Sebagai mantan mahasiswa milenial yang pernah terlibat demonstrasi, saya merasa diingatkan kembali tentang sumpah mahasiswa yang tiga lariknya persis seperti dikumandangkan pada tahun 1988 yaitu tanah air tanpa penindasan,bangsa yang gandrung akan keadilan, dan bahasa tanpa kebohongan. Sumpah ini setidaknya menjadi bekal untuk bermasyarakat.
Setelah lebih dari sepuluh tahun pasca reformasi tahun 1998 pergerakan mahasiswa nampak mulai menggeliat kembali dengan jumlah masa yang tidak kalah besar saat reformasi mulai digaungkan. Mereka aktif dalam menanggapi kebijakan pemerintah terkait isu HAM, kesejahteraan buruh, petani dll. Akhir tahun 2019 menjadi awal berkumpulnya kembali BEM-SI mereka sepakat untuk menolak RUU KPK yang dinilai melemahkan lembaga anti riswah. Di tahun ini mereka turun ke jalan lagi dengan tututan menolak UU Omnibus law. Aksi-aksi parlemen jalanan tersebut secara masif dilakukan serentak tidak hanya di ibukota jakarta namun di sejumlah daerah dan kota besar.
Ada rasa bangga bercampur heran melihat fenomena aksi masa sebesar itu. Rasa bangga itu muncul karena mahasiswa masih konsisten mamainkan perannya sebagai agen social of control. Â Masyarakat seolah dibuat heran karena dugaan mereka selama ini menganggap semua organisasi mahasiswa internal kampus (BEM) telah dikuasai oleh organisasi eksternal (PMII, HMI, GMNI, GMKI, KAMI dll) bisa dikendalikan oleh para seniornya yang masuk dalam lingakaran pemerintahan dan partai politik, ternyata mereka bergerak sesuai hati nuraninya sebagai kaum intelektual yang masih memiliki idealisme
Masa-masa menjadi aktivis gerakan mahasiswa pada dasarnya tidak akan selamanya, kelak mereka akan menjadi masyarakat biasa. Tapi, tidak menutup kemungkinan bahwa aktivis mahasiswa milenial sekarang pada beberapa dekade ke depan akan mengikuti jejak para pendahulunya dengan masuk ke dalam lingkaran pemerintahan atau menjadi elit politik. walaupun tidak semua mantan aktivis berminat masuk ke lingkungan pemerintahan, karena pilihan hidup. Tapi kita bisa menyaksikan perjalanan politik bangsa ini sumber rekrutmen elitnya berasal dari mantan gerakan mahasiswa era reformasi. kita bisa menyebut beberapa nama diantaranya Pronomo anung, Tjahyo kumolo, Teten Masduki, Ganjar pranowo, Fadjroel Rahman, dan lain-lain.
Jika suatu hari nanti kaum aktivis milenial mengikuti jejak para pendahulunya yaitu masuk ke lingkaran pemerintah dan elit politik seperti nama-nama yang disebutkan, sepertinya sumpah mahasiswa bisa dijadikan bekal. Terutama sumpah yang ke tiga yaitu berbasa satu: bahasa tanpa kebohongan. Hal itu sesuai dengan jargon pemerintah kita yang mengusung integritas dalam berprilaku. Dan yang perlu diingat oleh kakak-kakak aktivis sekarang yaitu rakyat akan selalu mengingat apa-apa yang engkau katakan hari ini, karena ingatan rakyat tak sependek para politisi yang menjual janji-janji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H