Kolaborasi Cerpen Valentine (KCV): "Cinta Anak Perempuan Jalang"
(Peserta no. 55)
Cuaca di Melbourne Beach nampak tidak bersahabat kali ini. Debur ombak berkejaran tanpa henti menghempaskan apapun yang tersentuh olehnya. Ulah dua bibit badai yang menyapa Melbourne bulan ini membuat gelombang laut semakin tinggi. Tak banyak orang yang mau menghabiskan waktunya bercengkrama dalam cuaca seperti ini. Namun bagi perempuan muda ini, bibit badai merupakan 'sahabat' yang ia jadikan tempat melepas penat di akhir pekan.
"Mengapa kamu masih belum bisa menerimaku sebagai kekasihmu, Tan? Bukankah kamu telah mengenalku lebih dari 10 tahun lalu bahwa aku tak bisa mencintai perempuan lain.. selain kamu... Aku memang beberapa kali berpacaran.. namun itu semua hanya pelarianku saja, karena kamu tak juga membuka hatimu untukku... Dan kini aku lelah terus berlari.. aku lelah terus melawan rasa ini... karena aku memang tidak bisa lepas dari cintaku padamu... dan aku tau di lubuk hatimu terdalam.. kamu pun mencintaiku... ya.., aku tau itu..."
Masih terngiang ucapan Vano tadi siang. Perkataan serupa yang telah dilontarkannya berulangkali kepada Tania. Namun sekian kali pula Tania hanya menjawab, "Kamu belum tau siapa aku sebenarnya Van.. meski kita telah sangat dekat dari sejak di bangku SMA... banyak hal yang masih aku sembunyikan tentangku..." Tanpa alas kaki, perempuan ini menyusuri tepian pantai Melbourne. Angin membuat rambut panjangnya terus menari-nari. Sweater merah ketat dengan turtle neck sedikit melindunginya dari hembusan angin nakal. Ia menggulung celana jeans-nya sampai di bawah lutut. Terkadang ia berjalan dengan perlahan, terkadang pula berlari dengan teriakan-teriakan yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri. Pantai memang selalu menjadi tempat Tania membuang segala keresahan hatinya. Pantai selalu membawanya kembali kepada kenangan masa kecilnya di Pangandaran. Saat-saat ia biasa bermain di bawah Terminalia Katappa, pohon rindang yang memiliki cabang mendatar dan bertingkat–tingkat seperti pagoda. Ia dan teman-temannya sering mengumpulkan buah keringnya untuk kemudian dibakar dan dimakan bersama-sama. Ketapang, begitu sebutannya, rasanya seperti kacang almond namun tidak terlalu kering. Sungguh merupakan masa-masa yang indah... Namun rona wajahnya seketika berubah, kenangan bersama teman-teman masa kecilnya menguap begitu saja, ketika bayangan 'mimpi buruk' itu hadir kembali. Peristiwa yang amat menyakitinya dan membuatnya menderita, menjadikan hidupnya selalu dibayangi oleh trauma berkepanjangan. Butiran-butiran bening pun mengalir deras dari kedua pelupuk matanya.
Maafkan aku Vano... Bukannya ku tak mencintaimu... Bukan pula kamu tak layak untuk mendampingiku... Sebaliknya... justru kamulah pria sempurna untukku yang selalu ada disaat aku membutuhkan bahu untuk bersandar.. yang selalu tulus menjagaku di saat aku kehilangan arah Namun kau bagai malaikat untukku... sedangkan aku hanyalah seorang perempuan yang tak suci lagi.. yang penuh racun di dalam bathin ini... ya, aku mengalami "relationship addiction" denganmu.. aku kecanduan kamu... namun aku tak ingin menjadikanmu tempat pembuangan segala racun yang ada di dalam bathinku... aku tak ingin menjadikanmu tempat pembuangan limbah.., yang justru akan mengeruhkan isi hatimu... aku ingin kamu tetap jernih... dan menjadi penyejuk bagi hatiku.. dan tetap meyiramiku dengan cintamu... 'Sembuhkan' aku... karena aku terluka dan 'sakit...' Kaulah detox bathin untukku... sedangkan aku hanya anak perempuan jalang...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H