Meski tidak sepenuhnya (dan utuh) terjadi, apa yang saya bayangkan dalam artikel "Satu atau Dua Putaran, Inilah Kunci Kemenangan Pramono-Rano" (Kompasiana, 19 November 2024) benar-benar terbukti. Ahokers dan Anak Abah bertemu sebagai satu barisan dalam panggung kampanye. Mereka bersatu-padu mengkhitiarkan kemenangan Paslon Pramono-Rano dalam Pilgub Jakarta. Pertemuan sinergi dan kekuatan elektoral itu berlangsung pada kampanye akbar terakhir Pramono-Rano di Stadion Madya GBK, 23 November lalu.
Sayangnya, Anies sendiri tidak bisa hadir dan hanya diwakili oleh isterinya, Ibu Ferry Farhati di tengah lautan massa yang juga dihadiri sejumlah mantan Gubernur DKI Jakarta. Sayangnya lagi, Megawati juga tidak hadir. Padahal saya membayangkan tiga sosok berdaya magnet kuat ini hadir dalam satu panggung kampanye: Megawati, Anies dan Ahok.
Namun demikian, ketidakhadiran Megawati dan Anies secara langsung dalam momen kampanye terbuka Pramono-Rano sesi terakhir itu nampaknya tidak akan mengurangi bobot insentif ektoral bagi pasangan yang diusung PDIP ini.
Tinggal merawat dan menjaganya dari potensi "kecolongan" di masa tenang ini saja. Gabungan suara Ahoker, Anak Abah dan pemilih fanatik PDIP serta limpahan split-ticket voting dari basis massa PKS, Nasdem dan PKB, kelihatannya tidak bisa dibendung. Kekuatan elektoral mereka akan mengarus deras ke lumbung suara milik Pramono-Rano.
Itu adalah fenomena kualitatif yang menunjukan peluang Pramono-Rano untuk memenangi kontestasi cukup terbuka. Di sisi kuantitatif, peluang Pramono-Rano mengungguli paslon kompetitor terkuatnya, yakni Kamil-Suswono, juga sama besarnya sebagaimana diperlihatkan oleh angka-angka terakhir hasil sigi sejumlah lembaga survei menjelang masa tenang ini.
Berikut adalah perbandingan elektabilitas secara head to head Pramono-Rano vs Kamil-Suswono berdasarkan hasil sigi beberapa lembaga survei yang dilakukan pada Oktober-November sebelum memasuki masa tenang.
Litbang Kompas: Pramono-Rano 38,3 persen vs Kamil-Suswono 34,6 persen. LSI: Pramono-Rano 41,6 persen vs Kamil-Suswono 37,4 persen. SMRC: Pramono-Rano 46 persen vs Kamil-Suswono 39,1 persen. Alvara Research and Center: Pramono-Rano 49 persen vs Kamil-Suswono 44,5 persen. Indikator Politik: Pramono-Rano 42,9% vs Kamil-Suswono 39,2%.
Menjaga Peluang, Mencegah "Kecolongan" Â Â
Tentu saja angka-angka itu belum menjadi garansi bahwa Pramono-Rano bakal memenangi Pilgub Jakarta, apalagi dalam satu putaran. Berikut ini alasannya. Pertama, terkait regulasi dimana Pilkada DKI memang beda sendiri dalam pengaturan penetapan pemenang Pilkada.
Di dalam Pasal 11 UU 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang juga ditetapkan kembali dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta dinyatakan, bahwa pasangan calon yang ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur adalah mereka yang memperoleh suara lebih dari 50% (limapuluh persen) suara. Sementara hingga menjelang masa tenang, tidak ada satupun lembaga survei yang menunjukan elektabilitas Pramono-Rano tembus ke angka 50% lebih.
Kedua, dari hasil sigi lembaga-lembaga survei teresbut diketahui bahwa warga yang belum menentukan pilihan (undiceded voters) jumlahnya relatif masih cukup besar. Yakni di kisaran angka 20 persenan. Jumlah yang bisa mengubah secara signifikan peta elektabilitas dibandingkan dengan real count-nya nanti.