Mohon tunggu...
Walan Yudiani Yudi
Walan Yudiani Yudi Mohon Tunggu... Penulis - Seorang guru yang ingin terus belajar

Sederhana dan memberi inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilihan Presiden 2014 : Sebuah Dilema

7 Juli 2014   21:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:07 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya tak begitu tertarik dengan hal-hal yang berbau politik ,entahlah tiba-tiba ada keinginan untuk memutuskan sesuatu ,Yah ,sesuatu pilihan untuk memilih dengan mencoblos  presiden pada pemilu tahun ini. Memang tak mudah untuk memilihnya walaupun kontestan presiden  hanya  ada 2 orang. Banyak orang memilih karena simpatisan, hasutan,faktor keturunan ,kepentingan politik semata, mengikuti berita –berita TV yang bertendens dan berpihak pada capres tertentu, kampanye-kampanye hitam melalui media sosial atau yang lebih trend-nya mengikuti beberapa kali debat capres hingga menjelang grand final barulah bisa memastikan  siapa yang mesti di coblos. Lalu kita bertanya dalam hati kecil ini termasuk yang manakah kita ini?.

Dosenku termasuk orang yang mempunyai pola fikir dengan analisis-analisis yang begitu tajam dan akurat dalam memutuskan  rencana jangka panjang untuk sebuah strategi perusahaan pun ikut berkomentar di sisi-sisi ketika memberi kuliah  dengan tidak bermaksud berkampanye. Katanya, sebelum Jokowi menjadi Gubernur DKI dia sudah meramalkan bahwa Jokowi akan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ternyata betul Jokowi akhirnya menjadi Gubernur DKI analisanya tepat dengan tidak  menjelaskan bagaimana analisanya..Kadangkala saya juga di perkuliahan sering melihat beberapa teman-teman kuliah berdiskusi tentang pilpres dengan aksioma-aksiomanya mereka berupaya dan berusaha untuk menjagokan dan mempengaruhi rekan-rekan untuk juga menjagokan pilihannya seperti sebuah arena pertaruhan di Piala Dunia 2014. Tanpa meremehkan, saya  hanya sebagai pendengar yang budiman saja dan itupun tidak lantas saya memilih siapa.

Ketika Prabowo dan Jokowi sudah final capres 2014 berdasarkan Keputusan KPU Pusat lagi-lagi dosenku berkomentar, saya yakin Jokowi akan menang lagi di Pilpres nanti katanya, seperti yang sudah-sudah di pilgub DKI lalu, juga  masih dalam situasi pemaparan mata kuliahnya. Setelah masing-masing capres berkampanya ditambah lagi dengan timsesnya saling berupaya untuk mengenalkan kondite capresnya,program-programya,prestasi-prestasinya bahkan yang lebih frontalnya sampai pada tahap-tahap kampanye-kampanye hitam melalui banyak media TV, Surat kabar,media sosial kesemuanya tidak lain hanya  untuk menjatuhkan lawannya sehingga begitu yakin dan efektif bahwa dengan cara-cara ini dapat mempengaruhi rakyat untuk dapat menggiring dan mendulang perolehan suara nanti. Sambil iseng semua mahasiswa menayakan  lagi pada dosen kami yang begitu tidak mau kalah up-date dengan persoalan pilpres saat menjelang detik-detik pencoblosan. Saya berfikir jawabannya pasti akan sama dan yakin tidak akan berubah, Ternyata jawaban yang ia lontarkan, bingung harus memilih siapa ,,.Waduh!,,padahal saya sudah tunggu-tunggu barangkali ini sebagai bagian dari referensi saya untuk  pilihan capres ketika akan mencoblos.Tapi saya berprangsangka baik saja mungkin tidak etislah mempengaruhi mahasiswanya untuk menggiring pada capres tertentu. Yah ,dilema lagi.

Semua rekan-rekan pembaca mungkin akan terasa sama seperti saya atau mungkin juga tidak. Lain halnya dengan fanatisme sebagai suatu pengkultusan seseorang biarpun capresnya dibilang tersandung kasus-kasus ini,orangnya begini pernah begitu tetap saja dengan  mantap . “APAPUN ALASANYA ,SAYA TETAP PILIH DIA!”. Ingin juga rasanya seperti rekan-rekan fanatisme ini,sehingga tidak pusing-pusing untuk menimbang dan memilih saat pencoblosan.

Mudah-mudahan di dua hari kedepan saya sudah menemukan jawaban yang tepat untuk sebuah pilihan. Walaupun 1 suara saya tidak begitu signifikan untuk sebuah perolehan pilpres 2014. Artinya saya tidak memilihpun tidak akan mempengaruhi jumlah nilai suara rakyat yang jumlahnya begitu banyak. Namun ada satu yang bisa saya gariskan dengan hak pilih kita untuk mencoblos, minimal kita sudah mau memikirkan dan membangun Negara. ini .Siapapun presidennya nanti kita harus terima dan hormati. Mudah-mudahan kita tidak salah pilih.Biarlah nurani yang menuntun semuanya karena nurani tidak pernah berbohong. Sering-seringlah bicara dengan nurani semakin terasah nurani kita semakin tajam kita memaknai hidup ini dengan bijaksana dan arif. Bravo bangsa ku dan Negeri ku. Merdeka!.. ( Teruntuk Ibu Pertiwi!.....Aku mencintaimu,,,,,By Yudhi de Lia )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun