Mohon tunggu...
Danny PH Siagian
Danny PH Siagian Mohon Tunggu... Dosen - Menulis, Menulis dan Menulis

Jurnalis dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merdeka Belajar di Kampus Merdeka sebagai Upaya Mewujudkan Lulusan yang Kompeten, Inovatif dan Berakhlak Mulia

8 September 2020   03:33 Diperbarui: 8 September 2020   03:25 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Memahami konsep Merdeka Belajar yang menjadi salah satu program inisiatif Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, sesungguhnya adalah mengarahkan para pendidik untuk mampu menciptakan suasana belajar yang bahagia, inovatif dan berdedikasi.

Merdeka Belajar itu masuk dalam penerapan proses pelaksanaan pengajaran di setiap sesi  pembelajaran, yang mengandalkan kemerdekaan berpikir. Esensi kemerdekaan berpikir, harus didahului para guru itu sendiri, sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terasa berbeda.

Dengan Merdeka Belajar, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya terbiasa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dekat dengan gurunya, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru. Tetapi lebih pada membentuk karakter peserta didik yang lebih berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, dan kompeten.

Tentu, dengan Merdeka Belajar, tidak lagi hanya mengandalkan sistem ranking seperti selama ini, yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja. Karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Sehingga nantinya akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.

Demikian juga, kesinambungan program Merdeka Belajar dengan program seri ke-II Mas Menteri, yakni Kampus Merdeka. Sangat jelas ada "benang merah" keterkaitan dalam hal konsep implementasi kedua program tersebut, baik penekanannya untuk siswa, maupun mahasiswa.

Ada 4 (empat) kebijakan Kampus Merdeka yang dicanangkan. Ada 3 (tiga) kebijakan   yang berkaitan dengan institusi sebagai penyelenggara pendidikan, yaitu: Pertama yaitu terkait otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru, dengan memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi untuk bekerja sama dengan organisasi dan/ atau universitas yang masuk dalam 100 QS World University Ranking lebih terbuka; Kedua terkait penjaminan mutu akreditasi Perguruan Tinggi, Mendikbud Nadiem Makarim merumuskan sistem akreditasi Perguruan Tinggi dalam kebijakan Kampus Merdeka; Ketiga terkait kebebasan bagi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).

Sedangkan kebijakan Keempat yaitu terkait hak belajar 3 (tiga) semester di luar Prodi (Program Studi) menjadi salah satu kebijakan yang dikemas dalam kebijakan Kampus Merdeka. Melalui kebijakan ini mahasiswa memiliki fleksibilitas untuk mengambil kelas di luar Prodi dan kampusnya. Kegiatan yang bisa dilakukan mahasiswa di luar prodinya di antaranya magang atau praktik kerja di industri atau organisasi nonprofit, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, terlibat dalam proyek desa, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil, dan kegiatan lainnya yang disepakati dengan program studi. Tetapi kebijakan ini tidak berlaku pada mahasiswa pada prodi bidang kesehatan.

Kebijakan keempat ini adalah kebijakan yang langsung berkenaan dengan peserta didik, yang harus difasilitasi perguruan tunggi tempatnya kuliah. Namun, yang masih menjadi pertanyaan, apakah program ini sudah dapat dilaksanakan di berbagai kampus, dan bagaimana pola penerapan serta berbagai penyesuaian yang dilakukan?

Dari pengamatan sementara, masih banyak kampus yang belum dapat langsung melaksanakannya. Hal ini  disebabkan karena masih banyaknya aturan dan peraturan yang mengikat sebelumnya, sehingga harus membutuhkan penyesuaian atau bahkan perubahan dalam implementasinya. Terutama dalam hal kurikulum, metode pelaksanaan, maupun sistim evaluasi proses belajar-mengajar, yang berkaitan dengan keberadaan para mahasiswa tersebut selama 3 (tiga) semester itu diluar program studinya.

Sesungguhnya, kebijakan keempat, yang memberikan fleksibilitas untuk mengambil kelas di luar prodi dan kampusnya ini, merupakan kebijakan kunci link and match yang sering di dengung-dengungkan. Kesempatan ini perlu segera diwujudkan, agar dapat menghasilkan output lulusan yang lebih kompeten dan komprehensif pengetahuannya, untuk memasuki dunia kerja. 

Selain itu, peluang untuk melakukan inovasi terhadap pola pencapaian profil lulusan dari masing-masing program studi, dapat lebih leluasa. Karena adanya fleksibilitas yang bisa dimanfaatkan untuk merancang metode tambahan dalam proses pelaksanaannya, untuk memaksimalkan kompetensi lulusan yang kreatif dan inovatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun