Mohon tunggu...
Novita Sianipar
Novita Sianipar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

perempuan sederhana yang mencintai kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ramadhan, Aku Merindukanmu

3 Agustus 2012   13:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:17 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah dua kali ramadhan ini saya tidak berpuasa. Keduanya karena saya tidak lagi berada di Indonesia namun sedang menetap di Inggris. Tahun lalu sebelum berangkat, saya tetap beriktiar akan berpuasa. Namun sesampainya di Inggris, lamanya waktu matahari terbenam menjadikan niat saya tidak bisa dijalankan. Akh! alasan hikss..

Ramadhan kali ini saya juga belum berpuasa. Alasannya masih sama dengan tahun lalu ditambah saya tidak punya teman untuk bisa sama-sama berpuasa dan buka bareng bersama. Akh! alasan klise lainnya hikss..

Ramadhan terasa jauh di negeri ini. Saya benar-benar rindu suasana ramadhan di tanah air. Subuh-subuh mendengar kentongan dibunyikan, toa mesjid berkumandang mengingatkan untuk sahur dan kemudian pas sore tiba, hati riang gembira menunggu suara adzan yang menandakan berbuka puasa untuk hari itu. Saya ingat betul awal puasa, mama saya bertanya begini,"Kau kok puasa? Kek orang Islam saja kau ini." hahaha..

Waktu itu saya tertangkap basah ketika hari ketiga bangun subuh pukul 3 atau 4 lantas masak telor dan mengambil nasi sisa kemarin malam dan sahur sendirian. Saya ingat hanya bilang,"Pengen saja ma. Kok rasanya enak. Lagipula di gereja kan memang ada puasa 40 hari sebelum ramadhan dan setelahnya."

Esoknya seperti mengerti mama malah memasak makanan ekstra bagi menu sahur saya termasuk tambahan buah dan vitaman."Biar kuat kau seharian puasa," Begitu kata mama.

Waktu pertama kali puasa pula, teman-teman kantor pada nyinyir menyindir kegiatan puasa versi saya, meski ada juga yang takjub dan mendukung saya,"Yah mana tahu saja ini merupakan langkah awal bagimu menerima rahmatNya. Kan tinggal shadat saja," Begitu kata mereka yang saya tanggapi dengan senyum saja.

Puasa versi saya saat ramadhan sama dengan yang dilakukan teman-teman saya yang muslim. Waktu awal saya tidak kuat, jadi hanya puasa makan tapi tidak minum. Kalaupun minum hanya air putih dan tidak boleh terlalu sering, namun seiring waktu, saya sudah kuat untuk puasa seperti teman-teman. Saya ingat suatu kali ketika saya sedang sibuk melakukan editing berita di studio dua, koordinator liputan (Dayat) datang memanggil,"Eh, ayok, nggak buka kau?"

"Bentar lagi bang," sahutku sambil tetap bekerja.

"Di Islam, kalau udah buka nggak boleh ditunda. Ntar puasamu dihitung batal,"

Saya mendongak. "Kok kek gitu bang? Bukannya makin lama makin bagus kan artinya saya kuat nahan lapar dan haus?"

Lantas Bang Dayat menjelaskan kepada saya beberapa hadis. Saya ndak ingat persis soalnya dia campur dengan bahasa Arab. Yang intinya yang saya tangkap kalau sudah waktunya berbuka maka bersegera berbukalah karena berarti menghargai panggilan Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun