Menyusul langkah koleganya, Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah akhirnya juga menerima tawaran pemerintah untuk mengelola usaha tambang. Keputusan ini diambil dalam rapat Pleno PP Muhammadiyah 13 Juli 2024 di Jakarta, dan secara resmi diumumkan pada rapat konsolidasi nasional, 28 Juli 2024 di Yogyakarta.
Keputusan itu diambil di tengah masih ramainya sorotan publik terhadap tawaran pemerintah kepada organisasi keagamaan untuk mengelola usaha tambang sebagaimana diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintan Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiata Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Publik menilai tawaran ini tidak tepat diberikan kepada organisasi keagamaan karena tidak sesuai dengan fungsi keberadaannya sebagai lembaga non profit yang core businessnya adalah membina, menjaga dan mengasuh umat sesuai kaidah-kaidah ajaran agama. Masuk ke area bisnis tambang apalagi dengan skala besar dikhawatirkan akan menimbulkan ragam persoalan yang justru akan membelit organisasi keagamaan sendiri.
Respon publik sebangun dengan sikap sebagian besar organisasi keagamaan pada awalnya. Yakni menolak, atau setidaknya akan mempertimbangkan terlebih dahulu secara matang, termasuk Muhammadiyah. Kecuali NU yang sejak awal tawaran itu dilaunching pemerintah, sigap dan bersemangat menerimanya. Â
Beberapa organisasi keagamaan yang hingga saat ini dengan tegas menolak tawaran itu adalah Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Nahdlatul Wathon Diniyah Islamiyah (NWDI), dan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). Sementara yang sikapnya lebih moderat, dalam arti masih akan mempertimbangkan tawaran itu dengan cermat antara lain ParisaDa Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
Alasan Menerima Tawaran
Kini, pasca konsolidasi nasional Yogya itu, Muhammadiyah sejalan dengan NU. Dalam salah satu butir keputusan konsolidasi itu, PP Muhammadiyah bahkan sudah membentuk Tim Pengelola yang dipimpin oleh  Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP selaku Ketua dan Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D selaku Sekretaris.
Lantas mengapa Muhammadiyah akhirnya menerima tawaran usaha tambang dari pemerintah? Berikut beberapa argumentasinya sebagaiman dilansir di berbagai media nasional.
Pertama, kekayaan alam adalah anugerah Allah yang manusia sebagai khalifa di muka bumi memiliki kewenangan untuk memanfaatkan alam untuk kemaslahatan dan kesejahteraan hidup material dan spiritual.
Pengelolaan usaha pertambangan sejalan dengan Anggaran Dasar pasal 7 (1): Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam segala bidang kehidupan. Kemudian Anggaran Rumah Tangga Pasal 3 ayat (8) "Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas; dan ayat (10)"; "Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan".
Selain itu juga didukung oleh Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang Pengelolaan Pertambangan dan Urgensi Transisi Energi Berkeadilan (9 Juli 2024). Fatwa ini antara lain menjelaskan, bahwa "Pertambangan (at-ta'dn) sebagai aktivitas mengekstraksi energi mineral dari perut bumi (istikhrj al-ma'din min ban al-ar) masuk dalam kategori muamalah atau al-umr al-duny (perkara-perkara duniawi), yang hukum asalnya adalah boleh (al-ibah) sampai ada dalil, keterangan, atau bukti yang menunjukkan bahwa ia dilarang atau haram (al-al fi al-mu'malah al-ibah atta yadulla ad-dall 'al tarmih)".