Mohon tunggu...
Zakiyah Taufiqy
Zakiyah Taufiqy Mohon Tunggu... -

Adalah seorang akademisi muda yang berusaha untuk mewakafkan dirinya demi kemajuan pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru: Antara Jati Diri dan Rupiah Pendidikan

22 Januari 2015   00:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:39 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh: Zakiyah Taufiqy

Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan saat ini mengalami pergeseran yang cukup fantastis di setiap sudutnya, pendidikan benar-benar berada pada limit gonjang-ganjing yang tak kunjung usai. Perubahan secara gradual ini,  menimbulkan efek yang dimensial. disatu pihak, berkembang secara pesat dan dipihak yang lain terjadi peredupan sosial-budaya dan nilai-nilai dasar pendidikan itu sendiri. Salah satu peredupan nilai pendidikan berasal dari aktor yang selama ini disebut-sebut sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”. Ya, seorang guru yang seharusnya menjadi sosok yang paling sentral dalam rangka pembangunan karakter dan revolusioner bagi kelangsungan kehidupan bangsa, saat ini berada pada titik kebimbangan. Pada dasarnya, guru adalah mereka yang menjalankan tugasnya dengan penuh keikhlasan dan semangat revolusioner mendidik anak bangsa, bukan mereka yang berorientasi pada “rupiah” belaka, mengajak tanpa mendidik, menjadi presensi tanpa menjadi motivator sejati bagi  siswa disekolah. Benar, bahwa semua makhluk hidup membutuhkan kesejahteraan, begitupun juga seorang guru, tapi jangan jadikan hal itu sebagai tujuannya. Mengapa? Karena posisi guru hanyalah alat untuk berbuat baik lebih banyak lagi dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia yang masih jauh dari harapan.

Di era yang sudah didominasi dengan hedonisme ini mau tidak mau menuntut guru untuk bersifat pragmatis. Mendorong sebuah keinginan diri untuk lebih sejahtera dengan profesinya. Hal ini sah saja didapatkan apabila diiringi dengan niat dan kerja keras penuh keikhlasan untuk membangun generasi-generasi emas di jalur pendidikan. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak guru yang keliru meyusun kerangka-kerangka niat dan tujuannya seiring dengan berkembangnya tawaran-tawaran menggiurkan dari pemerintah “yang katanya” sebagai bentuk apresiasi kepada besarnya jasa seorang guru. Dengan adanya sertifikasi, gaji PNS yang lumayan untuk kelangsungan hidup seorang guru menjadi sebuah boomerang  bagi niat tulus tanpa pamrih dalam membangun peradaban negeri ini. Ketika dihadapkan dengan hal tersebut, seorang guru mempertaruhkan visi misi dan prinsip-prinsip yang seharusnya sudah tertanam sejak ia akan menginjakkan kaki pada ruang pengabdian besar untuk pendidikan. Lain lagi ceritanya apabila seorang yang menjadi guru sudah membubuhkan niat awal memang untuk pangkuan hidup dan harapan untuk kesejahteraan hidupnya. Sungguh sebuah perubahan paradigma yang akan memporak-porandakan kelangsungan pendidikan di era mendatang.

Miris ketika saya melihat sebuah liputan aksi demonstrasi komunitas guru yang menuntut kenaikan gaji  kepada pemerintah. Kamanakah perginya suri teladan yang selama ini didengung-dengungkan?? Seorang guru yang biasanya mengajarkan kesabaran, rasa legowo dengan putaran kehidupan yang dihadapi, ternyata sebaliknya, malah mempertontonkan sikap yang kurang pantas dilakukan oleh seorang pembangun perdaban bagi tanah air ini selanjutnya. Menaggapi kejadian diatas, haruslah ada rasa saling pengertian antara guru sebagai pendidik dan pemerintah sebagai birokrat. Akan tetapi, ketika dihadapkan dengan sebuah kesulitan, bukankah sewajarnya seorang pendidik yang selama ini mempunyai citra sebagai “kelompok suci” yang harusnya lebih mengerti dari pada pelaksana birokrasi yang selama ini kita tahu banyak ditemukan kebusukan lalu lalang dalam ruangannya?. Pernah saya mengikuti sebuah pelatihan guru, jam istirahat saya bergabung dengan sekerumunan guru yang serius membahas sesuatu yang sepertinya sangat menarik untuk kemajuan pendidikan. Dugaan awal, saya akan bertukar informasi membahas  inovasi-inovasi  pengajaran yang akan saya kembangkan  dengan sedikit mengimitasi ide-ide mereka, ternyata prasangka saya salah besar, mereka memang membahas problema pendidikan, tetapi bukan hal yang mengarah kepada opini-opini kreatif guna membangun keberlangsungan pendidikan, melainkan sebuah diskusi  dan  obrolan mengenai berapa rupiah yang akan mereka dapatkan setelah mengikuti pelatihan. Sungguh meggelikan. betapapun seorang guru adalah sandaran dan harapan bangsa ini untuk menemukan sebuah titik revolusi yang akan mengubah wajah negeri yang begitu kusam menjadi cerah tanpa celah.

Yang jelas dan utama adalah guru harus memenuhi kualifikasi akademik dan kriteria “Plus-plus”. Artinya selama ini banyak guru yang pandai secara akademik, namun tidak mampu menjadi pendidik yang dapat memberi motifasi dan semangat bagi siswanya. Disisi lain, seorang guru juga harus mempunyai  rasa  empati dan sosialisasi  tinggi untuk merangkul semua elemen masyarakat serta sektor dan lini kehidupan yang beragam, sehingga akan tercipta sebuah pendidikan holistic, pendidikan tanpa batas.  Inilah yang disebut dengan kemampuan “plus-plus”.

Menarik ketika saya mendengar pernyataan dari menteri pendidikan dasar dan menengah  kabinet kerja, Anis Baswedan. Bahwa ada sebuah tradisi yang perlu untuk diluruskan dalam pendidikan kita. Yaitu tentang  guru yang menayakan kepada murid-muridnya mengenai masa depan mereka. Seringkali kita dengar, atau bahkan kita sendiri yang melakukannya, dengan menanyakan kepada generasi  bangsa ini dengan pertanyaan “ kelak, kalian mau jadi apa?” ketika direnungkan pertanyaan bersifat praktis, teoritis dan pasif. Menurut beliau, seharusnya kita menanyakan kepada mereka dengan pertanyaan aplikatif, aktif dan persuasif seperti “kelak, kalian akan berbuat apa untuk kemajuan bangsa ini?” hal ini seperti sepele, tapi akan menjadi sebuah doktrin untuk penanaman mental-mental tangguh calon pemimpin bangsa ini selanjutnya.

Akhirnya, saya sendiri menyimpulkan, bahwa seorang guru haruslah mempunyai niat dan kerja keras penuh keikhlasan dalam mendidik bangsa ini. Jangan pernah terbersit dengan apa yang akan kita dapatkan, bukankah ALLAH akan menjamin kesejahteraan orang-orang ikhlas yamg berjuang di jalanNya? Adapun gaji yang selama ini kita terima, berapapun jumlahnya, hanyalah sebuah panjar yang tidak bernilai apa-apa dibandingkan dengan kenikmatan dan kebahagiaan yang akan kita terima di akhirat nanti. Wallahua'lam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun