Kemarin 22 April 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan terkait permohonan Perselisihan Hasil Pemilihn Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Paslon 01 dan Paslon 02.Â
Berdasarkan deretan pertimbangan hukum Mahkamah yang panjang dan detail, seluruh materi permohonan kedua Paslon ditolak.
Dengan telah dibacakannya putusan itu maka rangkaian proses Pilpres 2024 selesai sudah. Tinggal menyisakan dua agenda penting, yakni penetapan Pasangan Calon Terpilih (kabarnya besok Rabu, 24 April 2024) dan pengambilan sumpah/janji 20 Oktober 2024 mendatang.
Selesai sudah karena putusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya tidak ada upaya hukum lain yang dapat men-chalange apalagi mengubah putusan. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 24C UUD 1945 ayat (1), bahwa:
"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum."Â
Didalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan, bahwa sifat final putusan MK mencakup dua pengertian.
Pertama, putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Kedua putusan MK sekaligus memiliki kekuatan hukum mengikat (final and binding).
Bagi kubu Prabowo-Gibran dan para pendukungnya putusan ini tentu menggembirakan. Sebaliknya bagi kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud putusan ini jelas mengecewakan.Â
Wajar dan bisa dipahami. Dalam tradisi demokrasi, kekecewaan atas suatu putusan hukum atau kebijakan politik adalah hak yang juga tetap harus dihormati.
Menjaga Keadaban Demokrasi