Mohon tunggu...
Danny PH Siagian
Danny PH Siagian Mohon Tunggu... Dosen - Menulis, Menulis dan Menulis

Jurnalis dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kali Ini Petinggi Polisi Kena Batunya

7 Agustus 2022   16:19 Diperbarui: 7 Agustus 2022   16:19 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto (dok.pribadi): Danny PH Siagian, SE., MM (Pemerhati Sosial Masyarakat dan Politik)

Sungguh tontonan yang sangat diluar nalar, ketika kasus tembak-menembak antar polisi terjadi di rumah perwira tinggi Polisi, tapi pengungkapannya bisa berputar-putar kayak gangsing. Kenapa?

Tak lain dan tak bukan, karena di kepolisian itu sudah terbiasa menangani kasus yang penuh tipu muslihat dan berbelit-belit dari para masyarakat pelaku kriminal, tapi sekaligus juga membuat para polisi itu memiliki kemampuan drama rekayasa kasus, jika itu menjadi kepentingan pihaknya sendiri, maupun pihak yang harus dilindunginya. Sekalipun menurut akal sehat publik tidak masuk. Karena Kepolisian memiliki otoritas yang sangat "full power" untuk itu.

Banyak kasus yang kasat mata diketahui masyarakat, seseorang sebenarnya tidak bersalah, tapi karena "full power" itu tadi, maka yang benar bisa jadi salah, yang salah bisa jadi benar. Pasal-pasal dipaksakan untuk memperkuat drama rekayasa kasus, sehingga sekonyong-konyong layak dalam proses hukum. Selanjutnya, nanti dibuktikan di pengadilan. Itulah biasanya.

Namun kali ini, dalam kasus tertembaknya Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (Brigadir J), yang notabene ajudan Kadiv. Propam Mabes Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo (sopir isterinya), dimana informasinya ditembak Bharada E (Richard Eliezer Pudihang Lumiu), 8 Juli 2022 di rumah dinas Ferdy Sambo, menjadi sesuatu yang membuat masyarakat jadi ikut pusing mengikutinya.

Bagaimana mungkin para polisi yang ada di rumah petinggi Polri itu tidak megetahui apa yang terjadi? Tetapi kenapa mereka tidak mau mengungkap yang sebenarnya, dan malah terkesan sengaja memainkan drama tipu muslihat, sehingga publik tidak bisa mengikuti jalan cerita yang logis menurut akal sehat?

Padahal, para polisi itu sejak awal sudah dilatih ilmu penyidikan dan penyelidikan. Itu ilmu basic buat mereka. Semakin berpengalaman, semakin tinggi pangkatnya, maka semakin mudah pula mereka 'mencium' ada atau tidak kebohongan dalam sebuah peristiwa atau kasus. Jangankan itu! Mengamati gelagat orang yang sedang diperiksapun, mereka mampu memprediksi dan menyimpulkannya, dan itu sudah terbiasa.

Tapi anehnya, kali ini sesama mereka saling memainkan drama kebohongan itu. Rekayasa segala sesuatupun menjadi lazim dilakukan, untuk menyembunyikan sesuatu yang harus diselamatkan. Harus diamankan, seperti istilah yang biasa dipakai mereka, jika mengamankan orang lain diluar diri mereka sendiri. Karena adanya kepentingan pribadi.

Kali ini, petinggi kepolisian 'Kena Batunya'. Kebiasaan melakukan kebohongan dan rekayasa kasus, akhirnya kena sendiri di kalangan mereka, apalagi ini adalah petinggi Polri. Ibarat pepatah, 'Senjata Makan Tuan'. Terpaksalah diantara merekapun main 'petak umpet' untuk sementara, hingga nanti ujung-ujungnya kejepit sendiri, oleh sesama rekan polisi yang lebih berwenang.

Para polisi yang terlibat menjadi tersandung oleh ulah persekongkolan mereka sendiri, dan menjadikan diri mereka terbelit sendiri. Kapolripun terpaksa turun tangan, dan harus membentuk Tim Khusus yang dipimpin Wakapolri berpangkat Komjen. Waduh...besar amat ini kasus, sampai-sampai Wakapolri harus terjun untuk penyidikan. Dan ini sekaligus menandakan, kejanggalan kini sudah diakui sesama polisi.

Dikutip dari berbagai sumber media hingga seminggu setelah peristiwa penembakan, setidaknya ada 10 kejanggalan yang terjadi dalam kasus ini yaitu: (1). Baru diumumkan tiga hari setelah kejadian; (2). Penjelasan motif penembakan yang berbeda; (3). Keberadaan Irjen Ferdy Sambo tidak jelas; (4). Penjelasan tugas Brigadir J tidak jelas; (5). Keluarga sempat tidak diizinkan melihat jenazah; (6). Keterangan luka yang berbeda; (7). CCTV di lokasi kejadian mendadak rusak; (8). Handphone Brigadir J raib tidak jelas; (9). Polisi yang memeriksa TKP tidak memberitahukan ke RT setempat; (10) Belum ditahannya waktu itu Bharada E. Dan hampir setiap hari, ada perkembangan baru yang diberitakan pihak kepolisian, yang juga memunculkan teka-teki.

Masyarakatpun jadi ikut geram dan turut mendesak kepolisian dan pihak lain terkait, agar membuka kasus ini secara terang benderang. Dan secara jelas pula, drama pembunuhan ini jadi tersandung oleh ketidaksetujuan masyarakat, terhadap kesewenang-wenangan para oknum polisi biadab yang terlibat, dan merusak institusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun