Jika performa debat ini terus dipertahankan, artinya tidak ada upaya dari para kandidat untuk siap mengadu gagasan dan program masing-masing lawan, hemat saya debat akan kehilangan makna sebagai forum untuk mengeksplorasi sedalam-dalamnya melalui pola dialektis agenda-agenda strategis serta isu-isu aktual dan urgent daerahnya.
Cara demikian juga cenderung akan menyelubungi ragam problematika, kekeliruan pengambilan kebijakan, kesalahan-kesalahan fatal tatakelola pemerintahan, serta pekerjaan-pekerjaan rumah berat yang harus diselesaikan ke depan, yang rakyat harus mengetahui dan faham seutuh mungkin.
Beberapa pengamat menyebut Debat Pilgub Jakarta 2024 ini memang "turun kelas" dibandingkan dengan forum debat yang sama pada Pilkada DKI 2017 silam, terutama pada putaran kedua yang menghadapkan Ahok-Djarot vs Anies-Sandi.
Bayang-bayang Kompromi PolitikÂ
Lantas mengapa performa Debat Pilgub Jakarta berlangsung monoton, mirip pentas monolog, kurang eksploratif, bahkan terlihat seperti saling menghindar dari kelaziman sebuah debat yang sesungguhnya, yakni saling sanggah dan menegasikan?
Saya sendiri berharap semoga situasi demikian terjadi karena debat kemarin itu baru sesi pertama, baru saling memanaskan mesin debatnya. Bukan karena alasan lain, teknis belaka. Karena itu penting ditunggu sesi-sesi selanjutnya.
Debat Pilgub Jakarta yang benar-benar menyajikan suasana kontestasi gagasan, diskursif dan eksploratif, sebagaimana lazimnya sebuah debat elektoral ini penting. Bukan saja bagi warga Jakarta yang memiliki hak pilih, melainkan juga bagi daerah-daerah lain yang akan segera menggelar forum yang sama.
Jakarta adalah barometer politik. Dalam kerangka perhelatan Pilkada serentak 2024, Jakarta juga bisa merepresentasikan peta konstelasi kepolitikan nasional yang sejatinya memang sudah nampak pengaruhnya sejak fase kandidasi beberapa waktu lalu.
Poin pentingnya dalam konteks ini adalah bahwa forum-forum Debat Pilgub di semua daerah akan berlangsung sama landai dan monotonnya lantaran dibayang-bayangi oleh kompromi-kompromi politik di aras nasional yang saat ini sedang berlangsung menjelang pelantikan Presiden-Wapres terpilih dan akan disusul pengumuman kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran.
Jika spekulasi bayang-bayang kompromi politik itu benar, maka semua forum Debat Pilkada, khususnya Pilgub di semua daerah nampaknya memang bakal berlangsung monoton dan akan terasa seperti pentas monolog saja. Jangankan berharap ada suasana saling sanggah dan menegasikan yang "panas," bahkan suasana diskursif dan eksploratif saja mungkin tidak bisa ditunggu publik. Dan jika ini terjadi, maka forum debat para kandidat pemimpin daerah akan kehilangan otentisitasnya.
Lantas bayang-bayang kompromi politik apa yang dimaksud?Â
Kita semua tahu bahwa Presiden terpilih saat ini sedang mematangkan formasi kabinet yang bakal dibentuk dan diumumkan pasca pelantikan 20 Oktober nanti. Semua partai, termasuk bahkan PDIP yang diharapkan publik mau menjadi oposisi di parlemen, saat ini nampaknya juga turut sibuk memburu portofolio di jajaran kementerian.