Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Humor dan Satir Politik

25 Februari 2024   18:32 Diperbarui: 26 Februari 2024   16:00 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah yang sudah pernah baca dialog pendek ini?

Seorang pejabat ditodong di jalan sepi.

Penodong: "Berikan semua uangmu!"

Pejabat: "Tidak! Kamu tahu, aku ini seorang pejabat penting!"

Penodong: "Kalau begitu, berikan uangku sekarang"

Dialog itu saya comot dari Humor Politik Indonesia (2009). Buku karya Felicia NS yang memuat puluhan cerita humor. Sebagian besarnya merupakan satir seputar fenomena politik dan perilaku aktor-aktor politik Indonesia era orde baru dan pasca orde baru.

Dalam perspektif humor sebagai media komunikasi (politik), saya menangkap sekurang-kurangnya ada 3 aspek fenomenologis dari dialog itu.

Pertama watak (rata-rata) pejabat di negeri ini, yang menganggap jabatan adalah segalanya. Atau paling tidak sebagai sesuatu yang sangat istimewa, eksklusif, tidak bisa diperlakukan sembarang. Padahal mana ada tukang jambret atau copet menanyakan dulu apa pekerjaan atau kedudukan sosial calon korbannya. 

Kedua situasi umum perihal fenomena korupsi yang mewabah di kalangan pejabat pemerintah. Dengan mengubah frasa "Berikan semua uangmu!" menjadi "...berikan uangku sekarang", si penodong secara sembarang menyimpulkan bahwa korbannya yang pejabat itu adalah koruptor. Suatu kesembarangan yang tidak bisa disalahkan berdasarkan alasan bahwa korupsi sudah mewabah di kalangan pejabat. Dan didalam milyaran atau trilyunan rupiah yang dimaling si pejabat korup itu ada uang dirinya juga sebagai warga negara.

Ketiga kecepatan berpikir si penodong dalam merespon kejadian yang dihadapinya cukup dengan mengubah kata ganti "mu" menjadi "ku", menunjukan bahwa ia cerdas. Setidaknya ia tahu perihal kondisi negaranya yang koruptif karena diurus oleh banyak pejabat korup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun