Sedih, kecewa, marah, itulah yang tergambar dalam status facebook, tweeter, dan YM pagi ini. TIMNAS Sepakbola Indonesia yang dibangga-banggakan, dipuji-puji, dan disanjung-sanjung tak menuai kemenangan yang diharapkan oleh sebagian besar rakyat bangsa ini ketika bertandang di Negeri Jiran Malaysia. Kekalahan telak 3-0, tak ayal membuat perjuangan semakin berat ketika harus menjamu tim lawan pada 29 Desember 2010 nanti. Tim asuhan Alfred Riedl ini memang kelihatan tak begitu bagus permainannya, apalagi dengan adanya tindakan tercela para Supporter Malaysia pada awal-awal pertandingan dengan menyorotkan sinar laser ke arah pemain TIMNAS Indonesia dengan tujuan memecahkan konsentrasi. Hal ini diperparah dengan sikap emosi para pemain TIMNAS dengan adanya provokasi tersebut.
Nasi sudah menjadi bubur, kekalahan tak bisa lagi kita pungkiri terlepas itu akibat dari tindakan tercela para supporter Malaysia. Masih ada peluang buat TIMNAS untuk membalas kekalahan dan merebut gelar juara AFF pada leg kedua di Gelora Bung Karno pada tanggal 29 Desember 2010 nanti. Dan kita umumnya Bangsa Indonesia ini harus dapat memetik pelajaran dari kekalahan ini.
A. Reformasi Total Pengurus PSSI
Apa sih kontribusi Nurdin Khalid sebagai Ketua PSSI? kenapa dia masih dipertahankan?. TIMNAS butuh sosok pemimpin yang bijaksana, bukan narapidana. TIMNAS bukan bukan komoditas politik, bukan milik partai tertentu, tapi dia berusaha melakukan itu dengan membawa TIMNAS dalam jamuan makan dengan tokoh partai tertentu. Saya yakin PSSI bisa lolos ke Piala Dunia jika kepengurusan PSSI direformasi total.
B. Semua orang merasa berjasa.
TIMNAS selalu menuai kemenangan besar pada pertandingan-pertandingan sebelumnya dalam Piala AFF tahun ini. Semua orang yang dibalik layar merasa merekalah yang berjasa atas kemengan itu, mulai dari Ketua Umum PSSI, Manager, Direktur Teknik, Fisioterapis, mungkin juga malah supporter. Justru sang Pelatih Alfred Riedl tak pernah merasa berjasa atas itu semua. Dan herannya media selalu mem-blow up mereka-mereka. Kali ini TIMNAS kalah, apa mereka akan mengakui bahwa itu juga berkat mereka?
C. Pemberitaan Media Massa yang berlebih-lebihan
Setiap pagi, sore dan malam baik acara berita, talk show, dan dialog selalu membahas TIMNAS, berita politik yang biasa menjadi head line tak laku lagi. Kita akui itu wajar sebatas "Euforia" dan bentuk kebanggaan atas TIMNAS kita. Tetapi menjadi tidak wajar jika yang diwawancarai adalah istri-istri para pemain TIMNAS, yang dibahas menu makanan suaminya, keseharian suaminya, dan hal-hal yang tak perlu dipublikasikan. Yang lebih menggemaskan lagi mewawancarai para pemain TIMNAS dengan pertanyan-pertanyaan yang semestinya tak boleh diketahui pihak lawan, misalnya kondisi pemain, strategi yang akan diterapkan, dsb. Pelatih TIMNAS Alfred Riedl pernah mengungkapkan "ini sudah berlebih-lebihan, pemain butuh konsentrasi untuk pertandingan berikutnya".
D. Euforia Masyarakat yang kurang tepat.
Mendukung TIMNAS dengan menonton pada saat bertanding di stadion itu salah satu bentuk dukungan. Tapi berhari-hari ngantri untuk mendapatkan tiket masuk, dan meninggalkan kewajibannya (bekerja, ibadah, dll) itu merupakan hal yang naif. Oke, kita boleh berusaha mendapatkan tiket tanpa meninggalkan kewajiban kita, toh jika kita tidak dapat tiket masuk kita masih bisa menonton di televisi, tentu saja tidak lupa mendo'akan agar TIMNAS kita diberikan kemudahan dalam menggapai kemenangan.
Kita masih berharap, TIMNAS Indonesia akan mendapatkan kemengan besar untuk membalas kekalahan ini. Tapi kita juga harus belajar dari dari kekalahan.