Mohon tunggu...
Erri Subakti
Erri Subakti Mohon Tunggu... Penulis - Analis Sosial Budaya

Socio Culture Analyst

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Goncangan Kehidupan

13 Maret 2012   23:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:06 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Berpikir Paradoks...," kata Arimbi Bimoseno. Paradoksal itu memang menarik.. namun mengalaminya seperti “berjalan dipinggir jurang,”… selip sedikit.. hancurlah… Dalam hidup sering kita dihadapkan pada situasional yang paradoks. Seakan semuanya samar.. dalam ranah abu-abu... atau tidak tau lagi mana (jalan) yang benar mana yang salah.. semua serba tabrakan.. Dan saat-sat inilah kita harus bersiap dengan “turbulensi” dalam hidup… Seluruh sendi kehidupan seseorang serasa bergetar hebat… berguncang…! Ada kisah seekor keledai yang terjatuh ke dalam sumur yang dalam. Berbagai usaha yang dilakukan oleh si pemilik keledai untuk mengangkat/menarik si keledai tak kunjung berhasil. Akhirnya si pemilik keledai memutuskan untuk mengubur si keledai itu. Merelakannya…. Mulailah si pemilik keledai meng-urug sumur tersebut, dengan maksud mengubur si keledai. Si keledai semakin panik mengalami begitu banyak tanah dan bebatuan kecil menghujani tubuhnya. Spontanitas, keledai tersebut mengguncang-guncangkan dirinya dari sekopan-sekopan tanah itu. Dan tanah dan kerikil pun jatuh ke dasar sumur… terus begitu selama si pemilik keledai meng-urug sumur. Namun yang kemudian terjadi adalah… gumpalan tanah dan bebatuan kecil yang dijatuhkan ke dalam sumur tersebut ternyata membuat sumur tersebut semakin lama semakin dangkal. Ditambah si keledai selalu mengguncang-guncangkan tubuhnya yang penuh tanah dan kerikil, sehingga kedalaman sumur semakin rendah. Secara perlahan si keledai menjadikan tanah yang mengendap di dasar sumur itu sebagai pijakan kakinya. Setiap kali tanah urug-an sumur itu jatuh, dasar sumur tersebut bertambah tinggi, si keledai menaiki tanah urug-an sumur tersebut. Si keledai mengguncangkan tubuhnya.. lalu satu step semakin ke atas sumur.. Hingga akhirnya si keledai justru bisa sampai ke permukaan sumur… dan terbebas dari 'perangkap…' Itu semua karena si keledai terus mengguncang-guncangkan tubuhnya setiap kali sekopan tanah kotor dan bebatuan yang menghujani dirinya. Paradoks... "selalu ada jalan dalam ketiadaan jalan." Begitulah hidup ini.. kita kerap mendapatkan begitu banyak ‘bebatuan dan tanah-tanah kotor’ yang dilemparkan ke muka kita…. terperangkap dalam lubang yang dalam dan seakan tidak ada pilihan apapun, tidak ada jalan keluar.. Maka itulah saat-saat 'turbulensi' kehidupan... saat goncangan menjadi faktor penting dalam langkah hidup kita. Jadikan cemoohan dan caci maki sebagai pijakan untuk mengangkat kita ke tempat yang lebih ‘tinggi.’ Turbulensi dalam kehidupan kita merupakan goncangan dalam ke-stabil-an hidup yang selama ini kita jalani.. Yaitu saat dimana hadirnya faktor 'pengganggu' atas keteraturan hidup yang mapan, menggiring kita ke arah ‘ketidakberaturan…' Tak perlu cemas... Ingat, alam semesta tercipta tidak ujug-ujug teratur…. melainkan dari serangkaian ketidakberaturan yang maha dahsyat... Karen itu, “turbulensi penting bagi manusia untuk mencapai ke-stabil-an hidup ini..” So, lepaskan kaki (footloose) untuk melangkah meski cuma setapak.. dan tetap semangaattt..!! _____________________________ *Baca juga : Paradoks Di Penghujung Era

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun