Dalam  pembelajaran bahasa Indonesia dikenal dengan pergeseran makna kata. Diantaranya ada yang disebut amelioratif dan peyoratif. Amelioratif bila kata itu memiliki nilai rasa  baik,indah, halus dan sopan. Misal, kata mati. Semula kata ini bermakna biasa(netral) tetapi berkembang menjadi makna yang bernilai rasa rendah dibandingkan kata wafat. Sedangkan peyoratif, bila kata itu bernilai rasa buruk, jelek, kasar dan kurang sopan. Misal,kata mampus. Kata ini lebih terasa kasar daripada kata mati dan wafat. Pergeseran makna kata ini akan terjadi seiring dengan kesepahaman dan kesepakan (konvensi) masyarakat pengguna kata-kata tersebut.
      Kata kafe atau kafeteria berasal dari kata asing cafe atau cafeteria. Sepadan dengan makna warung kopi atau warung makan . Dari segi makna, kata itu bernilai rasa biasa bahkan cenderung bernilai rasa baik. Terkesan bahwa kafe adalah warung kopi intelek dan elegan. Paling tidak kata cafeteria ini telah dipakai dengan bangga oleh perkantoran atau komunitas modernis untuk menggantikan sebutan warung yang terkesan tradisional atau ndesani. Jadilah. kata CAFETARIA terpampang di halaman belakang atau samping perkantoran untuk pelayanan publik.
      Demikian pula kata kafe. Para selebritis republik ini banyak yang telah mendirikan kafe-kafe di pusat keramaian sebagai usaha sampingan ataupun investasi. Kafe-kafe itu terkesan eksotik, elegan, indah dan artistik. Dalam hal ini kafe-kafe itu bercitra luar biasa, elok rapi, sedap dipandang mata dan bernilai seni tinggi. Biasanya hanya menyediakan makanan dan minuman ringan ,snack dan soft drink. Bahkan ada fasilitas Air Conditioner (AC), hot spot( Wi Fi) sebagai bentuk memfasilitasi rasa nyaman dan kerasan pengunjungnya. Kafe itu dipresentasikan sebagai tempat nyantai, refresh dan tidak menutup kemungkinan sambil santai  tetap bisa bekerja dengan akses internet. Jauh dari kesan hura-hura dan hingar -bingar. Ini berarti kesan kafe adalah positif, bernilai rasa baik. Amelioratif. Suatu penampilan yang plus.
      Citra yang baik dan amelioratif dari kata kafe ini bisa saja bergeser menjadi peyoratif, buruk dan terkesan negatif. Hal itu akan terjadi bila kafe itu pada kenyataannya terkesan erotik, mesum dan norak. Dalam hal ini kafe disengajakan pada suasana yang mendekati sensasi seksual. Ada waitrees dengan seksi menunggu pada suasana remang-remang. Dalam pada itu terjadilah hal --hal tidak senonoh (mesum) di luar kepatutan adat normatif . Makanan dan minumpun tersedia secara berlebihan, norak, kurang serasi kalau itu disebut kafe. Aroma alkohol menyengat ditingkahi polah hura-hura yang hingar -bingar seakan di dalam bar. Kenyataan seperti itulah  menjadikan citra yang negatif, bernilai rasa buruk. Peyoratif. Suatu penampilan yang minus.
      Citra yang mana yang kita pilih? Ini tergantung kepada masyarakat sebagai pengguna dan pemerintah selaku pemegang kebijakan. Seyogyanya masyarakat memikirkan juga dampak baik dan buruknya sebelum berbisnis. Masyarakat yang bijak tidak hanya memikirkan keuntungan pribadi tapi juga akan memikirkan  baik buruknya terhadap masyarakat sekitar. Baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Biasanya ,tataran norma ketimuran turut menjadi pertimbangan yang sangat penting pula pada masyarakat Indonesia.
Pemerintah  sebagai otoritas pengampu kebijakan sepatutnyalah bekerja dengan pedoman undang-undang yang sah. Idealnya undang-undang yang disahkan oleh lembaga legislatif itu memihak masyarakat. Dalam arti mengedepankan kepentingan, kesejahteraan dan keselamatan masyarakat. Dengan demikian pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan juga memihak kepada kepentingan, kesejahteraan dan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu izin operasional yang dikeluarkan pemerintah tidak terlepas dari kajian yang mendalam terhadap baik dan buruknya usaha yang diajukan masyarakat. Pemerintah mestinya harus bersikap selektif, objektif dan mengedepankan kepentingan orang banyak. Pemerintah jangan mengorbankan keselamatan masyarakat untuk keuntungan sesaat.
      Jadi , masyarakat dan pemerintah  bijak yang  menentukan nasib kafe di sekitar kita. Semoga perlu kafe dengan penampilan plus bukan minus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H