Mohon tunggu...
Alan Griha Yunanto
Alan Griha Yunanto Mohon Tunggu... -

Saat ini aku sedang menimba ilmu di Politik dan Pemerintahan UGM. Tetapi tetap Al Qur'an adalah pedoman yang paling utama dibarengi dengan Hadist Rasul. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan surganya kepadaku.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Review Kritis Governance dan Krisis Teori Organisasi

25 Juni 2012   03:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan review kritis terhadap artikel yang berjudul Governance dan Krisis Teori Organisasi oleh Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. Artikel ini menggambarkan bagaimana pola pemerintahan diera sekarang ini sedang bertransformasi menuju model governance dimana peran negara lebih dibatasi dalam mengatur berbagai regulasi yang berhubungan dengan kebijakan publik. Secara umum fenomena yang diungkapkan dalam artikel ini sangat wajar, karena masyarakat sebagai objek demokrasi sangat menuntut peran mereka sendiri dalam pemenuhan kebutuhan privat dan keluar dari aspek privat yaitu kepentingan publik. Dalam artikel tersebut juga dikaitkan antara governance sebagai wujud tata kelola pemerintahan yang baru dengan teori organisasi, jika keduanya dihubungkan sangat tepat namun bukan berarti harus selalu mengkontraskan dengan teori-teori yang telah tersedia, jika memang disana tidak ada suatu penjelasan yang dapat ditemukan secara pasti oleh teori-teori yang sudah ada justru kemungkinan akan menimbulkan teori baru yang akan memberikan jawaban atas fenomena tersebut. Dalam artikel ini penulis seolah hanya menunjukkan bahwa teori organisasi ini ada yang sudah kadaluarsa atau sudah tidak relevan. Dalam artikel ini juga adanya penekanan terhadap salah satu model teori organisasi yang ditonjolkan penulis untuk dikaji lebih lanjut supaya diperoleh alternative baru, yakni model jaringan yang lebih terbuka. Itu merupakan kesan secara umum yang didapat setelahmembaca keseluruhan tulisan dalam artikel tersebut, terlebih pada bagian penutup artikel yang memberikan gambaran tegas apa yang akan penulis sampaikan kepada pembaca.

Pada artikel tersebut penulis memaparkan beberapa argumen yang mendukung kekuatan artikel tersebut. Pertama, kondisi pengelolaan pemerintahan secara hierarkis dan otoriter saat sebelum gelombang demokratisasi, dimana hak-hak warga negara untuk mengemukakan pendapat dan berserikat tidak dijamin oleh negara dan mekanisme politik lain. Sesuai dengan teori organisasi dengan model hierarkis yang dikonsepsikan oleh Max Weber bahwa dalam sistem pemerintahan pembatasan pada pihak administrator untuk bertindak atas kehendak pribadi. Kedua, yaitu awal mula pembatasan intervensi negara dengan dibukanya keran demokratisasi di negara-negara ketiga sekaligus membuka keran liberalisasi politik dalam sistem pengelolaan pemerintahan. Penulis juga menjelaskan bagaimana negara perlahan-lahan kehilangan kekuasaannya dalam pengaturan ekonomi dan masalah-masalah publik. Menurut penulis krisis dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi negara, adalah suatu pertanda ketidakmampuan dan kegagalan dalam mengelola negara, sehingga banyak ketimpangan ekonomi disana-sini. Sedangkan krisis politik, menurut penulis artikel, dipandang sebagai perlawanan atas dominasi negara dan kedua alasan tersebut menjadi masuk akal dalam melegalkan liberalisasi ekonomi dan politik yang terjadi di negara seperti Indonesia dan banyak negara Asia lainnya.

Ketiga, gagasan yang berusaha diungkap oleh penulis dalam artikel tersebut yaitu negara bukan merupakan satu-satunya aktor dalam mengelola pemerintahan. Ada distribusi-distribusi kepada beberapa aktor lain non negara untuk mengatur isu-isu publik, dan fungsi pemerintah hanyalah mengakomodasi dan menegoisasikan kepentingan diantara aktor-aktor tersebut dengan bertindak sebagai fasilitator dan mediator. Keempat, gagasan terakhir yang berusaha untuk dikemukakan oleh penulis yaitu pencarian model alternative pengorganisasian, namun di sini hanya memaparkan tiga model organisasi yang sudah ada sebelumnya bukan membuat suatu analisa baru terhadap suatu model kemudian menghasilkan teori baru untuk dikontekskan dengan fenomena good governance.

Namun menurut saya model good governance ini sangat berhubungan dengan teori kedua yang ditampilkan oleh penulis yakni model pasar. Dalam model pasar pelaku bisnis atau organisasi ekonomi menjadi aktor non negara yang selama ini menjamur dan ikut berpartisipasi dalam mengelola pemerintahan melalui semangat-semangat dalam perusahaan masing-masing termasuk social responsibility. Wujud tanggungjawab sosial baik kepada lingkungan sekitar maupun masyarakat luas. Dalam perusahaan atau organisasi ekonomi, ambil contoh Koperasi “Kopma UGM” yang kebetulan saya berada di dalam sistem tersebut dan sedikit banyak tahu tentang semangat apa dan bagaimana wujud tanggungjawab sosial dalam organisasi tersebut. Tentu wujud Social Responsibility masing-masing organisasi atau perusahaan adalah berbeda-beda namun esensi dibalik kegiatan itu semua adalah sama yaitu membantu negara dalam kinerjanya, seperti melatih entrepreneur di desa-desa. Karena aspirasi dari mereka yang sangat beragam maka peran organisasi seperti Koperasi “Kopma UGM” atau perusahaan yang berada di daerah-daerah sebisa mungkin memetakan kepentingan mereka untuk mengurangi beban negara.

Argumen-argumen tersebut dibangun secara mulus dan berurutan untuk menjelaskan antara dua hal yang akan dikaji secara rinci yakni antara governance dan teori organisasi. Argumen yang dibangun juga menggunakan pola hubungan sebab-akibat sehingga dengan mudah pembaca dapat memahami bagaimana transformasi yang terjadi dan kemudian dikontekskan fenomena tersebut dengan teori-teori organisasi yang sudah ada sebelumnya apakah ada suatu penjelasan baru yang dapat ditemukan dan dikombinasikan antara good governance dengan model-model pengorganisasian atau justru akan memunculkan teori baru terlepas dari model yang sudah ada. Namun penulis disini menekankan teori jaringan yang harus dikembangkan karena arena kontestasi antara aktor-aktor non negara semakin luas dan terbuka lebar.

Kelemahan yang dapat saya analisa dari argumen-argumen yang dipaparkan oleh penulis yaitu ada suatu argumen yang berfungsi sebagai klimaks disini justru kurang terlihat detail penjelasannya. Jadi ada sedikit argumen yang isinya kurang lengkap sehingga dapat membingungkan pembaca dan menimbulkan penjelasan yang kurang klimaks. Argumen yang dimaksud adalah argumen terakhir yang dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana mengkontekskan fenomena dengan model yang ada, kurang mendapatkan detail yang dimaksud dan adanya display tiga model teori organisasi dibelakang juga semakin mempersulit pembaca untuk menganalisa apa sebenarnya yang akan penulis sampaikan di akhir sebelum paragraf penutup. Kelemahan argumen tersebut lantas tidak membuat suatu karya tersebut menjadi gagal atau jelek namun sebagai bahan introspeksi untuk memperbaiki karya selanjutnya.

Disamping kelemahan kecil yang terdeteksi tersebut, kelebihan dari argumen pokok yang disampaikan penulis yakni argumen yang satu dengan yang lain bersifat saling menjelaskan dan berhubungan satu sama lain. Cara penulis menghubungkan antara argumen satu sebagai penyebab dan argumen lain sebagai akibat yang ditimbulkan oleh penyebab sangatlah pas. Argumen yang dibangun seperti visualisasi di atas sangatlah membantu pembaca dalam menganalisa kasus yang sedang menjadi pusat perhatian. Penyampaian argumen dengan gaya tersebut juga membuat suatu artikel ilmiah yang berhubungan dengan politik namun alur ceritanya jelas dan mengalir, sehingga pembaca membaca artikel ilmiah, seperti membaca sebuah novel atau cerita bergambar (komik) di salah satu part atau bagian.

Dalam artikel ini penulis melihat model jaringan lebih mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Model jaringan dapat memfasilitasi koordinasi antara kepentingansektor publik dengan privat dan memungkinkan efisiensi pada implementasi dari kebijakan publik (Peters dan Pierre, 2000: 20). Memang dalam model ini lebih ditekankan untuk interaksi secara intens dari masing-masing aktor untuk saling bertukar sumberdaya sehingga diperoleh kepentingan kolektif. Dalam organisasi model ini banyak kepentingan-kepentingan yang dibawa oleh masing-masing aktor karena disini juga melibatkan berbagai macam civil society dan state auxiliary institutions yang masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda-beda sehingga dalam pencapaian kepentingan pemerintah sebagai wujud kepentingan bersama akan terasa sulit. Apalagi jika peran lembaga-lembaga seperti civil society terlalu kuat dalam negara yang lemah justru akan menghilangkan dan sangat melemahkan posisi negara (Diamond, 1999 ).

Menurut saya lebih baik mengembangkan potensi pasar dengan kontrol penuh dari pemerintah, justru menjadi jalan yang paling baik untuk kemajuan suatu negara yang sedang berkembang. Peran pasar sebagai penyedia atau provider dan masyarakat sebagai pelanggan atau customers. Karena peran pasar sendiri sebagai provider akan sangat menggantungkan pada kepuasan pelanggan justru akan memberikan pelayanan yang prima dan akan meningkatkan partisispasi masyarakat melalui program pemberdayaan. (Peters dan Pierre, 2000: 19). Sekarang ini sebagai warga dari suatu negara yang terpenting adalah service excellent yang diberikan oleh negara, dan jika service yang disediakan oleh negara adalah sangat memuaskan pelanggan, maka tidak khayal partisipasi masyarakat disuatu negara akan meningkat karena masyarakat merasa puas dan berusaha disejahterakan oleh negara.

Dalam suatu negara kesejahteraan adalah hal yang paling utama bagi masyarakatnya. Jika negara gagal untuk mewujudkan hal tersebut maka kepercayaan masyarakat akan menurun sehingga sesuai dengan argumen dalam artikel Governance dan Krisis Teori Organisasi telah terjadi transformasi dari tata kelola pemerintahan di negara-negara berkembang saat ini menuju Good Governance tidak lagi Big Government. Jika dalam artikel ditekankan untuk menemukan model terbaik, menurut saya model pasar sebagai jawabannya bukan mengembangkan jaringan. Karena pasar akan menjadikan pelanggan adalah raja dan menghasilkan pelayanan yang prima, dan model pasar pun akan memberikan model jaringan yang kuat kepada negara dan masyarakat utamanya memberi support finansial untuk keduanya. Melalui pemberdayaan masyarakat juga akan memberikan implikasi kepada negara yakni meningkatnya peran atau partisipasi masyarakat yang mandiri secara ekonomi untuk mencapai kesejahteraan. Saya sendiri masih kurang yakin dan meraba-raba terhadap strategi yang diberikan penulis artikel, karena strategi yang diberikan masih terlalu abstrak dan dalam penerapannya tidak akan semudah seperti yang dihadirkan dalam artikel tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun