Mohon tunggu...
Teguh Suprayogi
Teguh Suprayogi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Terapis

La ilaha illallah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mukena di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

10 Agustus 2020   16:59 Diperbarui: 10 Agustus 2020   17:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah ada wanita yang pakai mukena saat salat di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi? Tentu saja ada. Sembilan puluh sembilan persen bisa dipastikan wanita tersebut dari Indonesia. Baik jamaah umrah atau haji. Mereka yang datang langsung dari tanah air atau sedang bekerja sebagai TKW di Saudi.

Ya, mayoritas yang pakai mukena saat salat di Masjidil Haram, Mekkah atau Masjid Nabawi, Madinah berasal dari Indonesia atau  Malaysia. Baik mukena terusan atau dua bagian bawah dan atas. Ini memang hanya berdasar pandangan mata saat saya umrah. Lebih dari satu kali, waktu saya bekerja jadi TKI di negerinya King Salman, tahun 2011-2016.

Wanita-wanita dari negara lain sangat jarang yang pakai mukena. Cukup dengan pakaian yang mereka kenakan. Asal menutup semua aurat yang wajib ditutup saat salat, itu sudah cukup. Jika di Masjidil Haram sangat jelas terlihat, karena area untuk salat di sekeliling Ka'bah. Wanita menempati beberapa ruang di belakang jamaah laki-laki yang dipisahkan dengan pembatas.

Kalau di Masjid Nabawi areanya lebih tertutup. Jika tak salah arah ada dibagian kanan belakang area masjid. Sebagian wanita Indonesia masih terlihat memakai mukena terutama saat mau memasuki ruang salat wanita. Biasanya memakai mukena potongan bagian atas atau bawa tas kecil sebagai wadah mukena.

Mungkin karena "budaya" yang cukup lama mengakar di masyarakat membuat sebagian besar wanita Indonesia merasa tak percaya diri. Salat jika tak pakai mukena nggak afdol, meski pakaian sudah syar'i atau memenuhi syarat sahnya salat. Kalau menilik sejarahnya konon karena waktu itu banyak wanita yang belum berhijab. Sehingga dibutuhkan alat atau sarana untuk menutup aurat saat salat. Tentu yang mudah dan praktis. Ya, mukena itu solusinya.

Tapi yang pasti, selama pakaian sudah bisa menutup aurat, longgar, tidak ketat dan transparan serta bebas dari najis, pakaian bisa dipakai buat salat.Tak perlu mukena lagi. Meski kalau mau tetap pakai nggak masalah.

Ini jadi mengingatkan saya dengan sarung. Di Saudi pemakai sarung terbanyak dari Indonesia, Bangladesh dan India. Sudah menjadi hal biasa jika dipakai untuk salat, jalan-jalan, bersantai atau tidur. Tapi ingat, beda daerah atau negara beda budaya. Bagi negara-negara di Timur Tengah termasuk Saudi, konon memakai sarung bagi laki-laki biasanya digunakan saat mau "mendatangi istri".

*****

#TS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun