Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

"Mahkamah", Ketika Nurani Menjadi Hakim bagi Diri Sendiri

1 April 2024   23:45 Diperbarui: 3 April 2024   08:08 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hakim konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kanan) dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (1/4/2024). Foto: KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Di Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini, delapan orang hakim konstitusi sedang mengadili perkara besar kenegaraan: Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Dalam beberapa hari kedepan, sesuai perintah undang-undang mereka wajib mengambil keputusan. Berhadapan dengan mereka, puluhan pengacara saling berdebat adu argumen, mengajukan dalil dan bukti serta puluhan saksi. Sama-sama kuat dan meyakinkan hingga membuat para hakim sulit menemukan kata sepakat.

Deadlock. Proses pengadilan akhirnya menemui jalan buntu. Satu persatu kedelapan hakim itu kemudian mundur dari ruang sidang dan menyatakan berhenti sebagai hakim lantaran tidak sanggup mengambil keputusan yang mereka yakini sebagai keputusan yang adil.

Serupa itulah apa yang diceritakan dalam "Mahkamah, Sebuah Pengadilan Hati Nurani". Tayangan sinetron jadul karya Asrul Sani, salah seorang sastrawan, penulis naskah drama dan skenario sekaligus sineas papan atas di zamannya. Tayang, seingat saya dua kali (tahun 1984 dan 1985) di kanal stasiun TVRI. Beberapa tahun kemudian Mahkamah digelar dalam bentuk drama teater di Gedung Kesenian Jakarta. Dan tahun 2007 silam kembali dipentaskan di Graha Bhakti Budaya TIM dengan sutrada Yose Rizal Manua.

Serupa dalam pengertian bahwa setiap orang yang berperkara (perinsipal, pengacara dan hakim) bisa membangun argumen dan menyodorkan bukti-bukti untuk mendukung sikapnya. Tetapi sama sekali bukanlah jaminan bahwa semua argumen dan bukti-bukti itu adalah kebenaran hakiki, dari pihak manapun. "Mahkamah" memberikan satu perspektif tentang kebenaran hakiki: suara hati nurani.   

Sinopsis

"Mahkamah" mengisahkan seorang purnawirawan tentara di era revolusi berpangkat Mayor, Saiful Bahri yang sedang menghadapi sakratul maut. Ditemani istri setianya, Murni (diperankan oleh Mutiara Sani) sang Mayor menghadapi sakratul maut dalam situasi gelisah tiada tara.  

Pangkal kegelisahan Bahri adalah sebuah peristiwa yang tidak pernah dikehendakinya tetapi kemudian terjadi. Ia menembak dengan tangannya sendiri, seorang anak buahnya, Kapten Anwar yang dianggap mengkhianati negara lantaran menolak perintahnya untuk menumpas pemberontakan komunis di Madiun tahun 1948.

Sang Mayor gelisah karena di sisi peristiwa hukuman tembak mati terhadap Kapten Anwar yang sempat ia yakini sebagai tindakan patriotik itu, menjelang kematiannya tetiba saja muncul kisah lain yang menyertai. Ia dan Anwar bersaing merebut hati dan cinta Murni.

Di hadapan sakratul maut, Bahri menjadi ragu apakah ia seorang patriotik atau tak lebih dari seorang laki-laki yang sedang bersaing memperebutkan gadis jelita, lalu muncul kesempatan menghabisi pesaingnya di balik tuduhan pengkhianatan itu.   

Untuk memutuskan status dan kegelisahannya kini di hadapan Bahri digelar mahkamah pengadilan dengan tiga orang hakim. Hakim pertama adalah guru ngajinya saat Bahri kecil. Hakim kedua seorang penulis, yang telah membukukan biografi Bahri sebagai seorang patriot pembela negara. Dan hakim ketiga adalah atasannya dulu, berpangkat Letnan Kolonen, yang berarti juga atasannya Anwar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun