Mohon tunggu...
Khairil Anas
Khairil Anas Mohon Tunggu... -

Berkelana, mengumpulkan cerita, menyampaikan berita...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Societeit de Harmonie

5 Januari 2012   12:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

”Tetap Harmonis dari masa ke masa”

Societeit de Harmonie atau Gedung Kesenian Sulawesi Selatan adalah salah satu bangunan bersejarah yang masih bertahan dari gempuran pembangunan dan mencoba bersanding secara harmonis dengan bangunan-bangunan yang usianya jauh lebih muda dan modern yang terus bertumbuh di sekelilingnya.Societeit de Harmonie atau Gedung Kesenian Sulawesi Selatan adalah salah satu bangunan bersejarah yang masih bertahan dari gempuran pembangunan dan mencoba bersanding secara harmonis dengan bangunan-bangunan yang usianya jauh lebih muda dan modern yang terus bertumbuh di sekelilingnya.

Sejarah mencatat gedung kesenian ini dibangun pada tahun 1896 berdampingan dengan kantor gubernur yang saat itu berstatus sebagai Gubernur Celebes(sekarang gedung Balaikota Makassar) dan di sebelah selatannya terdapat Fort Rotterdam serta pemukiman orang-orang Belanda yang disebut Vladingen.

Lokasi tempat bangunan ini berdiri, awalnya merupakan sebuah tanah lapang di sisi jalan Prins Hendrik yang sekarang menjadi jalan Riburane di sebelah utara Fort Rotterdam atau benteng Ujungpandang. Pada awal berdirinya Gedung peninggalan pemerintah kolonial Belanda itu dikelolah oleh sebuah badan yang disebut Direktie yang dipimpin oleh seorang kepala dewan dan dibantu beberapa orang anggota.

Dewan direksi atau Direktie diangkat setiap tiga tahun dengan tugas-tugas yang menyangkut urusan keuangan, latihan, busana, material, hubungan luar, dan tata usaha. Termasuk juga membuat aturan yang salah satunya adalah melarang penonton membawa makanan dan minuman ke dalam gedung. Itupula sebabnya di gedung ini tidak tersedia buffet tempat penyimpanan makanan dan minuman sebagaimana yang ada di kursi bioskop pada umumnya. Untuk kebutuhan makan dan minum, pengunjung pergi ke Koffe Huis yang letaknya sekitar 100 meter sebelah barat Societeit de Harmonie. Untuk mencapai koffe Huis, pengunjung berjalan melintasi Wilhelmina Park, sebuah taman tempat koffe Huis berada. Taman ini dipercantik dengan sebuah kolam renang Zwembad Harmonie yang setelah kemerdekaan berubah nama menjadi Kolam Renang Tirta Bahari. Sementara Koffe Huis itu sendiri lebih dikenal dengan nama “Gedung Panti Penghibur” lalu berganti menjadi “Taman Bahari” setelah kemerdekaan. Sekarang tempat itu telah dipenuhi ruko dengan nama “de Rotterdam”

Bangunan gedung Societeit de Harmoni yang berciri Eropa abad XIX dengan gaya Reneisance ini bisa juga dianggap sebagai gedung serba guna di zamannya, gedung ini tidak hanya untuk acara kesenian, tetapi juga menjadi tempat pertemuan Gubernur, Walikota, dan pejabat tinggi militer Belanda. Bahkan tidak jarang Gubernur Jenderal Belanda mengundang orang-orang China kaya untuk menghadiri pesta yang diadakan di gedung ini. Gaya Reneisance atau Yunani Baru merupakan perkembangan dari Gaya Roko, ada pula yang menyebutnya Gaya Empire yang sedang trend di Eropa pada masa itu.

Societeit de Harmonie dibangun ketika pemerintah kolonial Belanda menjadikan kota Makassar sebagai kota pemerintahan dan kota niaga. Di gedung inilah orang-orang Belanda,orang-orang China kaya, dan segelintir kalangan bangsawan pribumi dihibur dengan tonil,drama, dan sandiwara yang merupakan karya para dramawan Eropa terkenal tapi dimainkan secara amatir oleh pemain-pemain drama lokal.

“Hawaian” merupakan salah satu kelompok music yang cukup terkenal saat itu. Kelompok Hawaian yang anggotanya adalah orang-orang Ambon eks KNIL ini tampil secara berkala di gedung itu.Barulah pada pertengahan tahun 1900-an, pihak pengelola gedung mendatangkan rombongan pemain sandiwara dari Belanda dan beberapa Negara Eropa. Group-group tonil dan pemain drama ini biasanya mampir di Makassar, setelah berpentas di Schouwburg Weltevreden di Batavia yang sekarang menjadi Gedung Kesenian Jakarta.

Sebagai Balai Pertemuan Masyarakat

Pada masa pendudukan Jepang, Societeit de Harmonie dijadikan sebagai Balai Pertemuan Masyarakat, selain digunakan untuk rapat-rapat dan kepentingan pemerintah Jepang, gedung ini tetap juga difungsikan sebagai tempat pertunjukan seni, terutama pertunjukan sandiwara. Pemerintah Jepang memberi kesempatan kepada sejumlah grup sandiwara yang terbentuk dari kalangan seniman untuk tampil di gedung tersebut. Langkah itu dilakukan dengan tujuan menarik hati masyarakat pribumi. Namun sangat memprihatinkan, sebab pada masa itulah kondisi dan kelengkapan bangunan mulai hilang dan rusak.

1325765477674007268
1325765477674007268
Sementara grup-grup kesenian yang merupakan bentukan Jepang satu persatu mulai berguguran setelah Jepang angkat kaki meninggalkan Makassar. Sebagai gantinya, lahirlah beberapa grup seniman muda. Sayang sekali setelah kepergian Jepang, grup-grup seniman itu tidak dapat tampil secara langsung di Societeit de Harmonie disebabkan orang-orang Belanda, Keturunan Cina, dan golongan pribumi tertentu kembali menguasai gedung itu.

Menjadi Balai Budaya Lokal

Berkat dukungan Gubernur Sulawesi Andi Pangerang Pettarani di tahun 1952, Gedung Kesenian yang kembali dikuasai oleh orang-orang Belanda itu berhasil diambil alih sejumlah seniman local. Sejumlah tokoh diantaranya J.E.Tatengkeng, H.D.Mangemba, La Side, Rahim Mone, dan Ali Walangadi, semuanya sudah almarhum kecuali yang disebutkan terakhir. Setelah berhasil menguasai gedung itu, mereka lalu memberinya nama “Balai Budaya”.

1325765707454706266
1325765707454706266
Untuk mendukung kegiatan di gedung tersebut, tokoh-tokoh seniman itu membentuk satu perhimpunan yang dinamai“Sumber Seni Indonesia”. Semua grup kesenian terutama yang lahir dari sekolah-sekolah dihimpun menjadi satu, dan setiap tahun secara rutin meramaikan gedung kesenian Societeit de Harmonie dengan berbagai pertunjukan kesenian.

Selain grup-grup yang mendapat giliran secara teratur tampil di Societeit de Harmonie, muncul pula grup-grup sandiwara yang dibentuk para seniman muda dengan pandangan yang lebih modern. Penggunaan istilah “Sandiwara” misalnya, diganti dengan “teater” atau “drama”. Pada saat itulah lahir tokoh-tokoh penulis lakon sekaligus sutradara teater seperti Henk Rondonuwu, Saleh Malombassi, dan Rahman Arge.

Gedung ini pula yang menjadi tempat lahirnya majalah kebudayaan “Sulawesi”, “Mimbar Indonesia” dan majalah “Zenith”. Usaha penerbitan itu merupakan salah satu kegiatan yang dirintis oleh tokoh-tokoh seperti M.Basir, Hisbuldin Patunru, H.D.Mangemba dan Ali Walangadi dalam rangka program STICUSA, yang merupakan program kerja sama Indonesia-Belanda di tahun 1950-an.

Direnovasi dan Dilindungi Sebagai Asset Peninggalan Bersejarah

13257671251762757721
13257671251762757721
Dalam bangunan utama gedung terdapat auditorium yang berfungsi sebagai tempat pertunjukan. Sistem konstruksi gedung berupa kolom-kolom yang berderet pada bagian kaki, badan, dan kepala dihias dengan ornamen modern. Garis-garis vertikal dan horizontal dari ventilasi, tritisan dan sebagainya, juga menjadi unsur dekoratif yang menarik. Sekalipun ada penambahan pada dinding dan pola tata ruang bangunan pada perkembangan selanjutnya, namun tidak mengubah konstruksi lama. Hal ini disesuikan dengan perubahan fungsi setelah tidak lagi digunakan sebagai gedung pertunjukan. Bentuk atap berupa limasan berkemiringan tajam merupakan unsur lokal yang diterapkan pada bangunan, sedang atap pada menara berbentuk kubah, runcing, dan patah di tengah berbentuk bujur sangkar.

Dengan status kepemilikan negara dan dikuasai oleh Pemprov Sulsel, Societeit de Harmonie merupakan aset peninggalan sejarah yang dilindungi undang-undang dengan nomor register 343 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara. Kita berharap Gedung tua yang sedang direnovasi ini tidak hilang dan diruntuhkan struktur aslinya.

(Khairil Anas)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun