Hari ini, 22 September 2024, KPU di seluruh daerah bakal menetapkan para bakal pasangan calon sebagai Pasangan Calon (Paslon) Kepala dan Wakil Kepala Daerah. Besok pengundian dan penetapan nomor urut setiap Paslon. Dan mulai tanggal 25 September 2024 (lusa), kegiatan kampanye dihelat serentak di masing-masing daerah.
Sebagaimana dijelaskan dalam Ketentuan Umum Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, "Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota."
Jika merujuk pada norma perundangan tersebut kegiatan kampanye itu simple dan mudah dibayangkan. Termasuk berbagai kemungkinan peristiwa atau kejadian yang akan berlangsung dan mewarnai perhelatannya.
Peserta Pemilu, yakni para Pasangan Calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah mempromosikan visi, misi, program masing-masing kepada pemilih. Bisa melalui (secara opsional) metode pertemuan terbatas; pertemuan tatap muka dan dialog; debat publik atau debat terbuka antar-Pasangan Calon; penyebaran bahan Kampanye kepada umum; pemasangan alat peraga; iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 18 ayat 1 PKPU 13/2024).
Kemudian para pemilih membaca, mendengar, memahami, mengambil sikap dan memutuskan tawaran visi, misi dan program Paslon mana yang mau dipilih. Simpan di hati keputusan itu, lalu tunggu sambil tetap menjalankan aktifitas keseharian, dan berikan suara di TPS pada tanggal 27 November 2024 mendatang.
Arena Pertengkaran Ujaran
Namun dalam praksisnya, kampanye Pilkada tentu tidak akan sesimpel itu. Baik Peserta Pemilu maupun masyarakat (pemilih) akan terlibat dalam berbagai aktivitas yang tidak tertulis dalam regulasi. Mulai dari bentuk-bentuk aktivitas yang normal, legal (karena tidak dilarang) dan konstruktif; aktivitas yang nyerempet ke area abu-abu dan cenderung destruktif; hingga ke berbagai perilaku yang nyata-nyata dilarang oleh perundang-undangan.
Di era teknologi informasi dan komunikasi digital yang kian canggih dengan berbagai platform yang tersedia dan kian masif penggunaannya dalam masyarakat, situasi saling terlibat dalam aktivitas tak tertulis di seputar kegiatan kampanye Pilkada ini potensial bisa memicu kegaduhan dan ragam permasalahan di lapangan. Pengalaman Pemilu 2024 lalu dan Pilkada-Pilkada sebelumnya silam jelas menunjukkan fenomena ini.
Terlebih lagi jika isu-isu sensitif, baik yang pernah muncul dalam Pilkada atau Pemilu sebelumnya maupun yang merebak akhir-akhir ini dan masih menghangat hingga sekarang kemudian mencuat, berebut panggung dan dikapitalisasi demikian rupa oleh masing-masing kubu dan para pendukung Paslon. Kampanye akan kian gaduh dan problematis, bukan oleh kontestasi gagasan, melainkan oleh pertengkaran berbagai ujaran di ruang-ruang publik.
Bertolak dari situasi hipotetik (sebagiannya saya kira sudah mendekati keniscayaan yang nampaknya akan sulit dihindari dan dikendalikan) itulah ikhtiar-ikhtiar memperkuat literasi Pilkada menjadi penting. Terutama untuk masyarakat yang, mohon maaf, tingkat literasi politik dan pengetahuannya seputar Pilkada relatif belum cukup baik. Atau secara lebih spesifik untuk para pemilih yang literasi Pilkadanya, karena satu dan lain alasan, relatif masih tergolong belum memadai.
Literasi Politik dan Pilkada
Menurut Denver dan Hands (1990) dalam Karim dkk (2015), Literasi Politik (political literacy) merupakan pengetahuan dan pemahaman tentang proses politik dan isu-isu politik. Suatu pengetahuan dan pemahaman yang memungkinkan setiap warga negara dapat secara efektif melaksanakan perannya (berperan serta, berpartisipasi) sebagai warga negara. Pengetahuan dan pemahaman ini oleh Cassel dan Lo (1997) disebut sebagai political expertise dan political awareness, yang intinya merujuk pada maksud sejauh mana seorang individu warga negara memberi perhatian dan memahami isu-isu politik.