Sementara itu, Ade Sumardi berasal dari keluarga besar pemangku kewilayahan adat (Wewengkon Adat) di selatan Banten terutama Kabupaten Lebak, yang cukup berpengaruh secara sosio-politik. Popularitas Ade juga cukup mumpuni, setidaknya jika diadu head to head dengan Dimyati sebagai sesama Cawagub.Â
Ade adalah mantan Wakil Bupati Lebak dua periode yang sejauh ini terbilang lurus dan berintegritas. Setidaknya Ade belum pernah tersangkut kasus-kasus yang biasa menjerat para elit dan pejabat lokal seperti korupsi atau kasus nir-adab.
Spirit Melawan DominasiÂ
Faktor "Plus" lain dari PDIP adalah spirit dan gairah publik Banten dalam konteks politik elektoral saat ini, yang nampaknya juga kurang lebih sama dengan spirit dan gairah yang berkembang massif di berbagai daerah lain. Terutama pasca terbitnya putusan MK Nomor 60 yang progresif itu.
Spirit dan gairah itu adalah melawan dominasi politik dari kekuatan KIM Plus atau Koalisi Banten Maju (KBM) yang disokong penuh oleh kekuasaan pusat di Jakarta. Dalam berbagai percakapan dan diskusi-diskusi publik, saya melihat spirit dan gairah ini tumbuh sebagai bentuk empati dan simpati terhadap PDIP dan Airin yang sempat "terisolasi" secara elektoral sebelum terbit putusan MK Nomor 60 itu.
Selain itu, dan ini tentu sangat penting. Spirit dan gairah itu juga tumbuh sebagai bentuk kesadaran kolektif warga Banten perihal pentingnya menciptakan keseimbangan kekuatan politik di Banten. Sebagaimana diketahui, PDIP dan Airin sempat berada di ujung tanduk dalam proses kandidasi sebelum putusan MK 60 terbit. Dan jika saja MK tidak menerbitkan putusan progresif itu, hampir pasti Pilkada Banten bakal diikuti oleh hanya satu paslon, Andra-Dimyati yang didukung oleh kekuatan gigantis.
Putusan MK 60 adalah berkah politik, bukan hanya bagi PDIP dan Airin, tetapi juga bagi warga Banten. Karena dengan putusan ini, PDIP dan Airin bisa mencegah Pilkada dengan calon tunggal, Pilkada yang tidak pantas lagi disebut sebagai Pilkada karena kehilangan setidaknya dua substansi atau hakikat pemilihan pemimimpin.
Kedua substansi itu yang hilang itu adalah pilihan appeal to appeal, manusia lawan manusia, kandidat pemimpin lawan kandidat pemimpin. Bukan manusia lawan kotak kosong. Substansi kedua yang hilang adalah kompetisi gagasan dan pemikiran visioner. Bersama Airin-Ade, PDIP berhasil mencegah potensi kemerosotan demokrasi elektoral di Banten.
"Pekerjaan Rumah" besarnya kemudian, apakah PDIP dan Airin-Ade bisa memaksimalkan nilai "Plus" yang mereka miliki dalam menghadapi KIM Plus dan Andra-Dimyati nanti? Kita tunggu setelah hajat demokrasi ini memasuki fase kampanye nanti, seberapa pintar dan piawai tim pemenangannya membaca dan menerjemahkan potensi nilai "Plus" ini.
Tapi sebentar, sebelum saya akhiri tulisan ini, ada info mengejutkan yang belum lama beredar. DPP Golkar akhirnya mengalihkan dukungannya dari Andra-Dimyati kepada Airin-Ade. Jika info ini benar, kini PDIP dan Airin-Ade memiliki tambahan "Plus" baru, dan ini tentu saja akan semakin memperkuat poros lawan tanding Andra-Dimyati. Kita lihat dalam beberapa waktu kedepan ikhwal berita ini.
Artikel terkait Pilgub Banten:
Pilkada Banten, Koalisi Gigantis, dan Calon Tunggal