Mohon tunggu...
Novita Sianipar
Novita Sianipar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

perempuan sederhana yang mencintai kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Pecel Ndeso, Warisan Kuliner Indonesia

8 September 2013   01:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:12 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_264455" align="aligncenter" width="640" caption="Menggoreng kacang di pawon. Foto dokumentasi pribadi"][/caption] Tahun 2010, saat saya mengikuti Pre Academic Training di Lembaga Bahasa Internasional (LBI) Universitas Indonesia, seorang teman dari Kabupaten Karanganyar dikirimi satu kilo bumbu pecel oleh keluarganya. Katanya, pecel itu adalah buatan Emaknya di desa. Dia kangen menikmati bumbu pecel itu, sehingga selama lima bulan di Jakarta, tiga kali keluarganya mengirimi bumbu pecel. Saat mencicipinya, rasa bumbu pecel tersebut sangat khas sekali, pedas dan manisnya seimbang; ditambah aroma daun jeruk, kacang tanah goreng yang ditumbuk membuat bumbu pecel tersebut terasa sangat enak di lidah. Karena penasaran, saya kepingin sekali melihat cara membuat bumbu pecel itu, hingga akhirnya, pada Agustus 2013, keinginan tersebut terlaksana. [caption id="attachment_264456" align="aligncenter" width="640" caption="Kacang tanah yang sudah digoreng ditaruh di lumpang batu. Foto dokumentasi pribadi"]

1378576263546823730
1378576263546823730
[/caption] Panggilannya Mak Ijem. Menurut penuturannya, Mak Ijem sudah berjualan pecel di rumah sejak tahun 1990. Pelanggannya para penduduk kampung dan warga penghuni Perumnas Palur. Sekitar jam 10 pagi buka lapak dengan memanfaatkan meja berukuran 1,5 m x 1 m yang selalu terparkir di teras rumah. Jam 12 siang sudah habis, walaupun pada saat-saat tertentu, dagangan pecelnya bubruk, tidak laku. Wajar. Bila saat-saat hari raya tiba, entah Natal, tahun baru atau Lebaran, Mak Ijem sering mendapat pesanan bumbu pecel dari keluarga tetangga di kampung untuk dibawa pulang ke kota asal mereka, seperti Semarang, Surabaya, Bandung, Jakarta hingga Medan. [caption id="attachment_264457" align="aligncenter" width="640" caption="Kacang tanah ditumbuk sampai halus. Foto dokumentasi pribadi"]
13785763211371016869
13785763211371016869
[/caption] Saya berkata ke Mak Ijem ingin melihat cara membuat bumbu pecel. Saya diperbolehkan. Pada hari yang disepakati dan setelah berbelanja bahan-bahan, saya dan Mak Ijem berada di dapur yang masih berlantai tanah di rumahnya untuk membuat bumbu pecel. Mak Ijem menghidupkan tungku kayu dan meletakkan wajan berisi minyak goreng. Setelah cukup panas, kacang tanah digoreng. Sambil menggoreng kacang tanah yang hendak ditumbuk, Mak Ijem bercerita bahwa jualan pecel untuk tambahan penghasilan suaminya yang berprofesi sebagai seorang tukang sampah demi mencukupi kebutuhan keluarga. Saat anaknya mendapat beasiswa kuliah di Belanda, sebagai seorang ibu, dia sangat senang sekali. Sebelum berangkat, anaknya meminta satu kilo bumbu pecel untuk dibawa ke Belanda. Beberapa kali saat ada mahasiswa yang hendak berangkat ke Belanda, anaknya minta kiriman bumbu pecel. Bumbu pecel itu dititipkan dan dibawa terbang ke Belanda. Di Belanda, ternyata bumbu pecel itu juga dibagi-bagikan ke kawan-kawannya di kota Maastricht dan Groningen, bahkan pernah dibawa ke Kota Brighton di Inggris. [caption id="attachment_264458" align="aligncenter" width="640" caption="Giliran bumbu-bumbu ditumbuk di lumpang batu. Foto dokumentasi pribadi"]
1378576372647485732
1378576372647485732
[/caption] Saat kacang tanah yang digoreng sudah siap, kacang tersebut dituang ke dalam lumpang yang terbuat dari batu. Kacang itu ditumbuk dengan menggunakan alu. Lumpang dan alu tersebut sudah menjadi teman sejati Mak Ijem untuk berjualan pecel. Kata Mak Ijem, bumbu pecel yang dibuatnya selalu ditumbuk manual. Bila dicermati, perlu tenaga ekstra untuk menumbuk kacang tanah goreng tersebut. Selama berjualan, Mak Ijem yang melakukannya, kecuali kalau anak-anaknya libur, pekerjaan menumbuk kacang bisa digantikan oleh mereka. Saat saya bertanya, mengapa tidak diblender saja supaya tidak capek, Mak Ijem berkata bahwa rasanya akan berbeda dan tidak sedap. Apabila diblender, kacang tanah akan lebih cepat halus, namun bagi saya, bumbu pecel buatan emak yang masih cukup kasar, malahan menambah cita rasa. Sambil menumbuk kacang tanah, kami terus berbincang. Saat saya bertanya apakah tidak ada campuran apapun yang dimasukkan ke kacang tanah tersebut, Mak Ijem berkata tidak. Mak Ijem pernah mendengar bahwa ada penjual pecel ada yang mencampuri kacang tanah dengan gaplek atau singkong dan mungkin bahan lainnya, supaya tidak rugi, terutama apabila harga kacang tanah sedang mahal. Tetapi, hal tersebut tidak dilakukan Mak Ijem, sebab akan mengurangi kualitas dan rasa bumbu pecel yang dibuat. Kacang tanah yang ditumbuk itu sebentar lagi sudah halus. Apabila sudah halus, kacang tanah tersebut ditaruh dalam sebuah wadah dengan dibantu sendok sebagai alatnya. Karena sudah terbiasa, Mak Ijem melakukannya dengan sangat cekatan. Lantas, Mak Ijem bergegas meracik bumbu, berupa lombok merah dan rawit, bawang putih, kencur, asam jawa, daun jeruk, terasi dan garam. Setelah dicuci, racikan bumbu tersebut dimasukkan ke dalam lumping. Proses membuat bumbu pecel dilanjutkan. [caption id="attachment_264459" align="aligncenter" width="640" caption="Bumbu yang sudah halus dicampur gula jawa. Foto dokumentasi pribadi"]
1378576439740542546
1378576439740542546
[/caption] Kembali, Mak Ijem menumbuk bumbu-bumbu tersebut. Saya ingin mencoba menumbuk, walaupun dizinkan, saya diperingatkan agar berhati-hati sebab bisa masuk ke mata. Karena terlihat kaku, Mak Ijem pun lantas meminta kembali alu yang saya pegang dan melanjutkan pekerjaannya, sambil terus bercakap-cakap. Kira-kira 15 menit kemudian, bumbu-bumbu yang ditumbuk sudah terlihat halus. Apa proses berikutnya? Saya makin penasaran. Mak Ijem memasukkan beberapa buah gula jawa ke dalam lumpang. Katanya, pada tahap inilah pekerjaan menumbuk bumbu pecel makin berat. Gula jawa tersebut harus ditumbuk sampai halus, dan karena lengket, perlu tenaga lebih banyak agar bumbu-bumbu dan gula jawa tersebut bercampur merata. Setelah bercampur rata, tahap akhir dalam pekerjaan membuat bumbu pecel adalah mencampur dengan kacang tanah yang sudah dihaluskan tadi. Kali ini saya melihat Mak Ijem terlihat sedikit kepayahan. Saya menyadari, pada tahap akhir ini, tenaga yang diperlukan sangat banyak, mengingat kacang tanah, bumbu-bumbu dan gula jawa harus lumat dan bercampur sampai merata. [caption id="attachment_264460" align="aligncenter" width="640" caption="Bumbu-bumbu, gula jawa dan kacang disatukan dalam lumpang batu. Foto dokumentasi pribadi"]
13785764921855122229
13785764921855122229
[/caption] Saat dinilai sudah lumat, Mak Ijem pun menyudahi perjuangannya kali ini. Dia sudah terlihat kepayahan, sambil tersenyum, Mak Ijem berkata, "Sampun rampung!" Bumbu pecel yang sudah jadi lantas dikeruk dengan menggunakan sendok dan dimasukkan ke dalam wadah yang cukup besar. Saya sengaja meminta Mak Ijem untuk menyisakan bumbu pecel yang masih belepotan di lumpang. Saya masih teringat ketika di Jakarta, saat saya makan bumbu pecel tersebut secara langsung, dan saya ingin mengulangi kenikmatan tersebut langsung dari tempat pembuatannya. Uenak sekali! Bila sudah jadi, bumbu pecel itu bisa dimakan begitu saja, atau dengan ditemani nasi putih. Anak Mak Ijem yang berkuliah di Belanda berkata bahwa ada seorang meneer Belanda yang dia beri bumbu pecel yang dia bawa dari kampung. Setiap kali makan, meneer tersebut sudah sangat puas dengan nasi putih dan bumbu pecel kering. Walaupun ada bumbu pecel yang dijual di Belanda, namun rasanya kalah jauh dengan bumbu pecel buatan Mak Ijem. Normalnya, bumbu pecel, sebagaimana jualan Mak Ijem di rumah, dimakan bersama-sama dengan sayur-sayuran seperti bayam, tauge, wortel, kubis, kenikir atau sayuran lainnya. Bumbu pecel ditaruh dalam mangkuk, diberi air secukupnya kemudian diaduk sampai bercampur rata. Setelah sayuran tersebut direbus, kemudian disiram dengan bumbu pecel tadi. Rasanya enak! [caption id="attachment_264461" align="aligncenter" width="640" caption="Melihat dari dekat pembuatan bumbu pecel bersama Mak Ijem. Foto dokumentasi pribadi"]
13785765491686517352
13785765491686517352
[/caption] Saya menilai bumbu pecel ndeso, seperti yang dibuat Mak Ijem, perlu untuk dilestarikan. Walaupun sudah lebih dari 20 tahun membuka warung pecel, sangat sayang apabila tidak dikembangkan. Saya menyadari, mungkin kendala yang dihadapi menyangkut pendanaan dan pemasaran. Saya hanya berandai-andai dan berangan-angan saja, jika memiliki modal suatu hari nanti, ingin bekerjasama dengan Mak Ijem untuk membangun bisnis bumbu pecel. Kalau perlu, saya akan mengajak pemerintah Indonesia melalui Indonesia Travel untuk mempromosikan bisnis bumbu pecel tersebut, tidak saja di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. [caption id="attachment_264462" align="aligncenter" width="640" caption="Saatnya menikmati bumbu pecel. Foto dokumentasi pribadi"]
13785768962119848309
13785768962119848309
[/caption] Akhirnya, keinginan saya untuk melihat secara langsung pembuatan bumbu pecel paling enak yang pernah saya nikmati bisa terlaksana. Sebagai hadiahnya, Mak Ijem memberikan sekilo bumbu pecel untuk saya bawa pulang ke Medan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun