Mohon tunggu...
Nanda Yogisvara
Nanda Yogisvara Mohon Tunggu... -

aku ingin mendapat cahaya dan menjadi cahaya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Konspirasi Hitam

2 Juli 2011   09:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:00 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tidak pernah menyangka kalau bingkisan yang dititipkan temanku bakal membuatku masuk kedalam lubang. Aku ingin keluar, tapi orang yang bertubuh kecil sepertiku susah untuk menjangkau permukaan lubang besar nan tinggi ini. Mataharipun sulit membantu untuk menemukan jalan keluaralternatif.

Didalam lubang yang gelap ini aku kedinginan. Aku merasa di sekelilingku ada ular yang siap mematuk, atau melilit dan menelanku. Aku coba membaca mantra-mantra untuk melindungi diri, tapi sayang sudah lama kubakar mantra itu dihati. Wanita yang meninggalkanku telah membuat aku tak lagi berharap pada mantra-mantra tolol yang selalu kami bisikkan kepada setan untuk memuluskan aksi menikmati malam yang dingin dengan kehangatan kulit telanjang yang bergesekan.

Sepertinya malam sudah datang. Aku merasa tubuhkusemakin lemah. Lubang itu mengeluarkan jarum-jarum terbang yang menusuk-nusuk tulang ini, ngilu sekali.Tidak ada makanan yang tersedia agar aku bisa tiduruntuk menenangkan kemalangan ini. Di dalam lapar dan rasa dingin yang amat sangat aku mencaci maki temanku. Ini semua karena dia, dia pasti yang sudah menyiapkan lubang ini untukku. Aku tak menyangka dia tega melakukannya. Andai saja aku dengar kata orang tuaku, pasti aku tak mengalami nasib sial. Keegoisanku yang liar untuk memilih hidup di alam liar akhirnya haruskubayar mahal. Untuk pertama kalinya hatiku di makan mentah-mentah oleh pemangsa.

Daya tahan tubuhku menurun. Aku sudah duduk menyandar di dinding sekitar sejam yang lalu. Tanah di sini sepertinya memiliki penyodot energi yang membuat energiku habis. Aku melihat seorang kakek berjubah putih turun mengambang dari permukaan lubang, di sekitar tubuhnya memancarkan sinar terang yang membuat aku bisa melihat kondisi sekitarku dengan jelas. Dia tersenyum kepadaku. Kemudian temanku yang kucaci maki tadi keluar dari balik tubuhnya. Dia juga memakai jubah putih dan tersenyum. Dengan kekuatan yang tersisa kuberdiri untuk mengejar temanku tadi. Ingin kuhabisi dia disini, tapi sejengkal lagi aku sampai kepadanya mereka sudah menghilang.

Perutku semakin sakit, tampaknya magh ini kambuh. Aku terbangun dari tidurku. Lubang ini benar-benar neraka yang tidak berapi. Lubang ini adalah neraka yang menyiksa dengan hawanya yang dingin, aku tak bisa melihat apapun, gelap sekali. Aku teringat kakek yang datang kepadaku tadi, dia pasti dewa penolong. Tapi kenapa si bangsat itu ada bersamanya. Aku coba menebak-nebak, karena biasanya tebakanku selalu tepat. Sudah teruji kalau aku sering menang taruhan bola.

Lama berpikir untuk menganalisa mimpi tadi, akhirnya aku mendapatlan hasilnya. Kakek itu datang bersama temanku, mereka berdua tersenyum, dan mereka menerangi lubang ini membuatku bisa melihat dengan jelas dinding-dinding lubang ini. Kemudiankutarik kesimpulan kalau temanku tidak pernah berniat menjebak atau mencelakakanku. Dia orang yang baik. Tapi kenapa setelah bingkisan itu dititipkan padaku, aku jadi mendekam disini? Siapa lagi kalau bukan dia yang menjebak. Aku kembali mengingat- ingat mimpi itu untuk mendapatkan jawaban atas kesialan yang menimpaku. Mereka datang dengan cahaya putih dan jubah putih. Berarti itu sesuatu yang bersih. Aku menarik kesimpulan kalau aku harus berpikiran bersih. Tidak langsung menuduh orang sembarangan.

Aku melipat kedua tangan dikaki yang sudah tekuk rapat. Berusaha mengurangi rasa dingin yang membungkusku. Kupejamkan mata dan berusaha menghiraukan rasa lapar. Aku hanya berharap besok temanku datang dan mengeluarkanku dari ruangan gelap ini. Membuktikan kepada semua orang kalau aku tidak bersalah dan hanya menjadi korban konspirasi hitam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun