Mohon tunggu...
Lando Hamzah Dunggio
Lando Hamzah Dunggio Mohon Tunggu... Dosen - Pray, Learn, Eat, Sleep, and Sport

Sebagai Dosen muda di Universitas Bina Mandiri Gorontalo, sekarang menjabat sebagai sekretaris Program Studi D3 Analis Kesehatan (Ahli Teknologi Laboratorium Medik - ATLM). Dengan Konsentrasi Bidang Studi Biologi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nissa

24 Januari 2015   16:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:27 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14220674021606229247


01 Juni 2013

Kicauan burung terdengar merdu di pagi buta, ayam pun tak kalah berdendang. Udara pagi berhembus lembut menghangatkan ruang kamarku. Berusaha menggelitikku namun ku berusaha untuk terus memejamkan mata. Namun ada-ada saja usaha alam mengusik waktu tidurku. Sinar mentari yang membelah udara menembus sela-sela pentilasi kamarku juga ikut ramai menghangatkan darah segar dalam tubuhku. Dan baru kusadari mereka ! Alaram ku! iya mereka sering ngingatin aku untuk bangun pagi agar aku nggak terlambat lagi ke kampus. Jam dinding di kamar menunjukkan angka kematian ku. Busyett udah jam 7.30.

“Oh my Gooosssh… Buu !!!” teriak ku panik ke Ibu.

Kebiasaan deh, aku kesiangan bangun. Padahal pagi jam 8.00 ini aku ada mata kuliah anatomi dari pak Asep. Waduhhh kacau dah aku. Jangan sampe dah aku nggak lulus mata kuliah ini. Kacau-kacau-kacaauuuuu!! Bergegas aku melompat tak karuan dari tempat tidur, menuju kamar mandi. Putar kran air. Ngambil em pe tri … dan langsung tekan volume (+). Bunyi percikan air kalah merdu sama suaranya Chris Brown – With You yang saat itu menemani kepanikanku. Memang hanya lagu ini yang bisa ngilangin rasa panikku. Apapun itu… dikenjar anjing, di patok ayam betina, termasuk panik karena gue terlambat pagi ini. Aaarggghhh… segerrr… segerrr… . terlihat ibu selesai merapikan tempat tidurku. Ibu pun sudah menyediakan pakaian rapi untuk ku pagi ini.

“makanya jangan lupa pasang alaramnya Nouu, kamu tuh bukan anak remaja lagi yang harus dibangunin tiap hari”. (Nou adalah nama kesayangan anak perempuan di daerahku Gorontalo)

“iya Buu..”

“Mestinya kamu itu, bangun subuh dan sholat bareng sama Nisa, Ayah dan Ibu”. kembali yang 1000 x Ibu menasehatiku dengan serangkaian kata yang sama disetiap pagi.

Maafkan aku Ibu, kali ini aku belum bisa mengindahkan ucapanmu. Aku hanya bisa menatap dalam mata ibu yang selalu dan tak pernah lelah menasehatiku. Bibir yang selalu terbasah dengan zikir selalu saja sesekali membuatku berkaca dan tertegun. Tapi sifat ku yang liar masih belum siap untuk berada dalam asa Ibu dan Ayah. Aku tahu ibu dan Ayah menginginkan yang terbaik untuk aku dan Nisa. Tapi kali ini enggak Bu. Aku masih labil. Aku memang beda sama Nisa yang selalu nurutin nasihat Ibu dan Ayah, Pandai mengaji, rajin membantu Ayah dan Ibu. Aku akui itu, meski seharusnya aku anak tertua yang tak tahu malu. Bisikku kecil dalam hati.

“aduh… Ibu aku dah buru-buru nih, bye”.

Dan akhirnya…permirsa! Syukurnya benar-benar gila, kali ini aku nggak telat masuk di kelas Pak Asep. Loe loe pade tawu ga, Pak Asep itu dosen yang paling dan paaaaaaaaling disiplin ! Panjang kan paaaa nya? Karena emang realitanya begitu Cin! Orangnya juga konsisten. So’ kalo kamu sekali saja berani terlambat di kelasnya, atau kamu nggak ngumpulin tugasnya tepat waktu. Hehe… minta ampun + sogok 100 ribu. jangan harap kamu LULUS dan selamat datang di tahun depan bersama beliau Rite !!? dan itu artinya wisuda mu jadi ga tepat waktu. Hahaha … jangan coba-coba !

***

25 Agustus 2013

Kali ini aku tidak memilih untuk hang out bareng mereka. Memang kebiasaan setiap selesai perkuliahan, mereka sering ngajak aku. Tapi tidak untuk kali ini. Entahlah. akupun tak mengerti kenapa akhir-akhir ini aku jadi dingin dengan perasaanku, jiwa yang dulu begitu menikmati suasana malam, clubbing, dancing, tapi kali ini benar-benar tidak !!! bahkan kali ini tak seperti biasanya aku yang dulunya antusias ngajak mereka Jenk Iki dan lainnya hang out. Sekarang cukuplah bagiku melihat keributan mereka dari sudut kelas ini. ada yang Make up­-an. Siapa lagi kalo bukan jeng Iki, Loli, dan beberapa musuh Tyra Bank lainnya. Beberapa lelaki eksekutif yang tak kalah dandan sama teman-teman cewekku juga terlihat mengobral barang mewah mereka, Gadget, mobil, sama parfum eksekutive manly­- ya gitu dah ! anak-anak pejabat.

“Cin, Loe ga ikut ? yuk … bentar aja”. Ajak Jeng Iki manusia anomali.

Anomali ? Cacat kah ? Hmmm.. bisa ya bisa tidak ! Pokoknya ganda. Uupss.. Ya gitu deh… aku aja kalah dandan sama dia. Tapi aku suka kepribadiannya. Di balik jiwa adam, roh wanita dalam dirinya bisa mengerti dan selalu jadi penyejuk dikala ku galau.

“aku mawu stay disini aja Jenk, after You

“Hmmm okay sweety, tapi janji ya… kalo butuh bantuan. Telpon aku jja.”

Senja kala itu seakan tersenyum sinis melihat segerombolan teman-temanku yang tertawa belalakan menuju mobil mereka diparkiran. Dari sudut kelas dengan ketinggian gedung di lantai empat. Ku nikmati sore ini dengan hati-hati dan penuh tanya. Ada apa gerangan hari ini. tak seperti biasanya udara luar berlarian panik ingin sekali menembus kaca gedung kuliahku. Burung-burung walet pun berterbangan dan tak tahu arah, tujuan mereka.

Kayaknya langit mulai mendung. Awan nimbostratus berwarna kelabu tua pekat bergerak cepat, tak sabar ingin mengguyur bumi dimana cucu adam tinggal. Kilat petir membelah awan, guntur berderu kencang. Angin membius dedaunan sampai berguguran tepat di depan bola mataku. Semua menyatu membuatku jadi takut untuk beranjak pergi dari tempat dudukku. Ada yang bergetar dari dalam tasku. Pesan dari Ibu rupanya. Mereka memintaku untuk pulang cepat hari ini. Ada apa ini. Ga seperti biasanya Ibu dan Ayah memintaku untuk pulang cepat, karena mereka tahu aku anak yang banyak mendongkol dan kebiasaan sering pulang larut malam.

***

“Astagfirullahal adzim … N n n Nisa !!! ”. Ya Tuhan benarkah ini ? benarkah apa yang barusan ku dengar dari sela bibir adikku Nisa ? Benarkah ini Tuhan …? Aku shok ! aku tak bisa berkata-kata. Aku benci ! Aku ingin marah. Tuhaaannnnnn…. Aarggghhh Nisaa… Nisaa…. Kenapa harus seperti ini Dek !!! Lihatlah diriku Nisa, lihat ! Meski kau tahu kakak selalu pulang larut malam. Sering Clubbing, dancing, asik dengan dunia malam bersama teman liar kakak lainnya, tapi aku masih bisa menjaga keperawananku Nis.Lihat aku Nisa, lihat harapan kakak Nisa… jangan kau pikir kakak diluar sana berleha-leha dan tak bisa jaga diri. Oh Tuhannn … Aku hanya bisa marah dalam diam. Aku tak kuasa Tuhan...

Ini rupanya kabar yang ingin mereka sampaikan kepadaku. Angin yang kurasakan disore itu ternyata menyuntikku untuk tegar. Burung walet yang tak terarah, ternyata menari dan mencoba menghiburku, dan dedaunan berguguran ternyata mengabarkan ku akan kerapuhan yang tak selamnya berdiri kokoh. Entahlah aku tak tawu harus berbuat apa. Gadis bungsu yang selama ini aku banggakan. Yang selalu membuatku iri. Kini harus terperangkap dalam imannya sendiri. Ibu dan Ayah tak berhenti menangis. Tuhan inikah cobaan yang harus Kau timpahkan ke keluargaku. Ku peluk ayah dan Ibu. ku tatap dalam wajah adikku, yang tak hentinya memohon ampun kepada ayah dan Ibu.

“Maafin Nisa Bu.. Yah… , Nisa ga bisa jadi anak yang baik untuk kalian”. Rintih Nisa yang tengah mencium kaki ayah dan ibu. Puas kau Nisa. Puas kau Dek. Puas kau melihat Aib ini. kenapa begitu berat menjaga kesucianmu dengan Iman yang sering kau pupuki? Kenapa kau berat menjaga kehormatan keluarga kita Dek? Ya Tuhan… aku akan mulai gila, aku ingin mati saja. kenapa Kau beri Cobaan berat ini pada keluarga ku. Ambilah saja aku, tapi jangan kau biarkan Aib ini terkubur dalam keluargaku.

“Ayo Nisa, ajak kakak ke rumah laki-laki itu, ayo Dek … jangan menangis… kakak ga marah Nisa. Ayo ajak kakak…”. Ku pegang lembut tangan nisa, ku ingin sekali dia mengajakku untuk menemui pria brengsek itu. Meski sebenarnya aku harus marah dan ingin sekali memukuli si gadis bungsu ini, tapi apalah daya… bagiku itu tak akan menyelesaikan noda ini. yang terpenting bagiku lelaki brengsek itu harus bertanggung jawab. Dan harus menikahi adikku Nisa. Langkah ku memberat kupeluk erat Nisa, ku cium dengan kuat jidadnya. tak peduli meski banyak tetangga yang melihat kerapuhan keluargaku. Aku terus melangkahkan kaki meninggalkan rumah kecilku bersama Nisa.

“Kakak… maafin aku kaa.. Nisa menyesal jadi adik yang ga baik untuk kakak. Aku hina kak… Ni Nisa kotor … kaa. aku hanyalah adikmu yang tak tahu diri.” Peluk erat Nisa yang tak henti-hentinya menangis. Sesekali ku rasakan sakit dari remukan tangannya di pinggangku. Ya Tuhan kuatkan Nisa adikku, tunjukkan kepadanya hikmah besar di balik Ujian besar-Mu. Berilah dia ketegaran meski satu menit saja. Jangan siksa Nisa Tuhan.

Stoppp !!! Tak bisa aku menangis… di depan mereka, tak bisa aku menangis di depan ayah dan ibu, iya jangan ! aku harus siap menghadapi ini, kali ini aku yang harus menjadi penguat dalam kesedihan keluargaku. Tuhan … aku berharap Engkau tahu betapa sakit hati ini … aku pun hanyalah seorang hamba. Aku ingin menangis Tuhan… aku ingin melampiaskan kekecewaan ini. aku ingin teriak sekencang-kencangnya Tuhan. Aku sebenarnya tak bisa. Kepada siapa aku harus mengeluh. Isak tangisku yang sekarang membuncah dan tak tertahan ini membutuhkan sandaran. Pelukan. Ketenangan.

***

27 september 2013

Janur kuning telah terpasang di halaman rumahku, akad nikah telah usai. Resepsi pernikahan pun berlangsung meriah. Banyak orang yang menyaksikan pernikahan mereka, janji sucipun telah terlontar di antara Nisa dan laki-laki brengsek itu. Meski sebenarnya telah ternoda sebelum waktunya. Nisa adikku yang kini masih duduk dibangku kelas 3 SMA, tak lagi bisa melanjutkan sekolahnya. Selamat menempuh hidup baru Dek, kakak akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Untuk keluargamu. Untuk Ayah dan Ibu yang sekarang harus melepasmu. Kamu harus berjuang sendiri bersama keluarga barumu. Jaga dirimu Nisa. Semoga kamu bahagia dengan keluargamu. Hapuslah air matamu, pamitlah kepada Ibu dan Ayah. Mohonlah Ridho dari mereka. Orang tua kita. Orang tua yang tak pernah berhenti mendokan kita. Kesehatan kita berdua Nisa, kesuksesan kita.

“Jaga adikku baik-baik, Jadikan Nisa perempuan terakhirmu. Jadikan dia istri sholehah, yang selalu taat dan patuh padamu. Kamu sekarang menjadi imam dalam keluarga. Jaga kesucian cinta kalian sampai maut memisahkan kalian. Bimbing keluargamu menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan marrahmah. insyaAllah di lain waktu aku, ayah dan ibu akan main ke rumah”.

“dan Kau Nisa, jadillah Madrasah yang Khusnul khotimah untuk anak-anakmu, bimbing anak-anak mu menjadi anak yang sholeh-sholehah. Kegagalan di hari kemarin akan jadi pelajaran yang berharga untuk kita berdua. Jangan lupakan kita. Temuilah ibu bapak sewaktu-waktu. Aku mencintaimu Nisa, aku menyayangimu”. Peluk eratku pada Nisa adikku. Tak Kuasa aku harus melepas kepergiannya. Air mata yang kini telah lama terbendung. Meluap begitu derasnya. Adikku Nisa yang dulu ku jumpai membantu Ibu di dapur, sekarang harus menyiapkan makanan untuk suami dan anaknya. Adikku Nisa yang sering kujumpai tadarusan bersama ibu dan Ayah, sekarang harus menjadi guru ngaji untuk anak-anaknya. Adikku Nisa yang sesekali mengajakku berantem, kini harus pergi bersama suaminya.

***

01 Januari 2014

Malam telah berlalu…, pagi kembali menyapa…, kicauan burung…, ayam berkokok…, angin berhembus…, dan sinar mentari yang selalu menghangatkan jiwa… kini akan menjadi pengganti Nisa Adikku, yang selalu setia menemani suasana hati rinduku. Haru, bahagia, dan kesedihan sekarang telah menjadi kenangan tersendiri dalam atmosfir rumah kami, aku-ayah-ibu sangat merindukanmu Nisa. Kami menunggumu di istana kecil ini.

*Terima kasih aku ucapkan untuk seorang teman yang menjadi tempat curhatku. Dan yang telah membuat tulisan ini.

Y.Dunggio => Rafiqin Syahputra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun