Sabtu
Pukul 06.30
Sepagi ini kamu sudah datang ke toko bungaku. Bahkan sebelum aku datang dan membuka toko ini, kamu sudah berdiri di depan pintu. Tidak seperti biasa, kamu berdiri agak kikuk. Sisa pertengkaran kita selepas Lebaran bulan lalu masih begitu terasa. Sebenarnya, aku pun agak kaget waktu melihatmu sudah berdiri menungguku datang.
Kupikir setidaknya kamu tidak akan menemuiku hingga sebulan ke depan. Aku tidak pernah menulis lagi tentangmu sejak bulan lalu, sejak pertengkaran kita dan sejak kamu tidak datang lagi ke toko bungaku. Kupikir semua di antara kita sudah selesai.
“Masih marah?” kamu bertanya dengan suara yang sebisa mungkin dibuat biasa saja.
“Enggak, Bi.” Kujawab, kamu tidak percaya. Aku membuka pintu toko, masuk, segera memulai aktivitas seperti biasa. Kamu mengekor sebentar, kemudian tiba-tiba duduk di salah satu kursi di ujung ruangan. Sikapmu masih tidak biasa. Aku tahu kamu ingin bertanya banyak hal kepadaku.
“Sebentar lagi aku akan ditugaskan ke Amerika,” kamu membuka pembicaraan.
Ini masih soal lamaran itu kan, Bi?
Kamu melamarku lagi bulan lalu, di depan Mama. Ingat? Waktu kamu bilang ingin mengajakku jalan-jalan selepas tarawih, aku amat menantikannya. Aku selalu bahagia setiap mendengar kamu ingin mengajakku jalan-jalan. Aku selalu menduga-duga ke mana lagi kamu akan membawaku pergi.
Kamu pernah membawaku jalan-jalan keliling Jakarta pukul 3 dini hari waktu kita masih kuliah semester dua. Kamu pernah membawaku ke toko komik tua yang letaknya jauh tersembunyi di belakang keramaian kota. Kamu juga pernah tiba-tiba membawaku ke pasar tradisional yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Aku suka sekali mendeskripsikan setiap tempat yang kamu tunjukkan di setiap tulisanku. Tempat-tempat itu selalu luar biasa. Selalu bisa membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.
Malam itu, aku bertanya-tanya dalam hati, tempat mana lagi yang akan kamu tunjukkan?