Mohon tunggu...
Zee PeGe 0,5
Zee PeGe 0,5 Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

zee ohm

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jendela yang Harus Kugembok

3 Maret 2014   19:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:17 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh di sana, rasaku tertinggal;

Setelah ku simpan birunya awan, mendungnya langit. Mataku memotret pantai berpasir gurun. Segarnya hijau hanyalah teringat dalam tidur

Cermin teranggurkan, aku hanyalah pucat yang merindu matahari. Ku gelar selimut ketika malam, Ku buka jendela ketika anjing-anjing tetangga menangis, ku coba bercakap dengan tangisnya. Apalah daya, ceritanya tersangkut

Jendelaku harus ku gembok

Tangisan itu tak perlu lagi. Dalam pengap, jendela purna sudah. Tersenyum, tertawa ku pelajari suaranya. Wujudnya janganlah kau tanya.

Jendelaku telah ku gembok

Malam telah tiba, curhatku dimulai;
pantai berpasir gurun, tangisan anjing, suara senyum dan tawa
lindap dalam selimutku

Jendelaku telah ku gembok
Biarlah aku tidur, akan ku bawa matahari dan segar hijau dalam mimpiku

Maafkan aku
Jendelaku telah ku gembok

Februari 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun