Mohon tunggu...
Erri Subakti
Erri Subakti Mohon Tunggu... Penulis - Analis Sosial Budaya

Socio Culture Analyst

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hantu-hantu di Kepala Kita

7 Januari 2015   00:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:40 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada salah satu film yang paling membuat takut saya sampai selalu terbayang-bayang sewaktu kecil itu judulnya “Pengabdi Setan”. Adegan yang terbayang adalah saat hantu-hantu itu nyari-nyari tokoh utamanya, “Den Tommy…, den Tommy…” wiih.. serem…!

Sekarang ini saya pikir, sebenarnya konsep hantu itu memang seperti ‘ditanamkan’di kepala kita semenjak kecil sebagai ‘alat’ untuk menakut-nakuti sehingga kita akan patuh terhadap ajaran-ajaran, entah itu ajaran agama ataupun ajaran yang sebenarnya mengajarkan kebaikan.

Di era-era lalu, cara menakut-nakuti itu memang sangat efektif untuk membuat seseorang itu tetap berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial dan agama. Tapi di era modern sekarang, banyak orang tua yang sadar bahwa teknik menakut-nakuti anak itu sudah tidak relevan lagi, dan malah bisa menimbulkan ‘kelainan’ jiwa pada diri seseorang.

Sewaktu saya bekerja di tengah hutan Kalimantan Tengah, tidak pernah tuh muncul rasa takut akan adanya hantu. Mau tidur sendirian di pinggir hutan gak ada sama sekali rasa takut sama hantu. Bahkan suatu kali, tengah malam saat saya dengar suara lolongan anjing “auuuu….” Saya terbangun dan langsung melongok ke luar jendela, penasaran ada apaan sih, tanpa ada perasaan takut terhadap hantu.

Kenapa?

Karena konsep hantu yang selama ini tertanam di kepala saya, ya hantu-hantu seperti di film horror Indonesia di atas, Pengabdi Setan, yang lokasi cerita tersebut ada di kota Jakarta. Hantu-hantunya menghantui sebuah keluarga yang tinggal di dalam rumah besar. Tak berbeda jauh dengan film-film horror Indonesia lainnya, setting ceritanya kebanyakan ada di pulau Jawa. Kuntilanak dan pocong, ya itu di Jawa, karena setting cerita filmnya seperti itu.

Sementara di Kalimantan, mana ada hantu pocong? Lha wong di Kalimantan Tengah itu agama Islam bukan mayoritas kok. Jadi gak ada cerita hantu pocong. Hantu pocong kan ‘produk’ hantu yang beragama Islam, karena dalam Islam, seseorang jika meninggal dunia itu hanya dibungkus kain kafan saja dikuburkannya.

So banyak sekali hantu-hantu di kepala kita ini yang bergentayangan karena sudah tertanam semenjak kecil.

Jadi bisa dibayangkan efek yang luar biasa tertanam di kepala ratusan juta penduduk Indonesia ketika pemerintah selama 32 tahun menciptakan hantu yang wajib dienyahkan dari bumi Indonesia.

Saya tidak sedang membela ‘hantu’ tersebut. Hanya saja sayang sekali otak kita jika masih terdapat ‘hantu’ yang membayang-bayangi dan hanya bikin panas hati karena propaganda pemerintah selama 32 tahun.

Bagi kaum kapitalis, hantu adalah komunisme. Karena dalam pemerintahan komunis, sangat sulit bagi pengusaha untuk menjadi semakin kaya dan bertambah kaya dalam mengumpulkan modal pribadinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun