Mohon tunggu...
Awalludin Ghufi
Awalludin Ghufi Mohon Tunggu... -

mengalir seperti air, berlari seperti angin dan berdiri bagai gunung.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PESTA RAKYAT KATANYA??

9 Juni 2014   13:11 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:35 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Kepentingan VS Kepentingan)

D

i Negeri kaya ini setiap lima tahun sekali selalu mengadakan pesta besar-besaran dengan tema Pesta Demokrasi, seluruh lapisan masyarakat menjadi tamu dalam pesta lima tahunan ini diundang ataupun tidak semua rakyat akan dapat merasakan nuansa hiruk pikuk pesta lima tahunan ini. kalau dalam acara pesta pada umumnya tamu akan datang mengucapkan selamat serta memberikan sedikit kenang-kenangan berupa hadiah namun di pesta lima tahunan ini sangat berbeda dan berbalik seratus delapan puluh derajat tuan rumah pesta sangat ramah mereka berlomba-lomba memberikan hadiah kepada setiap undangan yang hadir dipesta ini tanpa terkecuali. Sambutan ramah dipenuhi dengan berbagai macam ucapan manis berupa janji-janji kepada setiap undangan menjadi hal yang lazim.

Menarik untuk disimak setiap pesta lima tahunan ini banyak manusia didorong untuk menjadi orang lain walaupun itu tidak semua dalam waktu singkat sifat dan karakter di seting menjadi sosok yang ramah, pintar, bijaksana, jujur dan tidak sedikit Tuhan pun dibawa-bawa bak nabi menyampaikan wahyu di hadapan umatnya. Semua tuan rumah berubah seketika menjadi seorang malaikat yang tendensius. Intelektualitas rakyat di taruh didaftar terbawa bagi mereka satu hal yang terekam dan harus dikeluarkan adalah apa yang menjadi kepentingan diri dan partainya.

Rakyat seolah-olah seperti baju dan celana yang sewaktu-waktu bisa mereka pakai untuk mempercantik dirinya, jangankan dicuci dikeringkan dan disetelika di tempatkan pada gantungan pakaian pun tidak, setelah selesai pakaian itu akan ditaruh seenaknya bahkan dibuang jika memang sudah tidak lagi diperlukan. Di pesta ini apapun ada dan tampak terlihat jelas kesenjangan sosial pesta atas nama demokrasi pun hanya menjadi pesta yang dapat dinikmati sebagian rakyat saja tanpa rasa malu. Budaya ini memang lebih terasa ketika era reformasi yang tidak reformatif.

Bagi negeri kaya raya seperti Indonesia menggelar pesta lima tuhan semacam ini bukanlah hal yang berat sama sekali apalagi pesta ini menjadi ajang penentu arah negeri kedepan. Memilih dan memilah para pemegang tanggung jawab negeri ini. Pesta ini mempertemukan berbagai macam keperntingan, bertemnunya berbagai suku, bertemunya berbagai macam ideologi, bertemunya berbagai macam janji-janji, bertemunya berbagai macam harapan dari seorang pemilih kepada yang dipilih, bertemunya sebuah cita-cita bersama dengan jalan berbeda, bertemunya si kaya dan si miskin. Semuanya dipertemukan di pesta ini

Bak sebuah permainan masal dengan jagonya masing-masing, sang pemilih duduk ditribun penonton memberikan dukungan dan semangat, di pimpin oleh pemandu sorak yang mengarahkan segala macam perfomance dukunganya. Sedangkan yang dijagokan berlaga dimedan laga dengan berbagai macam ketrampilan untuk memikat pendukungnya atau bahkan menarik perhatian dari pendukung lain. Pendukung dengan yang didukung terikat ikata emosional ketika laga itu berlangsung, tapi entah ketika laga selesai dan menghasilkan pemenang/sang juara, nasib para pendukung masih tetap berada pada tempat yang sama. Datang menonton, duduk dan memberikan yel-yel, dan panorama seperti ini selalu berlangsung ketika pertandingan berlangsung, dan tidak sedikit rasa fanatisme berlebihan dalam memberikan mendukungan berakibat pada, saling mengolok satu sama lain, saling menjatuhkan satu sama alin, saling membuka aib satu sama lain, bahkan tidak sedikit dari mereka beradu fisik demi apa yang didukungnya. Ketulusan dalam membela dan memberikan suara kepada apa yang mereka yakini dapat memberikan perubahan kepada kesejahteraan yang diharapkan terkadang tak kunjung datang. Sang juara lalai, kalau kemenanganya tidak lepas dari para pendukungnya.

Disnilah terlihat dan tampak jelas, antara ketulusan dan kepentingan. Ketulusan ditunjukan oleh sang pendukung, sedangkan kepentingan terkadang nampak dari para calon yang didukung.Pesta lima tahunan ini tidak pernah membuat bosan bagi setiap mata yang melihat dan setiap telingan yang mendengar, tapi bisa membuat muak, jika dalam pesta lima tahunan ini ada kecurangan, ada uang bermain didalamnya dan lahir kemunafikan.

Bagaimanapun pesta ini sangat penting adanya bagi keberlangsungan Negeri kaya bernama Indonesia ini, masih sangat penting dan diperlukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun