Mohon tunggu...
Vivi Anasari
Vivi Anasari Mohon Tunggu... -

Universitas Islam Negeri Malang Maulana Malik Ibrahim Fakultas Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkembangan Budaya dari Kemampuan Kognitif

26 April 2014   23:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:09 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbagai tradisi budaya telah semakin menyempurnakan orientasi “realita” sehari-hari tadi suasana mistik dan dunia fantasi, mencapai mimpi dan menjelajahi mitos, kesurupan dan hiruk pikuk keagamaan. Upacara “mimpi” bangga Aborijin Australia, kerasukan roh di bali, voodoo di Haiti, halusinogen yang menimbulkan gambaran mengenai mesoamerika atau amazon, adalah ungkapan kemampuan manusia untuk mengalami keadaan keasadaran yang berubah-ubah tarafnya. Hal ini bisa menunjukkan perkembangan dan penilaian budaya dan berbagai kesanggupan mental untuk pemikiran mistik dan holistic yang tidak di kembangkan dan tidak dihargai dalam tradisi rasional barat. Sebagian besar merupakan ungkapan-ungkapan berbagai kemampuan yang berpusat dibalahan otak (untuknya sebelah kanan), sebagai pelengkapan daribelahan lain dimana kemampuan berbahasa dan berlogika analitik dipusatkan. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa orang aborijin Australia atau orang Indian Huikol berjalan sepanjang hari dalam kemanunggalannya dengan kosmos. Kalau mereka berburu, memasak, dan menggaruk pantat, mereka serasional dan sepragmatik manusia lainnya di mana saja pada masa apa pun juga.

Perkembangan budaya khusus dari kemampuan mental juga muncul pada bidang pemikiran lain. Sejak membanjirnya bahan bacaan, manusia mengalami pemiskinan dalam kesanggupan daya ingatnya, yang bagi para nenek moyangnya merupakan hal yang sangat biasa. Keterampilan khusus berupa persepsi visual, pencarian petunjuk, pemecahan masalah, atau navigasi dapat diajarkan melalui latihan dan pengalaman, dan secara budaya diperkokoh. Dengan demikian para pelaut mikronesia yang berlayar berlayar dengna berpedoman rasibintang dan air pasang, atau penghuni rimba afrika atau aboringin Australia dalam berburu atau orangpolinesi dalam mengingat silsilah yang sangat panjang, semuanya menggunakan keterampilan yang telah diasah dalam berbagai tradisi budaya tertentu.

Pelbagai keterampilan tadi dimiliki oleh setiap orang dalam taraf yang sama setiap masyarakat mempunyai orang ahli dan orang awam, dalam setiap jenis keterampilan. Perbedaan gaya kognitif diantara berbagai budaya telah dikaji pada tahun belekangan walaupun seperti halnya tes kepribadian, kesulitan-kesulitan hubungan dan prasangka budaya pada instrusmen tes menyulitkan penafsiran penemuan (Cole dan Scribner 1974).

Sampai sejauh ini, setelah melihat budaya sebagai system pengetahuan, sebagi model internal realita, kita perlu menyeimbangkan pernekanan pada kognisi ini dengan melihat sisi lain kepribadian pada segi emosi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun