[caption id="attachment_350601" align="aligncenter" width="360" caption="diujung trotoar ini kejadiannya/koleksi pribadi"][/caption]
Kejadian tidak mengenakkan ini saya alami saat umrah kali ketiga di kota Mekkah, Saudi Arabia pada Hari Raya Idul Fitri 2 Syawal yang lalu. Soal larangan memotret di negeri ini saya memang pernah mendengar, terutama memotret tempat-tempat tertentu atau wanita, bisa runyam urusan.
Di Masjidil Haram sendiri sekarang terkesan bebas memotret lokasi ini selama pakai kamera saku atau HP, padahal dulu termasuk dilarang. Soal kejadian seperti judul diatas saya alami diluar komplek Masjidil Haram, tepatnya di perempatan Masjid al Haram Road, lima menit dari masjid, dimana jalannya cukup padat dengan kendaraan, apalagi jika bubaran sholat berjamaah.
Bermula dari cari makan setelah prosesi umrah dan sholat dhuhur selesai , saya bersama seorang teman mencari makan dikawasan dekat Masjidil Haram, setelah dapat dan selesai makan, duduk dan santai sejenak didekat perempatan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan dan orang yang mau menuju dan pulang dari Masjidil
Haram. Suara polisi berteriak-teriak mengatur kendaraan lewat speaker di mobil patrolinya terdengar sangat lantang.
Beberapa mobil yang parkir persis diperempatan didatangi mobil derek yang siap menarik. Saat itu ada sekitar lima mobil yang parkir ditempat itu dengan tiga mobil derek yang siap menarik mobil-mobil ini. Ada seorang petugas yang mencatat nomor mobil dan seorang lagi membuka pintu mobil lewat jendela memakai lempengan besi panjang persis seperti maling-maling mobil dalam film, mungkin bermaksud membuka rem tangan roda depan.
Nah, disaat kejadian yang menarik inilah tanpa pikir panjang saya tertarik untuk mengabadikan kejadian tersebut, walau aksi buka pintunya sudah selesai saya siap nge-shot saat mobil ini ditarik. Saat memotret tersebut polisi yang ada dalam mobil patroli dengan jarak sekitar 15 meter melihat aksi ini.
Sontak polisi mendatangi dan merebut hape iPhone jadul dari tangan saya. "Mamnuh, mamnuh!", (terlarang) kata polisi tersebut sambil merebut paksa dari tangan, tentu saya pertahankan karena saya pikir apa salahnya memotret sedang parkir dan mobil derek. Namun karena polisi melakukan gerakan seperti mau memukul akhirnya hape saya
lepaskan. Kalau saja bukan polisi mungkin siap ladeni orang ini. Untung masih bisa mnegontrol emosi.
Sambil nyerocos nggak jelas polisi membawa hape saya ke mobil patroli, dan saya mengikuti untuk meminta kembali hape tersebut. "Mafi ma'lum" atau saya tidak tahu menjadi jurus andalan saya untuk menjawab polisi yang nampak emosi tersebut. Sempat terjadi ketegangan saat saya selalu menjawab mafi ma'lum.
Polisi sempat mengeluarkan borgol dari dashboard mobil. Saya katakan cukup di delete kalau saya salah, gak perlu ke kantor polisi atau suruh memanggil bos-ku. Masih dengan membentak-bentak malah semakin kalap dengan mengeluarkan pistol yang masih ada dalam sarungnya. "Ya Allah kenapa bisa jadi begini?" Sungguh saya tidak takut dengan sikap polisi tersebut, saya pikir ini malah lebay. Namun saya berusaha bersikap tenang dengan minggir ke trotoar dulu, karena polisi tersebut juga sibuk ngomong dengan petugas mobil derek.
Dengan dibantu teman dan seorang Indonesia yang kebetulan lewat tempat tersebut saya bernegoisasi kembali dengan polisi tersebut untuk meminta hape dan kalau memang ini salah, cukup dihapus saja foto tersebut. Alhamdulillah polisi sedikit melunak, saya disuruh menunjukkan foto yang telah saya jepret dan menghapusnya. Saya tunjukkan hanya ada satu foto dan menghapus dihadapan polisi ini.
Alhamdulillah, dengan mengucap puji syukur akhirnya hape diserahkan lagi pada saya, tidak sampai berurusan ke kantor polisi atau memanggil bos-ku, bisa runyam kalau tidak diselesaikan ditempat. Saya berharap pembaca bisa mengambil pengalaman dari cerita ini, karena banyak tenaga kerja Indonesia atau para jamaah umrah dan haji yang selalu berdatangan ke kota Mekkah.