Surat Terbuka Untuk Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Yang Terhormat Bapak Anies Baswedan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Hari ini, Ujian Nasional kembali dilaksanakan. Saya memutuskan untuk menulis surat terbuka ini untuk bapak Menteri Pendidikan sebagai bentuk kepedulian saya terhadap pendidikan Indonesia yang sampai saat ini belum bisa merdeka dan berdaulat dari system pendidikan global dibawah kendali neo liberalisme.
Ada tiga point yang akan saya sampaikan lewat surat ini. Yang pertama, mengapa saya sangat yakin bahwa pendidikan kita sedang di jajah Neoliberalisme. Yang kedua mengapa saya menolak Ujian Nasional karena Ujian ini lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Dan yang terakhir rekomendasi yang saya usulkan sebagai alternatif solusi untuk bapak pertimbangkan agar semakin percaya diri untuk menghentikan pelaksanaan Ujian Nasional.
Ujian Nasional dan Neoliberalisme
Ketika bicara soal Ujian Nasional mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Ujian Nasional adalah wujud sistem pendidikan yang dibawah kendali kaum kapitalis neoliberal. Ujian Nasional adalah manifestasi dan bagian dari rezim High- Stakes Testing yang diselenggarakan dengan argumen utama adalah untuk kepentingan akuntabilitas dan efisiensi.
Prinsip akuntabilitas dan efisiensi ini sebenarnya adalah karakterisitik dunia korporasi managerialist yang berorientasi profit dengan tujuan akhir adalah hitung hitungan untung rugi belanja modal dan hasil. Sederhananya, ini adalah ‘tuntutan pemilik modal’ terhadap yang ‘berhutang’ agar yakin bahwa modal yang dipinjamkan seakan akan ‘ada hasilnya’ sehingga kita masih tetap mau berhutang karena dianggap itulah jalan satu satunya untuk memajukan pendidikan.
Itulah sebabnya mengapa performa pendidikan negara- negara di dunia diarahkan seakan akan hanya di ukur oleh ukuran global seperti PISA, TIMMS, World Education Indicators (WEI), dan test terstandar sejenisnya yang nota benenya diselenggarakan oleh lembaga kapitalis seperti OECD dan lembaga assessment global lain. Lembaga lembaga seperti OECD adalah lembaga dunia yang berorientasi finansial dan bukan lembaga pendidikan ‘murni’ (Foster, 2011).
Itulah sebabnya banyak pakar pendidikan diberbagai negara yang berpendapat bahwa pendidikan global memang sudah di bawah kendali dan cengkeraman neo-liberalism (Daun, 2005; Fink & Stoll, 2005; Fullan, 2012; Spring, 2015; Wells, Carnochan, Slayton, Allen, & Vasudeva, 2005; Whitty, 2010; Joseph. Zajda, 2010; Joseph. Zajda, Biramiah, & Gaudelli, 2008; Joseph. Zajda & Geo-Jaja, 2009; Joseph. Zajda & Rust, 2009). Sedihnya, kita menjadi bagian korban gurita kapitalis neoliberalisme ini.
Jika bapak kurang yakin, coba bapak lakukan “discourse analysis” dari petikan dokumen Education Strategy 2020 Bank Dunia berikut:
Getting value for education dollar requires smart investments…quality needs to be the focus of education investments, with learning gains as a key metric of quality…. By investing in system assessments, impact evaluations, and assessments of learning and skills, the Bank will help its partners countries answer the key questions that shape educational reform….by measuring educational level based on what students have learned…an increase of one standard deviation in student scores on international assessments of literacy and mathematics is associated with a 2 percent increase in annual GDP per capita growth” (World Bank, 2011, pp. 55-58).