaui kehampaan atau kefanaan.

Sang Niwatakawaca adalah simbolisme dari keinginan-keinginan yang harus dikalahkan harus dilenyapkan. Ia penuh dengan hawa nafsu keangkara murkaan, kesombongan dan berniat untuk menundukan para dewa. Sesungguhnya keinginan-keinginan semacam ini adalah bagian dari perjalanan menuju kebahagiaan sejati. Untuk mengalahkan gambaran Sang Niwatakawaca yang tidak lain adalah “pikiran” yang penuh nafsu ini diperlukan keteguhan hati, ketulusan dan kemurnian hati. Hanya dengan menaklukan aku maka Sang Niwatakawaca bisa dikalahkan. Kekalahan Sang Niwatakawaca dengan bantuan dewi Suprabha membuat Arjuna diundang ke khayangan dan memperoleh wiwaha (perkawinan) dengan ketujuh bidadari dan juga dewi Suprabha. Lalu kembalilah Arjuna ke Ngarcapada setelah tinggal di kayangan selama tujuh purnama.

Inilah nulikan kisah Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa. Kisah ini adalah kisah perjalanan batin untuk mencapai kebahagiaan sejati yaitu dengan menjalankan dharma. Kisah Arjuna lulus dari beberapa godaan ilusi duniawi: godaan bidadari duniawi; cemoohan resi tua jelmaan Bathara Indra; gangguan kecemasan oleh Mamangmurka, dan kemudian kerendahan hati terhadap ksatria jelmaan Bathara Guru. Selanjutnya Arjuna mendapatkan senjata Pasopati, penakluk sifat hewani dalam diri. Selanjutnya dengan dibantu api, cahaya ilahi, Arjuna dapat mengalahkan Raksasa‘Pikiran’Prabu Niwatakawaca. Arjuna telah mengalahkan maya, ilusi duniawi. Ketujuh bidadari adalah tujuh pusat energi dalam diri manusia. Ketujuh bidadari, daya sakti yang bersemayam dalam dirinya telah bangkit menyatu dengan dirinya membakar semua racun hati dan menghasilkan tirta amerta, air kehidupan. Setelah memperoleh jati dirinya, Arjuna kembali turun ke duniawi dengan penuh kesadaran. Semua perjalanan diatas adalah gambaran perjalanan batin yang harus dilalui oleh Airlangga dalam usaha menjalankan dharmanya. Begitu juga kembalinya Arjuna dari khayangan ke Ngarchapada dimaksudkan Mpu Kanwa sebagai kembalinya Airlangga meneruskan Dharmanya setelah ia menemukan jati dirinya sebagai Arjuna.

Perjalanan Arjuna melewati sekian banyak godaan merupakan petunjuk Mpu Kanwa kapada Airlangga untuk melakukan semua tindakan yang dilakukan Arjuna. Apa yang dilakukan oleh Arjuna sesungguhnya adalah usaha menemukan diri. Penemuan akan jati diri ini harus juga dialami oleh Airlangga sehingga tugas dharmanya di dunia dapat diselesaikan dengan penuh kesadaran. Inilah kebahagiaan sejati yaitu menjalankan dan menyelesaikan dharmanya dengan penuh kesadaran.

Dua Warna Kebahagiaan

Usaha menemukan dan mencapai kebahagiaan sejati adalah usaha yang khas dalam diri manusia. Kebahagiaan selalu dikejar karena hanya lewat kebahagiaanlah manusia menemukan kepenuhan hidupnya. Kebahagiaan adalah sebuah keharusan yang terus selalu diperjuangkan. Dengan caranya yang khas dua tokoh pemikir dan pujanga ini mengambil posisi dan menempatkan konsep kebahagian dalam bingkai yang bebeda dengan karakter yang berbeda pula. Thomas Aquinas melihat bahwa kebahagiaan adalah bagian yang tidak mungkin ditemukan ketika di dunia. Kebahagiaan yang Thomas refleksikan dalam Summa Teologica ada pada situasi dimana manusia bertemu dengan Allah dari muka ke muka. Kebahagiaan yang sejati terjadi dan mengalami kepenuhanya ketika manusia mampu memandang Allah. Dan kebahagiaan semacam ini terjadi ketika manusia mengalami kematian.  Ketika manusia hanya bisa menemukan kebahagiaan setelah kematian maka konsekuensinya manusia tidak perlu mencari kebahagiaan di dunia. Lantas apa yang manusia kerjakan selama di dunia? Yang manusia kerjakan adalah mengisi hidupnya untuk mempersiapkan sebaik-baiknya situasi kebahagiaan yang akan dijumpai setelah kematian.

Refleksi Thomas Aquinas dengan sudut pandang barat ini tentunya  amat berbeda dengan apa yang di kisahkan Mpu Kanwa dalam Kakawin Arjunawiwaha. Dengan background  timur yang khas akan tradisi Hindu. Mpu Kanwa mencoba melihat sisi lain kebahagiaan yang ditemukan di dunia yaitu dengan menjalankan dan menyelesaikan dharma. Jika hidup sebagai raja dharma sebagai raja itulah yang harus di selesaikan, jika sebagai ksatria ya dharma sebagai ksatria itulah yang harus diselesaian. Tugas menyelesaikan dharma masing-masing inilah gambaran kebahagiaan manusia Jawa. Kebahagiaan yang tidak langsung turun dari surga melainkan harus dicapai melalui usaha-usaha manusiawi dengan menyucikan diri, menyangkal keinginan, nafsu-nafsu dan “laku tapa”. Hanya dengan melewati serangkaian peristiwa hidup dan melakukannya dengan kesadaran setiap manusia Jawa akan sampai pada kepenuhan dharmanya.

***

Sejatinya kebahagiaan itu menuntut sebuah usaha baik itu terjadi ketika di dunia atau sesudah kematian. Dengan caranya yang khas Thomas Aquinas dan Mpu Kanwa memberi warna tersendiri dalam usaha mencapai kebahagiaan manusia. Dua pemikiran besar ini seperti yang saya katakan diatas memiliki locus filsafat masing-masing dan memberi warna dalam kultur kebudayaan pada masanya. Menjadi sangat menarik bahwa ternyata dalam dua pemikiran Barat dan Timur tema kebahagiaan ternyata juga menjadi pergulatan para pemikir besar. Thomas Aquinas dengan logika Aristotelian mencoba melihat kebahagiaan adalah sesuatu yang harus dikejar oleh manusia dan dengan sedikit menyempurnakan apa yang Aristoteles uraikan tentang kebahagiaan. Thomas mengurai bahwa kebahagiaan itu pertama-tama ditemukan hanya ketika manusia mampu memandang dan bertatap muka dengan Tuhan dan itu terjadi setelah kematian.  Sedangkan Mpu Kanwa dengan karya termasyurnya Kakawin Arjunawiwaha mencoba melihat pergulatan manusia untuk mencapai kebahagiaan dengan melaksanakan dharmanya. Hanya dengan menjalankan dharmalah setiap manusia menemukan kebahagiaan.

Dalam caranya masing-masing kedua tokoh ini memberi kontribusi yang khas pada pemikiran filsafat tentang kebahagiaan. Tulisan ini tidak hendak menunjukan mana yang lebih baik dan lebih masuk akal. Keduanya meski berbeda tetapi memiliki karakter khas dalam mengurai tema mengenai kebahagiaan. Dua pemikiran ini diharapkan mampu berjalan beriringan sehingga menunjukkan tujuan manusia yang sesungguhnya. Sampai pada akhirnya kebahagiaan yang sejati ditemukan oleh setiap manusia. Entah itu ketika di dunia maupun ketika mati. Kebahagiaan sekali lagi tidak punya ukuran dan kapasitas komunal karena kebahagiaan adalah proses pencarian yang harus di kejar oleh setiap orang secara personal.

Metaphysics book I. E Books@Adelaide, The Univesity of Adelaide Liberary, University of Adelaide. 2005

Aristotele, Nicomachean Ethics, Roger Crisp (ed) , New York, Cambridge University press, 2004, hlm. X

Bdk.FranzMagnis Suseno, 13 Tokoh Etika, Yogyakarta, Kanisius, 1997, hlm.29

Aristotele, Nicomachean Ethics, hlm. 28

Aristotele, Nicomachean Ethics, hlm. X

Konsepkebahagiaan yang dikejarbersama-samaadadalamkonsep utilitarian yang digagasoleh John Stuart Mill;prinsipdasarutilitarianismeadalahkebahagiaanterbesarbagisebanyakmungkinpihak.Konsepkebahagiaansemacaminidipakaiuntukmenggantikankonsepmeningkatkankenikmatandanmengurangi  rasasakit. Orang yang mengalamai rasa sakitmungkintidakmengalamikenikmatan, tetapimungkinsajaiadapatmerasakankebahagiaan. Bdk. Reza A.A Wattimena, FilsafatdanSains, Jakarta, Grasindo,2008. hlm. 67

Thomas Aquinas, Summa Theologica,I-II q. 2 (ST)

Franz Magnis,hal. 82

ST I-II q.2 a.8

“I want to see God, and I must die before I can see Him.”The Collected Works of St. Teresa of Avila, Volume 1,Chapter 32: paragraphs: 1,2,3. Published by Institute of Carmelite Studies Publications, Washington, D.C

Diambil dari situs wikisource.org; Kakawin Arjunawiwaha (Teks ini telah diterbitkan oleh Friedrich (1850), Poerbatjaraka (1926) dan Ignatius Kuntara Wiryamartana (1990) serta Dinas Pendidikan Bali (1990). http://id.wikisource.org/wiki/Kakawin_Arjunawiw%C4%81ha diakses 18 November 2011. 22:10 pm

Arjuna, Sang Idola Nusantara Dalam Kakawin Arjuna WiwahaOleh Triwidodo Djokorahardjo, https://www.facebook.com/note.php?note_id=160376889020 diakses 18 November 2011. 22:25

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun