Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Zaken Kabinet, Buang Energi dan Potensi Bumerang bagi Prabowo

14 September 2024   08:05 Diperbarui: 14 September 2024   08:05 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nikita Kruschev, mantan pemimpin Uni Soviet tempo dulu pernah mengatakan, bahwa semua politisi sama saja. Mereka berjanji akan membangun jembatan meski tidak ada sungai (di daerah atau negaranya).

Hemat saya isu Zaken Kabinet itu bisa dibaca dengan satirnya Kruschev. Bukan karena tidak ada ahli atau professional yang bisa diberi mandat memimpin Kementerian oleh Presiden Prabowo kelak. Melainkan karena rencana ini pada saatnya nanti bakal berhadapan dengan logika politik para elit partai, yang tidak akan membiarkan Prabowo mewujudkan niat atau rencananya.

Logika pertama mereka bermuara pada tabiat alamiah, bahwa "tidak ada makan siang gratis" dalam politik. Dukungan mereka kepada Prabowo-Gibran sejak awal kontestasi Pilpres bukanlah barang gratis. Pun demikian dengan komitmen mereka untuk menjadi bagian yang loyal dari koalisi pemerintahan pasca pelantikan nanti. Semua pasti ada harga atau kompensasinya. Dan kompensasi itu, salah satu yang paling strategis dan pasti dibidik oleh semua elit partai adalah jabatan di Kabinet dan lingkar satu istana.

Mungkin saja, publik bakal sangat kritis terkait isu rencana pembentukan Zaken Kabinet ini nanti. Mereka bakal mendesak Prabowo untuk sungguh-sugguh memberikan prioritas pertimbangan meritokratif dan profesional. Tetapi percayalah, jika Zaken Kabinet itu dimaknai secara otentik maka para elit partai sudah menyiapkan jurus untuk mengcounternya.

Jurus counter yang bakal mereka gunakan akan didasarkan pada logika yang kedua. Bahwa partai politik juga memiliki banyak ahli dan profesional yang cakap dan layak diberikan mandat memimpin Kementerian atau jabatan lain di ring satu istana. 

Kedua logika itu bakal saling melengkapi nalar politik para elit. Termasuk akhirnya Prabowo sendiri, yang pada saatnya nanti akan satu frekwensi dan sampai pada simpulan bersama, bahwa Zaken Kabinet tidak harus selalu difahami sesuai konsep dasarnya. Tak harus otentik dan orisinil. Yakni Kabinet yang para Menterinya adalah individu-individu warga negara yang ahli di bidangnya sekaligus bukan berasal dari internal partai politik.

Maka Zaken Kabinet sebagaimana diungkapkan Ahmad Muzani (Jubir Partai Gerindra) dan direspon positif sejumlah elit partai itu nanti jadinya adalah "Zaken Kabinet khas Indonesia" kontemporer, dan boleh jadi bakal didefinisikan pula sebagai bagian dari "Asean Values."

Kompetensi dan Rekam Jejak

Bertolak dari pemikiran hipotetik itu, maka isu Zaken Kabinet sebetulnya seperti janji politisi versi Kurschev tadi. Tidak ada artinya, dan buang-buang energi saja. Bahkan bisa menjadi bumerang bagi Prabowo. Terutama jika isu ini kemudian dimaknai publik sebagai tambahan janji politik Prabowo, dan kemudian gagal diwujudkan pada pekan pertama setelah pelantikan nanti.

Maka ketimbang menambah daftar janji politik baru, jauh lebih realistis bagi Prabowo untuk menyusun kriteria berstandar tinggi bagi kader-kader partai politik yang bakal dipromosikan oleh partainya sesuai kebutuhan dan kemendesakan manajerial pemerintahannya nanti. Poin utama kriteria itu adalah kompetensi (kecakapan), integritas (kepantasan) dan rekam jejak. Lalu berbasis kriteria inilah calon-calon Menteri usulan partai politik diseleksi.

Itu artinya, bahwa partai politik bakal (atau bahkan mungkin sudah) saling mempromosikan kader-kadernya untuk menduduki jabatan Kementerian di Kabinet adalah fakta yang tidak mungkin dihindari. Dan dalam konteks relasi kuasa perhelatan elektoral dengan pembentukan pemerintahan yang dihasilkannya, fenomena ini bukanlah sesuatu yang tabu dan terlarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun