Selain gagalnya Paslon Kamil-Suswono yang didukung tak tanggung oleh Presiden dan dua mantan Presiden memenangi kontestasi satu putaran seperti yang sempat mereka yakini dan gembar-gemborkan sebelum puncak perhelatan, Pilgub Jakarta juga menghasilkan satu fakta menarik lainnya. Yakni rendahnya tingkat partisipasi pemilih.
Merujuk pada hasil sejumlah lembaga survei yang juga dikonfirmasi oleh Komisioner KPU DKI Jakata, Astri Megatari, angka partisipasi ini hanya mencapai 53 persenan. Ini kurang lebih setara dengan 4.353.423 pemilih dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 8.214.007.
Dengan demikian sebanyak kurang lebih 3.860.584 pemilih tidak menggunakan hak pilih (atau secara simplistik lazim dikategorikan sebagai Golput) pada Rabu 27 November 2024 lalu. Angka Golput ini jauh melampaui raihan suara Pramono-Rano, yang sementara unggul berdasarkan versi real count KPU DKI Jakarta. Yakni sebanyak 2.183.577 suara.
Dalam catatan sejarah Pilkada DKI, angka partisipasi pemilih ini juga merupakan yang paling rendah sejak Pilkada langsung digelar tahun 2005. Pilkada 2007 dan 2012 angka partisipasi pemilih tercatat di sekitara 65 persen. Kemudian melonjak naik menjadi 77 persen pada Pilkada 2017.
Kandidat Tidak Diminati WargaÂ
Mengapa angka partisipasi pemilih Pilgub Jakarta 2024 ini demikian rendah ? Ada beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan fenomena ini terjadi. Tetapi faktor yang paling menonjol nampaknya berkaitan dengan figur-figur kandidat (baik Cagub maupun Cawagub) yang kurang diminati oleh warga Jakarta.
Sebagaimana ditunjukan oleh hasil sigi sejumlah lembaga survei pada fase prakandidasi, ada dua figur populer yang dikehendaki oleh mayoritas warga Jakarta untuk kembali memimpin Jakarta lima tahun kedepan. Kedua figur itu adalah Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Survei Litbang Kompas per bulan Juni 2024 misalnya. Secara berurutan Anies dikehendaki oleh 39 persen warga Jakarta, disusul oleh Ahok 34,5 persen, dan Ridwan Kamil 24 persen. Kemudian pada akhir Juli 2024, angka yang nyaris sama untuk Anies yakni 39,7 persen juga ditunjukan oleh hasil simulasi top of mind oleh Indikator Politik Indonesia. Lagi-lagi disusul oleh Ahok dengan angka 23,8 persen dan Ridwan Kamil 13,1 persen.
Top of mind adalah teknik untuk mengetahui preferensi pemilih yang dilakukan secara terbuka. Artinya pemilih (responden) tidak diberikan informasi perihal nama-nama yang ditawarkan sebagai bakal calon Gubernur. Jadi, responden ditanya secara terbuka dan mereka juga memberikan jawaban secara terbuka dan spontan.
Di luar ketiga nama tersebut memang ada beberapa figur yang masuk dalam deretan daftar bakal Cagub potensial. Yakni Tri Rismaharini, Erick Thohir, Ahmad Sahroni, Sri Mulyani bahkan juga Kaesang. Tetapi elektabilitas semua figur ini berada dibawah angka 2 persen. Jadi, sangat jauh selisihnya dengan Anies dan Ahok, atau juga Ridwan Kamil.
Ringkasnya, dari deretan figur yang masuk radar survei dan bacaan publik, hanya Anies dan Ahok yang nampaknya benar-benar diinginkan warga Jakarta. Selebihnya tidak memiliki daya magnet yang memadai untuk dimajukan sebagai kandidat pemimpin Jakarta lima tahun kedepan.