Disebuah desa, suasana pemakaman umum hari itu begitu lengang. Biasanya dipenuhi warga yang berziarah. Saat itu, hanya terlihat dua orang yang membersihkan makam dan berdoa untuk keluarga yang telah tiada. Tanah pemakaman yang tak begitu luas itu tak tertata rapi. Disana sini banyak tumbuh rumput liar menutupi beberapa makam yang tak diurus dan tidak dibersihkan oleh sanak keluarga yang masih hidup.Â
Memang, membersihkan makam bukan hal utama dan bermanfaat bagi yang meninggal. Yang penting bagi yang telah tiada mendahului kita adalah doa. Kiriman doa akan menjadi bukti bahwa yang masih hidup masih mengingat mereka yang telah tiada dan dengan doa itulah hubungan tidak terputus. Sebuah bukti bahwa tradisi nyekar sudah tidak lestari di desa saya.
Mungkin tradisi nyekar juga mulai memudar didaerah lain. Bukan karena pandemi covid-19 yang saat ini melanda dunia. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, nyekar menjelang Ramadhan semakin tahun semakin tak semarak dulu. Para generasi muda yang diharapkan dapat melestarikan tradisi ini sudah semakin sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Meninggalkan tradisi dari para leluhurnya dan beralih pada rutinitas mereka sendiri yang tidak bisa mereka tinggalkan. Bukan karena rasa acuh. Akan tetapi, dengan pemikiran mereka sendiri, nyekar bisa digantikan dihari lain.
Tradisi nyekar bukan hilang semata. Tradisi nyekar didaerah saya akan lebih ramai pada saat hari Raya Idul Fitri. Dan tepatnya, setelah pelaksanaan sholat Idul Fitri. Semua berkumpul dipemakaman. Anak dan cucu yang tinggalnya jauhpun terlihat berdoa bersama disana. Mereka berkunjung ke makam leluhur sebagai wujud bahwa mereka tidak lupa.
Tak jauh beda dengan yang muda. Didaerah saya, para orang tua pun sama. Hanya beberapa segelintir orang saja yang memegang teguh tradisi nyekar. Hadir dipemakaman menjelang Ramadhan, bersih-bersih makan dan berdoa dengan khusyuk disana sudah jarang dilakukan mejelang Ramadhan. Namun, nyekar sendiri, sudah dilakukan mereka diluar hari-hari menjelang Ramadhan. Para orang tua, nyekar atau biasa mereka menyebutnya ziarah kubur selalu mereka lakukan di hari Jum'at, terutama hari Jum'at legi. Karena bagi mereka hari Jum'at adalah hari yang tepat mendoakan leluhur.
Tradisi adalah bagian dari budaya. Tradisi lama seperti nyekar bisa kapan saja hilang karena tergerus oleh tradisi dan budaya baru. Yang saat ini terjadi dan menjadi tradisi adalah satu kegiatan yang masih ada hubungannya dengan mendoakan leluhur, yaitu kegiatan tahlilan. Kegiatan ini menekankan pada berdoa bersama yang dipimpin oleh pemuka agama.Â
Doa tak lupa dikhususkan pada leluhur yang dimaksud. Dan bagi saya, jika inti dari rutinitas itu sama, yaitu mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia, baik nyekar atau tahlilan itu sama. Sama-sama mendoakan adalah satu hal yang positif. Nyekar boleh memudar, namun mendoakan yang telah mendahului kita tetap kita jaga dan lestarikan dalam diri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H